CHAPTER 030

11.1K 584 9
                                    

Warning! Chapter ini mengandung banyak narasi. Baca di waktu senggang aja, ya ^^

***

SETELAH MENERIMA KUNCI, aku menyuruh Vektor untuk pergi tanpa perlu merepotkan diri membawa barang-barang belanjaanku. Sudah cukup Vektor mendengar tangisan, curhatan patah hatiku bersama Harding, serta cibiran orang di sekitar saat berbelanja perlengkapan bertahan hidup selama beberapa hari sebagai manusia yang terasingkan.

Oh, betapa jalangnya diriku karena selalu dikelilingi oleh laki-laki dan dengan mudah mencampakkan mereka.

Begitulah yang mereka katakan setiap kali melihatku dan mengetahui bahwa aku adalah Barbara, mantan tunangan Harding Lindemann, CEO Christian's Women dan jalangnya Jared Stephen seorang seniman terkenal, sekaligus tunangan dari model tersohor Kyle Dawson.

Bitch!

Lihat, betapa buruknya aku di mata mereka tanpa mereka tahu bagaimana kenyataannya.

Seharusnya dan andai mereka tahu, bahwa akulah yang paling menderita di sini, hingga menangis pun—kupikir—tidak akan mengubah segalanya.

Aku tetap berada di bagian terdalam. Tanpa cahaya, oksigen, suara, dan pertolongan.

Apa yang dikatakan Harding untuk menolongku dan membersihkan namaku dari skandal tersebut, merupakan kesalahan besar yang pernah kusetujui hingga menciptakan rasa bahwa, menyesal pun terkesan sia-sia.

"Kupikir kau juga mengajakku untuk isolasi diri," kata Vektor saat aku berdiri di depan pintu kamar motel yang kusewa dengan harga murah.

"Kau punya kehidupan yang lebih baik, daripada harus ikut campur urusanku." Menyandarkan kepala di ujung daun pintu, aku mengetuk-ngetuk dinding bercat biru yang telah kusam termakan usia. "Lihat saja, bagaimana mereka membicarakanku sebagai jalang hanya karena melihatku bersama denganmu, setelah gosip penolakan lamaran Harding tersebar setelah skandal bersama Jared."

"TBH, I really don't care, but ... it's ok I'll go if you want it." Vektor berucap tulus kemudian menarikku ke dalam pelukannya dan aku membalasnya dengan hal serupa. "Telepon aku, jika kau membutuhkan sesuatu," katanya lagi kemudian ia pun benar-benar pergi.

Benar-benar pergi demi menghargai keputusanku untuk menyendiri, daripada kembali pulang.

Dan benar-benar pergi, seolah kami tidak saling kenal sesuai permintaanku hingga saat ini hanya debu-debu bau apek yang menemani kesendirianku.

Aku menutup pintu kamarku, menguncinya rapat-rapat dan membawa semua barang belanjaanku. Sebisa mungkin jangan sampai menangis lagi, sebab menghabiskan waktu selama kurang lebih dua jam sudah pasti akan menimbulkan pusing di beberapa jam ke depan, di mana saat-saat tersebut aku akan menjadi manusia tersibuk akan kesendiriannya.

Namun sayang, hal tersebut sulit dilakukan saat nama Harding tampak di layar ponselku dengan sembilan puluh delapan panggilan tak terjawab darinya.

Setelah penolakan yang kulakukan terhadapnya dan dia masih saja mencariku.

Why?

Why me?

Kita bahkan hanya berada dalam hitam di atas putih.

Tidak perlu mencariku, Harding!

Dewi batinku menjerit setengah mati, agar segera meluapkan segala perasaan yang tertahan di dalam dada hingga menimbulkan tremor di sekujur tubuh. Seperti menelan batu, tenggorokanku terasa sakit hanya karena menahan tangis akibat satu orang itu dan seolah telah bergadang selama tiga malam sepasang netra ini pun turut memerah sampai terasa perih. Akhirnya, aku terduduk di lantai samping tempat tidur, melempar benda pipih persegi tersebut ketika ia kembali berdering dengan harapan menjadi tidak berfungsi. Namun, nihil suaranya masih terdengar di sela-sela tangisku.

Bunyi ringtone yang sengaja diatur Harding menjadi nada khusus, berisi lagu favoritnya dan itu kembali menarik kenangan manis di antara kami, di mana ia pernah memaksaku berdansa di apartemennya—hanya dengan mengenakan handuk melilit di tubuh.

"No more time to cry, Barbara." Menghapus sisa-sisa air mata di pipi, segera kubenturkan kepalaku di tepi ranjang berbahan kayu.

Sakit, tapi tidak bisa menandingi rasa di hatiku hingga kedua tanganku membongkar semua barang belanjaanku demi mendapatkan satu benda yang paling kubutuhkan saat ini.

Orang-orang terdahulu mengatakan, bahwa upacara memotong rambut bisa membuang kesialan.

Jadi ... selamat tinggal my beautiful hair.

Satu.

Dua.

Tiga.

Empat.

Empat gengaman rambut cokelat kebanggaanku, sukses menyentuh lantai. Tidak memerlukan cermin untuk membuang kesialan karena bukan demi kecantikan kulakukan hal tersebut, tapi cenderung agar Harding—yang merupakan awal kesialanku—tak lagi mengenali bahkan tertarik denganku.

Tidak ada Barbara Holder mulai detik ini.

Tidak ada wartawan yang memiliki kepakaan luar biasa saat bertemu Barbara Holder.

Dan tidak ada lagi kehidupan percintaan penuh kesialan itu.

From now on, I'm a new women.

Without heart broken.

Without family.

Without friend.

I'll be a stranger.

... dan hal itu kulakukan dengan mengubah seluruh penampilanku menjadi orang lain, meski masih dalam isak tangis terkutuk ini.

"Good bye Barbara." Menumpahkan cat rambut di tangan kiri, kutatap lekat-lekat wajah menyedihkan di pantulan cermin kamar mandi. "Kau jalang yang tidak pantas hidup," kataku kemudian sebelum kaca bening bercat air raksa di salah satu bagiannya itu retak, meninggalkan tetesan merah kental di tangan kananku.

Untuk pertama kali, melakukan perusakan pada barang milik orang lain.

Aku tertawa keras. Semakin keras, sambil menegak beer yang kubeli di supermarket.

Dalam hitungan ke sepuluh, musik beraliran hardcore pun menjadi latar dari kesedihan sekaligus rasa frustrasiku dan ....

... sungguh, aku ingin menggila.

Ingin merasakan bebas.

Melupakan segala hal yang memicu stress.

Dan kekacauan penuh kebahagiaan itu pun dimulai.

Bersama damar dan dedaunan kering yang dibakar bersama lilitan kertas, kemudian berakhir di bibirku hingga melahirkan kepulan asap tipis paling memabukkan.

Demi Tuhan, untuk sekejap saja biarkan aku melupakan kehidupanku.

***

804 kata. Hahaha

Ada yang tau Barbara lagi ngapain aja di motel? Silakan dikomen yaa, karena diriku sedang belajar menggunakan deskripsi daripada langsung kasih tau.

Next sampai beberapa chap barbara bakal jadi orang lain, meninggalkan kehidupannya. Kira-kira bakal gimana ya??

Semoga kalian gak bosan sama drama ini ^^

The Hottest Night With You [END]Where stories live. Discover now