24. Labirin Ciptaan Amel

3.7K 300 78
                                    

"Ya ampun, Ren! Lo kenapa nangis?" Sembur Amel setelah menjatuhkan tubuhnya di kursi tempat duduknya. Tepat di sebelah Rena. Gadis itu menatap sahabatnya dengan tatapan penuh tanya. Kenapa dia menangis sampai sesegukan begini? Apa mungkin seseorang telah membuatnya bersedih? Apa dia habis bertengkar? Ah, iya. Mungkin saja sama Reandra.


"Ren, siapa yang bikin lo nangis? Ada masalah apa? Cerita sama gue." Amel terlihat menuntut jawaban dari Rena. Memang si Amel ini adalah tipe perempuan yang rasa penasarannya lumayan tinggi. Selalu saja ingin mendapatkan jawaban atas pertanyaannya. Kalau kata teman-temannya, sih, kepo.

"Lo abis berantem, ya, sama Rean?" tanya Amel penuh selidik. "Udah. Jangan nangis lagi, dong, Ren! Daripada lo sedih terus, mending kita ke kantin." Amel berusaha menenangkan Rena yang masih saja menangis.

"Mel, Rean jahat sama gue," ujar Rena di sela isak tangisnya. Kedua sikunya bertumpu pada meja di depannya, sementara tangannya dia gunakan untuk menutup wajah yang sudah banjir dengan air mata.

"Kenapa? Rean kenapa? Lo diapain sama Rean?" tanya Amel menggebu-gebu. Tatapannya enggan berpindah ke yang lain. Dia butuh jawaban sekarang.

"Rean itu berengsek tau, nggak. Dia mainin gue, Mel." Rena terus saja menangis dengan kencang. Untungnya ini adalah jam istirahat, semua murid kelas XII AP 4 tengah berhamburan keluar. Hanya tersisa mereka berdua.

"Maksud lo? Berengsek gimana maksud lo, Ren?" Amel menatap Rena lekat. Tentu dia sangat penasaran perihal ucapan sahabatnya barusan.

Rena menyeka air matanya kasar. Lantas menarik napas pelan. "Di-dia masih sayang sama Netta," ungkap Rena dengan perasaan yang sungguh campur aduk. Air mata terus saja merembes. Dia benar-benar merasa sakit hati. "Dia masih peduli sama Netta. Bahkan dia terus muji Netta di depan wajah gue. Gue nggak terima, Mel."

Amel mengehela napas panjang. Lantas ia tersenyum sinis. "Udah gue duga, sih, Ren. Ternyata bener, si cewek nggak tau diri itu menjadi akar permasalahannya." Amel menggeram marah.

"Gue, kan, selalu ngingetin lo, Rena. Dia itu masih berharap sama cowok lo. Dia belum move on dari Rean. Mungkin aja dia masih punya niat buat ngerebut Rean dari lo. Sebaiknya lo hati-hati, Ren!" ujar Amel memberi saran. Sepertinya ia memang peduli dengan nasib sepasang kekasih itu.

Hello! Sadar dikit, woi. Apa-apaan si Amel ini! Maksudnya apa coba, dia mengatakan kalau Netta merebut? Siapa yang merebut duluan? Kalau Rean kembali sama Netta, itu artinya Netta tetap lebih baik dari Rena. Atau mungkin saja Rean tidak menemukan kebahagiaan waktu sama Rena. Semuanya bisa terjadi, bukan?

"Apa sebaiknya gue ngelepas Rean aja, Mel? Gimana menurut lo?" ujar Rena meminta pendapat. Sebenarnya dia sudah merasa putus asa dengan semua ini. Sikap dan omongan Rean yang secara terang-terangan menjadi cambuk untuk mundur dan menyadari posisinya. Mungkin semua orang akan mengira kalau Rena-lah yang terbaik dan nomor satu di hati si tampan, Reandra Atmadja. Namun, tidak dengan Rena. Dia sadar diri.

Amel menggeleng kuat. "Jangan! Lo nggak boleh mundur gitu aja!"

"Gue ngerasa hubungan gue sama Rean itu nggak bisa diperbaiki lagi. Percuma juga gue ngejalin hubungan sama orang yang jelas-jelas hatinya buat orang lain. Gue juga sadar, hubungan ini memang dijalin dengan cara yang nggak baik. Gue menjalin hubungan sama Rean dengan menyakiti hati Netta," tutur Rena. Dia berbicara fakta, kenyataan. Memang tidak seharusnya dia melakukan hal fatal itu. Lihat sekarang! Persahabatan yang telah lama mereka jalin, kini hancur.

"Gue nggak yakin kalau di hati Rean masih ada Netta. Terus buat apa coba Rean sampai berpaling kalau dia nggak cinta sama lo? Dugaan gue, sih, Netta nyimpan dendam kesumat sama lo. Kayaknya dia mau bales dendam dengan ngerusak balik hubungan kalian." Amel mulai beropini. Gadis itu mencoba mengeluarkan apa yang ada di kepalanya.

NETTA [END]Where stories live. Discover now