CHAPTER 038

11K 556 2
                                    

Semua terjadi begitu saja, aku bahkan tidak tahu bagaimana awalnya karena yang kutahu hanyalah suara tembakan di sana-sini, aroma mesiu mendominasi, hingga reaksi penuh rasa panik dari para pengunjung restoran.

Kaca-kaca restoran yang awalnya memiliki nilai artistik pun, kini tampak berhamburan bercampur cairan kental berwarna merah hingga aku sendiri tidak mampu menggerakan selain bersembunyi, seusai arahan Harding. Bersembunyi di balik meja, di mana ialah membuat benteng pertahan pada tembakan pertama.

Sisanya, aku tidak tahu apa pun.

Tidak mampu berpikir waras.

Dan hanya terdiam mematung, sambil menangis.

Entah apa alasannya yang jelas aku takut sekali.

Tapi apa mungkin ini ada hubungannya dengan Jared?

"Bergerak, Barb," kata seseorang yang sudah jelas suaranya kubutuhkan untuk menolongku dari kekacauan ini.

"Harding, I can't move."

Harding menatapku lalu menyempatkan diri untuk memberikan ciuman singkat di bibirku, sambil mengambil sesuatu di balik bajunya. Aku tidak lagi bertanya-tanya tentang benda apa yang ada di tangannya, tapi ketika lelaki itu menarik sembari mengulurkan tangannya ....

... keterkejutan kembali menghampiri dan tidak akan semakin terkejut jika Harding menolak untuk ikut dalam adu peluru tersebut.

What the hell! Sebenarnya aku ini berurusan dengan siapa?! Kenapa kisah asmara yang seharusnya selalu dilewati hal-hal manis, sekarang justru kacau balu.

Seketika, otak yang sempat lumpuh pun dipaksa untuk kembali bekerja, demi mencari tahu siapa Harding dan Jared sebenarnya. Mengapa mereka bisa dengan mudah menggunakan senjata lalu Vektor ....

... dia membuatku pangling dalam sekali lihat karena--

"Aaakkhh!"

Jeritan tertahan meluncur di bibir, bersamaan dengan tubuh yang tersentak akibat terkejut, dan rasanya sakit hingga membuatku meringis. Sebuah peluru ternyata menggores kulitku, membuat lengan kiriku robek karena mengeluarkan banyak darah.

Harding melihatnya, tetapi tetap fokus untuk membawaku keluar dari restoran dengan terus menggenggam tangan kananku. Namun, susah payah kulepaskan demi menahan tetesan darah yang terus mengalir. Sedangkan Vektor, entah sejak kapan sudah berada di belakangku sambil terus menembak.

Aku tidak pernah tertembak. Tidak pernah berada di situasi adu tembak. Dan tidak pernah merasa sepanik ini, sehingga dalam keadaan seperti sekarang aku berharap lebih baik Tuhan membuatku kehilangan kesadaran saja.

Sayangnya, Tuhan tidak mengijinkan hal tersebut karena Vektor terus-menerus berteriak memandu kami menuju jalan keluar.

"Pergi ke mobil segera, Barb." Itu suara Vektor, sambil mendorongku pelan dan terus menembak. "Aku akan menyusul kalian."

"Tidak kau ikut dengan kami." Harding berbicara cepat di antara suara tembakan yang ada.

"Sebenarnya ada apa ini?!"

"Kau diam saja, Barb. Dan pastikan selalu berada di belakangku." Harding menarik lenganku cepat, hingga aku kembali berada di balik punggungnya sampai aku melihat ada dua lelaki yang sedang berusaha menjaga satu wanita lemah.

Dan semakin lama berada di sini, aku merasa mual, sesak napas, hingga tubuh gemetar.

Kepanikan, tumpan darah, dan beberapa mayat tergeletak di lantai membuat kecemasanku meningkat drastis. Seketika pandanganku mengabur, nyaris jatuh jika tidak ditopang Harding.

"Just tell me who are you, before I die," bisikku lemah ketika Harding membopongku keluar restoran. "Aku tidak tahu apa dan bagaimana semua ini bisa terjadi. Namun, dari peristiwa sekarang aku jadi meraba-raba tentang siapa kalian sebenarnya."

"Just shut up and focus, Barb," kata Harding ketika kami nyaris sampai pada pintu keluar. "Aku menolak kau terluka lebih dari ini."

Aku mengembuskan napas, memaksa agar paru-paru bekerja sebagaimana mestinya kemudian menoleh ke arah Vektor yang tampak terlalu mahir menembak, membunuh lawan.

"We'll go to Manhattan right now," ucap Harding begitu cepatnya, setelah membantuku masuk ke dalam mobilnya. "Untuk sementara kau membutuhkan tempat yang aman."

"Kenapa? Beritahu aku ada apa ini?"

"Kau berdarah." Hanya itu yang dikatakan Harding sebelum ia bergegas duduk di bangku kemudi.

Serius. Suanasa benar-benar kacau, hingga sirine kepolisian bisa kudengar dari jarak yang sangat jauh. Sehingga di detik kemudian, mobil Harding melaju sangat cepat.

Benar-benar cepat, sampai aku merasa akan mati dalam beberapa kilometer ke depan.

The Hottest Night With You [END]Where stories live. Discover now