25. Jam Tangan Reandra

3.5K 288 8
                                    

Yey, updated!

"Aku akan memberinya pelajaran!" Gilang membuka suara. Terdengar berat. Sepertinya dia sedang berusaha menahan amarah. Netta bisa melihatnya, mata indah itu memerah tajam. Bukan hanya mata, wajahnya pun ikut memerah semu. Urat-urat wajah dan lehernya bermunculan.

Netta mengusap pelan kedua rahang yang sudah mengeras itu, pelan. Menakjubkan! Lihat saja efek sampingnya! Suhu tubuh yang tadinya terasa panas, kini berubah hangat. Tatapan yang tadinya tajam, kini menjadi teduh dan menenangkan. Napas yang tadinya memburu berangsur teratur. Semua karena sentuhan gadis itu. Benar. Gadis jelita ini mempunyai peran besar dan penting untuk lelaki berhati keras seperti Gilang. Netta menjadi pelunak.

Gadis itu menggeleng pelan, senyum ayu itu masih melekat di sana. "Jangan, Gilang! Perempuan itu nggak salah, semua yang dia katakan benar. Aku memang nggak pantes buat ka--"

Telunjuk Gilang menutup rapat bibir mungil itu. "Sssstt! Jangan katakan apapun yang bisa membuat hati kamu dan aku terluka!" Gilang kembali menarik tangannya kemudian beralih mengusap kepala gadisnya itu.

Gilang tersenyum kecut. "Kamu perlu tahu satu hal. Laki-laki bodoh dan berengsek ini yang nggak pantas buat kamu!" Gilang menunjuk dirinya sendiri. "Sudah seharusnya kamu membenciku. Lelaki pecundang mana yang menghilang saat gadisnya butuh perlindungan? Cowok berengsek macam apa yang malah mabuk-mabukan saat gadisnya terancam? Aku, Netta!" Entah sampai kapan rasa penyesalan itu terus mengikutinya.

"Enggak, Lang. Kamu nggak salah! Aku yang salah, aku nggak bisa lepas dari masa lalu yang menyebalkan itu. Dia terus saja menarik tubuhku agar mundur. Sampai lupa bahwa masa depan yang selama ini kucari sudah bersamaku. Itu kamu." Netta memejamkan mata sejenak. Lantas tersenyum miris. "Tapi, mungkin ucapan dia benar. Kamu mana mau sama cewek kayak aku ... bekas jamahan orang."

Damn!

Tutup mulutmu Netta! Jangan ucapkan kalimat itu lagi di depan Gilang! Dengan mengucapkan kalimat itu, sama saja kamu berusaha menyayat hatinya.

Gilang bungkam. Ada denyutan nyeri di dalam sana. Kata-kata yang sengaja Netta tujukan kepada dirinya sendiri justru menusuknya. Hati Gilang tertohok.

Gilang berdesis tidak terima. Lantas meraih tangan Netta untuk digenggam erat. "Yang dia bilang itu nggak bener, Sayang. Semuanya omong kosong. Enggak mungkin hal itu terjadi. Lintang, Farrel, dan Aldo pasti datang tepat waktu malam itu."

Bola mata hitam milik Netta mendadak sembab. Matanya berkaca-kaca. "Bagaimana jika seandainya hal itu benar terjadi? Apa kamu masih bisa nerima aku, Lang? Juga bagaimana reaksi orang tua kamu kalau sampai tahu? Mereka pasti tidak akan menerima hubungan kita."

Netta menatap Gilang lekat. "Mereka pasti menyalahkan aku karena nggak bisa menjaga kehormatan sekaligus harga diriku. Kehormatan yang seharusnya aku simpen buat suamiku kelak malah direbut sama laki-laki sialan itu!" Netta menjeda ucapannya sejenak. "Mereka akan mencari jodoh yang terbaik buat kamu. Bukan perempuan kotor seperti aku."

Tak dapat dibendung lagi. Air mata gadis itu mengucur dengan derasnya. Hebatnya, Netta tidak terisak sama sekali. Wajahnya seperti sedang tidak menangis, tapi cairan bening itu adalah saksi. Bahwa dia benar-benar sedang menangis sekarang.

Netta menghapus jejak-jejak air matanya. "Semua orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Begitu pun orang tua kka

Ucapan Netta terputus begitu saja. Gilang menghempasnya dengan cepat. "Stop it! Berhenti menyalahkan dan merendahkan diri kamu sendiri! Jangan berpikiran yang enggak-enggak. Kamu harus yakin, semuanya akan baik-baik aja, Netta."

"Aku mau visum," putus Netta. Tentu membuat laki-laki di hadapannya terhenyak. Sebelumnya, Gilang tidak pernah memikirkan bahwa gadis itu akan mengarah ke sana.

NETTA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang