30. Disalahkan

4.6K 1K 871
                                    

April mendengar banyak desas-desus dari setiap orang yang berdiri dengan sekumpulan kawanan mereka di depan loker, membicarakan tentang Juli yang sempat menjadi sorotan publik kemarin. Beberapa di antara mereka membuat asumsi sendiri bahwa Juli tertekan karena karir-nya atau mungkin bertengkar dengan Juni? 

Opsi terakhir sangat mustahil mengingat kakak-beradik itu tak pernah bertengkar atau memisahkan diri satu sama lain.

"Atau mungkin karena Juli kelamaan jomblo?" tanya Tomori saat melihat April sedang terpaku pada sekumpulan gadis bergosip di sampingnya. April berdecak mendengar sanggahan sahabatnya yang terdengar sangatlah konyol.

"Ngapain sih lo ikut-ikutan bikin asumsi sendiri?" protes April.

"Yah, biar seru aja. Habis, gue nggak dibolehin gosip sama orang-orang di kelas gue."

"Bagus dong kalau gitu, biar lo bisa terapin anti gosip setiap hari."

Tomori mengerucutkan bibirnya, melangkah beriringan dengan April yang mulai menuju kelas mereka. "Argh! Kenapa sih susah banget dapet temen gosip?"

"Lagian buat apa lo gosip? Nggak ada manfaatnya, tahu?"

"Bergosip tuh bisa menambah pengetahuan kita tentang kehidupan orang lain, Pril," jawab Tomori membuat April menggelengkan kepalanya. "Dengan begitu wawasan kita jadi luas dan hidup kita bisa sejahtera."

"Ya, masalahnya nggak ada yang mau memperluas wawasan sama lo."

Tomori memutar bola matanya kesal, "Tahu tuh sama orang-orang di kelas gue. Hanya karena tahu gue peringkat terakhir di kelas aja pa ngejauh. Dasar anak pinter!" umpatnya. Kemudian, Tomori membekap mulutnya sendiri, tersadar bahwa gadis yang berdampingan dengannya juga termasuk dalam kategori murid pintar. "Yah, kecuali elo deh."

April menoleh dengan dahi yang mengernyit, "Peringkat terakhir?"

"Iya. Kaget kan lo? Udah deh, gue tahu lo pasti mau pamer kan kalau lo dapet peringkat pertama? Seantero sekolah juga tahu kali, Pril."

"Nggak." April menggeleng, sekilas memperlihatkan kebingungannya mendengar jawaban itu. "Gue baru tahu kalau JIPS juga bikin peringkat di tiap kelas. Bukannya sistem pendidikan JIPS sekarang nggak berdasarkan peringkat lagi?"

"Serius lo nggak tahu kalau JIPS bikin peringkat kelas? Wah, saking sibuknya sama lomba, sih lo, jadi nggak peduli sama peringkat."

Untuk pernyataan yang satu ini, Tomori benar. April memang tidak terlalu memperhatikan peringkat di kelas karena sibuk dengan berbagai lomba sekolah. Muzdalifah pun tak pernah memberitahu apapun kepadanya, mungkin karena perkara angka atau yang disebut peringkat sudah menjadi hal yang biasa untuknya mengingat April selalu mendapatkan posisi pertama sejak ia SMP.

April pun berusaha untuk tak mengacuhkan pembahasan mengenai peringkat lagi hingga Tomori berpamitan dan meneruskan langkah ke kelas Akasara, sedangkan April membelokkan langkah kaki memasuki deretan kelas Akselerasi. Bertepatan dengan itu, bel masuk pun berbunyi. Semua siswa-siswi segera masuk ke dalam kelas masing-masing, menanti guru yang biasanya datang dua menit setelah bel berbunyi. 

Tapi, tidak untuk Januariz. 

Lelaki itu malah keluar dari kelas sembari memperbaiki letak headset di telinganya. Berjalan cuek bebek melewati April yang kebingungan di depan kelas. 

"Jan, lo mau ke mana?" April menghentikan langkah Januariz, mengamati raut wajah yang terlihat kurang bersahabat itu dengan seksama, lalu berpaling ke arah tas yang menggantung di punggungnya. "Jangan bilang lo mau bolos?"

"Jangan ngikutin gue," ujarnya datar. Kemudian meneruskan langkah tanpa melirik April lagi.

April menggelengkan sejenak. Entah kenapa ia tertarik untuk menyusul lelaki itu dibandingkan masuk ke dalam kelas. "Lo pasti nggak ngerjain tugas kan?" tebaknya, sementara Januariz pura-pura tak mendengar, namun ia sendiri tak bisa berbohong bahwa ia tak mengerjakan tugas sekolah. "Lo bisa nyalin tugas gue, Jan. Bolos tuh bukan pilihan yang tepat buat lari dari hukuman, tahu?"

Seamless (TERBIT)Where stories live. Discover now