CHAPTER 006

30.5K 1.3K 24
                                    

LUTUTKU GEMETAR DAN lembek seperti jelly. Berlari layaknya seleberiti yang sedang menghindari paparazi dengan menggunakan high heels bukanlah ide terbaik bagiku. Namun, terpaksa kulakukan untuk menjauhi tatapan atau pun perhatian Harding. Jadi adegan berjalan santai kemudian menegur akan kubuang jauh-jauh saat ini, sebab Harding sepertinya akan masuk ke restoran Kate.

Melalui pintu masuk karyawan—sengaja menghindari pintu utama—agar tidak bertemu Harding, aku segera masuk ke ruang ganti, membersihkan tubuhku sejenak, dan meminjam seragam tak terpakai (konyol rasanya jika menjadi pelayan, tapi mengenakan gaun mahal) dengan nama Lily James.

Setelahnya segera kuberanjak menuju dapur—secara tersirat menolak pekerjaan front desk—tapi Jacob, salah satu karyawan Kate mengatakan bahwa wanita itu memanggilku untuk menemuinya di meja kasir.

Jujur saja, untuk hari ini aku benar-benar menolak untuk membantu di bagian depan. Namun, aku kenal Kate dan begitu pula sebaliknya, di mana Kate mengetahui bahwa aku sangat menyukai pekerjaan yang membutuhkan kemampuan interaksi. Jadi jika tiba-tiba aku menyatakan keberatan, dia pasti akan menaruh curiga.

... yang mana aku sendiri pun tidak mau dia curiga dan menganggapku sedang menghindari seseorang.

Jadi sebagai adik yang baik dan juga membutuhkan upah, mau tidak mau aku harus menurutinya. Meski sebenarnya dengan berat hati, sekaligus khawatir jika perkiraanku (Bahwa Harding akan memasuki restoran ini) akan menjadi sungguhan.

Kenyataannya, apa yang ditulis Kate melalui pesan singkat memang benar adanya. Suasana restoran pizza ala kafe favorit anak muda milik Kate memang terlalu ramai, bahkan cenderung tidak terkendali. Mungkin karena sekarang weekend atau karena keberadaan panggung festival musik rock tahunan yang diadakan tidak jauh dari restoran. Entahlah. Intinya ketika Kate memanggilku, aku jadi tidak bisa menghindari Harding sebab tanpa melihat situasi wanita itu malah menyuruhku untuk melayani meja nomor delapan.

Sungguh, meja nomor delapan! Dan jika kalian penasaran, itu adalah meja yang ditempati Harding bersama seorang wanita berkulit eksotis dengan rambut hitam berkilau.

Dia—wanita itu tampak jauh lebih anggun, daripada aku. Dilihat dari sudut mana pun, tampak jelas bahwa yang bersama Harding bukanlah perempuan biasa. Katakan saja, tipikal golongan kelas atas di mana aku sendiri masih berada di golongan menengah ke bawah semenjak memutuskan hidup mandiri.

"Kau memang pria bebas," bisikku mengomentari Harding. "Dasar playboy dengan permainannya yang luar biasa," lanjutku lagi setelah beberapa langkah, sebelum benar-benar sampai di mejanya.

Seolah menyadari keberadaanku, Harding tersenyum ke arahku. Bukan senyum terpesona atau menggoda sekali pun, tapi lebih ke arah takjub karena akhirnya bertemu lagi denganku. Ha-ha, wow, baiklah silakan katakan bahwa aku memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Namun, begitulah kenyataannya. Harding nyaris bangkit dari tempat duduknya, jika saja dia tidak ingat bahwa masih ada seorang wanita di depannya.

"Good morning, sudah memilih pesanan?" tanyaku, seramah mungkin melupakan peristiwa gila di antara aku dan Harding berdua.

"Oh, sure," jawab wanita itu. "Beruntung kau menghampiri kami, sebelum aku kebingungan mencari pelayan. Hari yang sangat sibuk, bukan?"

Mengangguk pelan, aku menyetujui kalimat terakhir wanita itu. Fakta jelas mengatakan bahwa saking sibuknya, Kate sampai harus memanggilku ke sini dan membuatku berakhir dengan pertemuan tak diharapkan ini.

"Kesibukan di restoran adalah dambaan kami karena tentu akan memberikan omset yang lebih dari biasanya, Miss," kataku realistis sebab jika Kate memanggil serta meminta bala bantuan, sudah pasti aku juga menerima bagian dollar yang sebenarnya selalu kubutuhkan. Bahkan menjadi nomor satu dihidupku.

The Hottest Night With You [END]Where stories live. Discover now