25. Rahasia Antara Mereka

Start from the beginning
                                    

"Ya, semua gara-gara August." Oktof menyahut, masih menyimpan kekesalannya akan jawaban August saat mereka diinterogasi beberapa waktu yang lalu. April mencoba untuk tersenyum, menyalahkan August dalam kondisi saat ini bukanlah pilihan yang tepat, lelaki itu juga punya masa sulit yang tidak dimengerti mereka.

"Tapi, kita nggak akan menyerah kan?" tanya April. Ketiganya menatap April penuh arti. "Kita bakal terus cari bukti apa aja meski tanpa bantuan sekolah. Cepat atau lambat semuanya bakal terungkap."

"Ya. Itu harus."

Sebersit perasaan lega menyelimuti hati April. Meski tidak banyak yang ingin ikut berpihak kepadanya di sekolah ini, setidaknya ia masih menemukan sekitar tiga orang disertai keyakinan yang kuat untuk membantunya mencari keadilan. Ya, hanya tiga orang saja.

"Ngomong-ngomong, makasih yah waktu itu udah mau nolongin Mey-Chan." Kembali, April menatap Oktof, mengingatkan lelaki itu akan kejadian di cafetaria beberapa waktu yang lalu saat March menumpahkan makanan di kepala Tomori. Lelaki itu memang di sana—membantu Tomori. "Gue tahu kalau dia ketakutan berhadapan sama March waktu itu, tapi kalau ditolongin lo gue yakin dia—"

"Uhuk-uhuk!" Tomori terbatuk, meraih botol minumnya dan tak sengaja menumpahkan air minum di seragam April. 

"Yah, seragam gue ..." April yang sudah mengambil jarak menjauhi Tomori mendelik. Gadis Jepang itu mulai reda dari aksi tersedaknya dan menatap April, jahil.

"Maaf."

"Makanya kalau makan itu pelan-pelan," ujar Oktof sambil menggelengkan kepala ke arah Tomori. Gadis itu hanya tersenyum kikuk.

"Udah nggak apa-apa. Gue tahu kalau lo lagi gugup kok," goda April lagi, ia beranjak dari bangkunya sambil menepuk-nepuk bagian rok yang basah. "Gue ke toilet dulu deh."

"Gue temenin."

"Nggak usah." April terkekeh menatap Tomori yang mulai merasa bersalah. Sesekali beralih pandangan ke arah Januariz, memberi kode agar meninggalkan Tomori dan Oktof berdua saja. Untungnya, lelaki itu sangat peka. Januariz mengangguk-angguk dengan membiarkan April pergi terlebih dulu.

April melangkah menjauhi taman. Selain karena niat awalnya yang ingin ke toilet, ia juga ingin meninggalkan Tomori dan Oktof berdua—hitung-hitung untuk memberi waktu bagi mereka agar tidak secanggung tadi. Berharap penuh bahwa Oktof mau mengajaknya bicara—meski lelaki itu sendiri jarang untuk mengeluarkan kalimat.

Dalam perjalanannya menuju toilet yang lumayan jauh dari taman, April menangkap presensi Juli dan Owy, berbicara di koridor sekolah yang sepi. April mengernyit memperhatikan gerak-gerik mereka—sepertinya mereka terlibat pertengkaran mulut karena Juli selalu berbicara dengan wajah yang tersungut marah. Nampak, Owy selalu memegang tangan Juli, berusaha untuk bicara dengan nada lembut tetapi Juli dengan kasar menepis sentuhan lelaki itu.

Tak kehilangan akal, April pun mencari tempat untuk bersembunyi, berniat untuk menguping pembicaraan mereka. Memang dirasa kurang sopan, tetapi ia tak punya cara lain untuk menyelidiki gerak-gerik Juli yang selalu terlihat aneh—terlebih sekarang gadis itu berbicara empat mata dengan seorang anggota Red Blood. Akhirnya, April merapatkan dirinya ke tembok kelas, menajamkan telinganya dengan wajah serius. 

"March tahu semuanya, 'kan?" Juli mengehela napas kasar. "Owy, jawab gue. Gue bakal aman, 'kan? Gue nggak bakal kena masalah, 'kan?"

Lelaki itu menatap Juli nanar. "Ada baiknya semua terungkap, Juli. Kita nggak bisa lagi nyembunyiin ini terlalu lama. Harusnya ini waktu yang pas buat kita melapor ke pihak yang lagi mengawasi sekolah."

"Lo gila yah? Lo nggak mikir perasaan gue? Gue udah berbulan-bulan berusaha melupakan kejadian itu dan lo minta gue buat bicara sama dinas pendidikan?" bentak Juli, kali ini lebih keras. 

Seamless (TERBIT)Where stories live. Discover now