16. Rena dan Lintang

4.8K 345 16
                                    

"Menuruti emosi dan hawa nafsu hanya akan merugikan, dan penyesalan adalah hadiah yang pasti akan diterima. Lantas setelah aku menyesal, apa kamu bisa menerima kata maaf dariku?" —Rena

***

Gilang duduk di kursi tunggu dengan kepala yang terus menunduk. Sepertinya cowok itu sedang memikirkan kondisi kekasihnya itu, yang kata dokter, Netta kembali drop selepas kejadian tadi.

Gilang mengingat lagi bagaimana keadaan Netta tadi pagi, kondisinya sudah sangat membaik. Gilang sudah sempat mengurus biaya administrasi rumah sakit dan mengkonsultasikan kepada dokter yang bersangkutan agar Netta bisa dipulangkan hari ini. Gilang tak mau gadisnya itu terus merengek meminta pulang. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya dokter mengangguk setuju. Netta diperbolehkan untuk pulang, dengan catatan harus rawat jalan sampai kondisi kesehatannya benar-benar pulih.

Namun, karena kondisinya kesehatannya yang kembali memburuk, sudah dipastikan Netta akan lebih lama lagi berada di tempat ini. Bahkan dokter menyarankan agar gadis itu dibawa ke psikiater setelah pulih nanti. Akibat kejadian malam itu, Netta mengalami depresi dan trauma psikis.

Itu yang membuat Gilang frustasi setengah mati. Gilang ingat betul, bagaimana Netta berusaha menghilangkan nyawanya secara paksa. Gadis itu nekat menyakiti dirinya sendiri hingga harus berada di rumah sakit sampai sekarang. Masih tergambar dengan jelas di ingatannya bagaimana Netta histeris karena ketakutan, mengamuk dan berontak. Dan yang terakhir, Netta melukai Lintang.

Tak pernah terlintas di pikirannya kalau Netta bisa se-brutal tadi. Melihat benda-benda yang berserakan di lantai dan pisau tajam di genggamannya, itu sudah sangat meyakinkan bahwa gadis itu memang sedang di luar kendali. Gilang menyesal sudah meninggalkannya tadi.

Gilang mengacak rambutnya frustasi. "Argh!" Salah satu tangannya yang terkepal meninju tembok.

Cowok itu bangkit dari kursi dan hendak pergi. Namun langkahnya tertahan saat matanya menyorot dua orang laki-laki yang berjalan menghampirinya. Salah satu di antaranya, terdapat perban di pelipis kirinya. Mereka adalah Samuel dan Lintang.

"Lo baik-baik aja, Nta?" tanya Gilang rada cemas.

"Tenang aja! Gue baik, Lang. Ini cuma luka ringan, lagian udah diobatin juga."

"Gue minta maaf atas kejadian tadi, Netta pasti di luar kendali."

Lintang menepuk bahu kiri Gilang. "Gua ngerti, lo nggak usah kayak gitu. Gimana keadaan Netta?"

Gilang menggeleng. "Dia belum sadarkan diri," jawab Gilang tak bersemangat.

"Lang, gue minta maaf. Gue nggak sengaja bikin Netta kayak gini, mulut gue cuman kelepasan tadi. Gue nyesel, Lang." Samuel menatap Gilang sendu, tentu di dalam hatinya dia amat merasa bersalah dan menyesal. Dia tidak bermaksud mengingatkan Netta soal kejadian itu.

"Nggak, Sam. Lo nggak usah merasa bersalah kayak gitu. Gua cuman mau ngingetin sekali lagi, untuk ke depannya tolong jangan sampai lo ngungkit-ngungkit kejadian itu lagi. Ini berlaku buat kalian semua, termasuk gue juga. Gue cuman nggak mau Netta terus-terusan terpuruk kayak gini." Gilang menarik napas panjang lantas menghembuskannya pelan.

"Dia mengalami depresi berat dan trauma psikis, dia jadi sangat sensitif. Tolong bantu gue buat kesembuhannya, gue nggak mau mentalnya sampe ikut terganggu."

Samuel mengangguk pasti. "Pasti, Lang. Kita semua juga menginginkan kesembuhan dia," ujar Samuel.

"Tadi gue liat lo mau pergi, lo mau ke mana?" tanya Lintang.

"Gue mau cek lokasi yang di kirim Netta malam itu, gue mau mastiin siapa tau ada jejak yang ditinggalkan laki-laki bejat itu," ujar Gilang dengan amarah yang tertahan.

NETTA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang