CHAPTER 033

10.2K 487 5
                                    

Tidak pernah semarah ini sebelumnya. Tanganku mati rasa, kedua netra memanas seperti saat kau lupa cara berkedip, dan seluruh sistem saraf menegang seolah siap dengan segala kemungkinan tergila.

Jared menyentuh pipinya yang memerah, menggambarkan telapak tangan samar milikku sambil menatap lantai. Penjaga kasir menghampiri kami—berlari tergopoh-gopoh—sambil memaki atas tindakanku kemudian tanpa tahu apa pun, langsung meminta maaf dengan cara menundukkan badan.

"I'm so sorry, Sir." Si penjaga kasir masih bertahan dengan posisinya, sedangkan Jared masih betah menatap lantai sambil memegangi pipinya dan aku ....

... tentu saja tidak akan meminta maaf, meski harus kehilangan pekerjaan yang baru saja ingin kulamar.

"Dia pegawai baru dan belum mendapatkan arahan bagaimana bersikap kepada pelanggan." Masih dengan posisi menunduk, aku benar-benar tidak tahan membiarkan lelaki itu melakukan hal demikian terhadap Jared.

Dalam bentuk apa pun, dia tidak pantas menerima suatu penghormatan.

Aku menarik tubuh lelaki itu, berusaha keras membuatnya berdiri tegak. Namun, bukannya mendengar terlebih dahulu alasan mengapa aku memukulnya, yang ada justru sumpah serapah menghampiri indra pendengaran hingga gerakan mendadak, di mana lelaki tersebut ingin membuatku turut membungkuk—meminta maaf.

Demi Tuhan, itu tidak akan terjadi.

"Sungguh derajatnya lebih rendah, daripada wanita miskin sepertiku," kukatan kalimat tersebut dengan lantang dan tegas, sambil menepis tangan si penjaga kasir hingga entah seberapa besar kekuatannya, ia mendorongku sampai lantai keramik kotor itu menjadi sasaran tubuh kurusku.

Aku meringis. Hampir menangis, meski hal tersebut bukanlah hal baru bagiku. Dirundung seperti ini adalah makanan sehari-hari masa remajaku dan berakhir ketika usia mencapai dewasa awal.

"Sial!" makiku, sambil berusaha bangkit kembali—ingin menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Namun, sesuatu menahanku. Seseorang menginjakkan sepatunya di kepalaku, hingga menimbulkan sakit luar biasa.

"Jalang sepertimu, tidak sepantasnya memukul seorang Jared," kata Jared kemudian menekan dua kali lipat kakinya di kepalaku, hingga membuatku mengerang kesakitan. "Josh, jika ia adalah pelamar pekerjaan yang kau cari di sini, maka katakan bahwa lowongannya ditutup dan carilah karyawan lain yang mau tidur denganku!"

Dengan kasar Jared menjauhkan sepatunya di kepalaku, meludah mengenai punggung tangan kanan sebelum ia melangkah pergi meninggalkan kami. Si penjaga kasir—yang tadi dipanggil Josh—terus-menerus meminta maaf, hingga membuatku muak dan ....

... tidak bisa dibiarkan lagi. Kebetulan Jared tak mengenaliku dan ia telah kelewatan batas. Aku melepas sepatu kets dan dalam hitungan ketiga melemparnya tepat mengenai belakang kepala lelaki itu.

Gotcha!!!

Sepertinya ini adalah prestasi terbesarku ketika berkelahi dengan seseorang bernama mantan, sekaligus secara tidak langsung menimbulkan pertanyaan baru tentang kehidupan Jared Stephen yang—mungkin—belum kuketahui seluruhnya.

Melempar sepatu ke arah Jared, ternyata bukanlah pilihan bijak karena sedetik kemudian sekelompok lelaki—yang awalnya hanya kuanggap pelanggan—melangkah mendekatiku. Seketika perasaan dintimidasi menyerang dan aku tahu, semakin lama berada di sini bukanlah pilihan terbaik.

Siapa Jared? Sisi apa yang belum kuketahui tentang dia? Mengapa sekarang lelaki itu sedikit terlihat seperti gengster? Jika ia tahu bahwa aku adalah Barbara Holder, mungkinkah ia akan bersikap seperti saat kami berpacaran dulu? Selain itu, apa Kyle mengetahui ini?

Terlalu banyak pertanyaan untuk kejutan tak terduga ini. Kupikir Jared adalah si keledai brengsek, maniak seks meski telah mencampakkan pacarnya dan memiliki tunangan. Namun, kenyataannya dia memiliki kehidupan lain di mana sampai detik ini, aku masih meraba-raba.

"Tahan dia dan masukkan ke dalam mobil sekarang," kata Jared, terdengar tegas dan dingin, memerintahkan orang-orang di sekeliling kami.

"Yes, sir!" kata mereka serempak kemudian melangkah cepat untuk menangkapku.

Dan insting siagaku berbunyi, hingga secepat mungkin mencoba kabur sampai seseorang menarikku. "Lewat sini, Barbara."

"Vektor, kau—"

The Hottest Night With You [END]Where stories live. Discover now