14. Sahabat atau Pacar Posesif?

5.7K 383 19
                                    


"

Lang," panggil Netta pada Gilang yang kini duduk di sisi brangkar.

Saat ini mereka sudah berada di ruang rawat. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut tadi pagi, dokter mengatakan bahwa kondisi Netta sudah semakin membaik sekarang. Karena itu akhirnya dokter memutuskan untuk memindahkan Netta ke ruang rawat. Kata dokter, Netta hanya perlu banyak istirahat, juga minum obat secara teratur.

Gilang mendongak menatap Netta. "Iya, kenapa?"

"Aku mau pulang ke rumah. Kita pulang aja, ya?" rengek Netta dengan wajah memelas.

"Nggak boleh Netta! Udah ah, kamu istirahat aja! Nggak usah mikir yang macem-macem dulu," ujar Gilang dingin.

"Tapi kan, kalo aku pulang, aku bisa ketemu sama ibu kapan aja. Ibu bisa jagain aku sambil kerja. Ibu juga nggak perlu bolak-balik ke rumah sakit buat nemenin aku. Ibu pasti capek, abis kerja langsung ke sini lagi ngurusin aku. Kasihan tahu," celoteh Netta panjang lebar.

"Aku juga nggak enak sama kamu, kamu juga butuh istirahat," sambungnya.

Gilang menggenggam lembut tangan kanan Netta. "Kamu sembuh dulu ya, baru kita pulang. Kalo soal aku, kamu nggak perlu ngerasa nggak enak! Ini udah kewajiban aku." Gilang tersenyum hangat kepadanya.

"Tapi, Lang, aku udah nggak betah di sini. Pulang aja ya," pinta Netta sekali lagi. Membuat Gilang menghembuskan napas jengah.

Kenapa gadis yang satu ini begitu keras kepala? Gilang kan sudah bilang, sembuh dulu baru boleh pulang. Dia pikir, Gilang akan luluh dengan rengekannya itu? Enggak! Sudah tahu Gilang orangnya tegas, masih saja merengek. Dasar Netta!

"Biar bagaimanapun kita harus ngikutin prosedur rumah sakit, Netta. Kalo dokter udah ngijinin kamu pulang, baru kita pulang. Tapi kalo enggak, yang enggak boleh pulang dulu," pungkas Gilang.

"Yaudah kamu tinggal bilang sama dokter buat ngijinin aku pulang. Bisa, kan?" usul Netta, kalau dibiarkan, tak akan ada habisnya. Gadis yang satu ini memang kelewatan cerewet jika bersama Gilang.

"Netta, udah! Sekarang kamu istirahat! Aku nggak mau ambil resiko, aku nggak mau kalau kamu sampai kenapa-kenapa!" tegas Gilang tak ingin dibantah. "Aku nggak mau lagi, Netta," lirihnya kemudian.

"Tapi, Lang—"

Sebenarnya masih banyak yang ingin Netta katakan. Tapi kenapa sorot mata laki-laki di hadapannya itu seolah menghipnotisnya. Tatapan lekat tetapi dingin, seketika membuatnya merinding. Mata itu mengisyaratkan agar mulutnya segera berhenti berbicara. Ajaib! Mulutnya benar-benar bungkam sekarang.

"Udah, ya! Tolong dengerin aku kali ini!" Tangan kanan Gilang terulur untuk mengusap lembut puncak kepala gadis itu. Membuat Netta segera menundukkan kepalanya pasrah.

Rasanya dia sangat kesal karena sahabat posesifnya itu tidak mengindahkan permintaannya. Ah, ralat! Sahabat posesif yang belum 24 jam ini berubah status menjadi pacar super posesifnya. Kalau begini, Netta bisa apa? Netta hanya bisa diam. Mungkin kali ini Netta harus patuh, demi kebaikannya juga kan?

"Tolong jangan buat aku marah!"

***

"Mel, thanks ya. Lo udah mau temenin gue jalan-jalan," ucap Rena dengan wajah berseri dan mata yang berbinar. Meski tidak bisa dipungkiri kalau wajahnya terlihat pucat sekarang.

Setelah merasa lelah mengelilingi area mall yang sangat amat luas dan padat akan pengunjung, kedua gadis itu memilih untuk mengisi perut di salah satu tempat makan yang ada di mall itu.

NETTA [END]Where stories live. Discover now