05. Aku Takut, Lang.

7.2K 537 48
                                    

Pernah nggak sih, kalian nulis cerita dan cerita itu bikin kalian nyesek sendiri?
Ini yang aku rasain pas nulis bab ini. Rasanya pengen mewek aja.
*plakkk, tamparan halus dari reader.
"Ahh lebay lu thor."
Wkwk ...

Terus semangati aku dengan boom komen:)

HAPPY READING!

_____________________

"Detik ini kamu harus belajar satu hal, menghargai seriusnya seseorang."

***

"Netta!" panggil Bu Dina saat Netta hendak keluar dari perpustakaan, masih bersama Gilang. Saat ini Bu Dina juga di perpustakaan.

Netta berbalik menghampiri Bu Dina yang berdiri di sebelah meja petugas perpustakaan, sementara Gilang menunggu di depan. "Iya Bu, ada apa?" tanya Netta sopan.

"Ibu bisa minta tolong nggak? Tolong bawa ini ke meja saya di ruang OSIS!" pinta Bu Dina sembari menyerahkan beberapa berkas ke Netta, salah satunya daftar kegiatan tahunan OSIS.

Selain mengajar di mata pelajaran bahasa Indonesia, Bu Dina juga diberi kepercayaan oleh pihak sekolah untuk menjadi pembina OSIS di Nirwana, yakni membantu dan mengarahkan para pengurus OSIS dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

Sebenarnya Netta ragu, tapi tidak mungkin juga dia menolak. "Ba-baik, Bu."

"Terima kasih, Netta!" ucap Bu Dina lantas berjalan menuju rak buku Bahasa dan Sastra. Sepertinya maksud kedatangan Bu Dina ke perpustakaan ini, semata-mata untuk mencari buku pegangan untuk pengajar.

Netta menarik napas dalam, kemudian berjalan ke arah Gilang yang masih di posisi sebelumnya.

Alis Gilang mengernyit heran. "Netta, ada apa?" tanya Gilang saat Netta berjalan menghampirinya.

"Eng–enggak! Ini cuma disuruh Bu Dina buat bawa ini ke mejanya," ucap Netta sembari memperlihatkan setumpuk berkas yang dibungkus map berwarna merah.

Gilang manggut-manggut mengerti. "Yaudah, sini aku aja yang bawa." Gilang ingin merebut berkas tersebut dari tangan Netta, namun Netta menolak.

"Nggak usah, aku bisa kok."

"Nggak papa, aku aja yang bawa." Gilang kembali meraih berkas itu, tapi Netta bersikeras menolak.

"Nggak, Lang. Nggak perlu!"

"Yaudah, aku temenin," pinta Gilang sekali lagi.

Netta menggeleng. "Aku cuman mau bawa ini ke mejanya Bu Dina, kamu ke kelas aja!"

"Tapi Netta—" lirih Gilang dengan suara yang terdengar parau.

"Lang, ini tanggung jawab aku!" tegas Netta. "Satu lagi, jangan paksa aku! Aku bukan anak kecil lagi, Gilang." Suara Netta naik hingga beberapa oktaf, kesannya sudah seperti membentak.

Netta berlalu meninggalkan Gilang, sedangkan cowok bertubuh jangkung itu hanya diam, membeku di tempat. Tidak biasanya Netta bersikap demikian padanya. Ada apa, Netta?

***

Netta berjalan pelan memasuki sebuah ruangan bernuansa putih-biru, cat dinding berwarna putih bersih dan gorden biru mencolok yang mampu menusuk penglihatan. Netta mencium aroma bunga mawar yang terpajang rapi di meja Bu Dina, jumlahnya tidak sedikit, sepertinya dia memang penyuka bunga mawar.

Netta menatap sekeliling, memperhatikan setiap sudut ruangan itu. Tampak sepi, tak seorangpun di dalam sana. Netta menarik napas lega, keberuntungan sedang berpihak padanya, orang yang dia hindari tidak di sana. Netta berjalan mendekati meja yang letaknya di pojok ruangan, kemudian meletakkan berkas titipan Bu Dina tadi.

NETTA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang