41. Mengungkapkan Kebenaran

4.7K 943 708
                                    

Hari ini adalah sidang pertama atas penuntutan keluarga Stanley dan Hanum kepada Fedelin William selaku ketua yayasan JIPS karena menjadi tersangka utama penutupan kasus bunuh diri yang dilakukan tiga bulan yang lalu. 

Tiga bulan yang lalu, saat segala hal terlihat kacau bagi Owy yang saat ini sedang duduk dengan wajah yang tertekuk kusut di depan Bu Pundrama. Melakukan kesaksian atas apa yang ia alami sebagai seorang saksi dari kejadian Septria Hanum. Katakanlah lelaki itu sedang gugup sekarang, karena pengakuannya akan disaksikan secara langsung di pengadilan nanti. Namun, sebelum itu, Owy mempersiapkan mentalnya di depan Bu Pundrama dan Pak Toni yang ingin mendengar semua cerita itu secara khusus di ruangan konselor. 

Di sinilah Owy sekarang, di ruangan konselor. Selain diisi oleh kehadiran Bu Pundrama dan Pak Toni, Januariz juga turut serta berada di ruangan, duduk di belakang Owy seraya menyimak. 

"Jadi, apa itu benar bahwa saudari Septria pernah meminta bantuan kepada Bu Pundrama?" Sebagai awal, pertanyaan itu ditujukan Pak Toni kepada Bu Pundrama yang sedang menautkan jemarinya di atas meja. Berdehem sedikit untuk menetralkan raut wajahnya yang ikut tegang.

"Ugh ...," tampaknya Bu Pundrama memang kesulitan menjawab pertanyaan itu. Mungkin karena masih merasa takut. "Ya, pak."

"Apa tidak ada sedikit pun niat dari Ibu untuk membantunya?"

"Tak ada bukti yang bisa menyatakan kebenaran gadis itu. Sebagai guru konselor, saya tentu membutuhkan bukti yang sangat kuat, pak."

"Atau karena Ibu takut dipecat?" Owy menimpali dengan tatapan kosong yang terpatri dengan suara datar.

"Tidak, bukan begitu, Owy," tegas Bu Pundrama lagi. "Juli tidak menjelaskan bahwa dirinya adalah korban, ia hanya menjelaskan bahwa ia telah melakukan kesalahan dan itu tepat di hari kematian Septria. Dan Septria, dia tak pernah menghubungi Ibu lagi untuk memberi bukti, ia juga tak pernah menemui Ibu setelah itu."

Masih dalam tatapannya yang mengandung kekosongan, Owy tersenyum kecut. Melakukan kilas balik dalam ingatan atas apa yang sebenarnya terjadi—jauh sebelum ia berada di ruangan konseling ini.

▪ Flashback On ▪

"Selamat bergabung menjadi anggota Red Blood. Patuhi perintah yang sudah kutempel pada loker kalian masing-masing dan bekerja keraslah untuk kesukesan tim nanti."

Pelantikan baseball yang diselenggarakan oleh pelatih, ketua yayasan dan kepala sekolah di aula terbuka JIPS adalah hal yang paling ditunggu-tunggu Owy Rener sejak ia masuk ke dalam sekolah itu. Mengikuti seleksi selama sebulan lebih, ia berhasil dilantik menjadi seorang pitcher dengan nama yang paling pertama dibacakan. 

Bangga. Tentu saja ia bangga.

Alasan pertama Owy masuk pada tim baseball adalah ingin menggapai Juli yang namanya semakin melejit di Jakarta. Menjadi seorang selebriti, model bahkan brand ambassador dari skincare ternama dengan jumlah followers Instagram berjuta-juta membuat Owy minder. Ia menyukai gadis blasteran itu sejak mereka duduk di bangku SMP. Tetapi, sayangnya, Juli sangat sulit digapai hingga satu-satunya cara yang terpikirkan adalah menjadi terkenal sama seperti Juli.

"Beri hormat kalian pada ketua yayasan dan kepala sekolah!"

Lantas, para atlet memberi hormat dengan mengangkat tangan hingga ke samping pelipis mereka selama beberapa detik lalu diturunkan kembali.

Bertepatan dengan itu bunyi gedebuk dari arah belakang membuat para atlet, pelatih, kepala sekolah bahkan ketua yayasan memusatkan perhatian mereka pada seorang lelaki yang baru saja melompati tembok gedung auditorium JIPS yang terhubung dengan jalan raya. Lelaki yang menjadi pusat perhatian itu tertegun dalam beberapa saat ketika menyadari bahwa gedung itu sedang digunakan untuk melantik para atlet baru.

Seamless (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang