31. Sedikit Cerita

4.5K 1K 798
                                    

Setelah kejadian Juni melabrak April di koridor sekolah, Januariz membawa April ke taman JIPS. Langkah keduanya berhenti tepat di bawah pohon. Tak banyak orang yang berada di sana, hanya beberapa penyendiri yang duduk dengan earphone mereka dan membaca buku-buku pelajaran.

"Kenapa sih, lo nggak bisa bela diri di depan Juni?" seru Januariz.

Terdiam selama beberapa detik, April memusatkan perhatiannya pada tautan jemari yang masih saja dilakukan Januariz. Ia pun tersadar setelahnya, melepaskan genggaman tangannya dari April tanpa menatap gadis itu. "Sorry." April tahu bahwa Januariz hanya refleks menariknya saja agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dari Juni. "Kalian jadi pusat perhatian, tahu nggak?"

"Hm, gue tahu," balas April.

"Sebenarnya lo sama Juli ada masalah apa, sih?" tanya Januariz lagi. Semula, April terlihat ragu untuk menjawab pertanyaan itu, ia pun memilih untuk diam hingga Januariz kembali melanjutkan. "Pril, mengenai pembahasan tentang Septria tadi, lo pikir gue nyembunyiin sesuatu tentang dia?"

"Lo emang tahu sesuatu, kan?"

"Yang gue jelaskan hanya tentang CCTV. Dua bulan yang lalu, CCTV di belakang sekolah emang dicabut karena rusak. Hanya itu yang gue tahu. Kenapa lo jadi nggak percaya, sih?"

Dalam waktu yang cukup lama, April menatap Januariz, menelusuri netra hitamnya yang mungkin bisa memancarkan kebohongan? Tapi tidak, April tak menemukan titik kebohongan itu yang berarti Januariz memang berkata yang sebenarnya. Hingga pada detik berikut, April tersenyum tipis.

"Gue percaya kok. Tapi, soal asumsi lo kalau Septria diperkosa di sana, apa itu bisa berhubungan? Hanya karena dicabut saat kematiannya Septria, itu nggak membuktikan apapun, Jan."

Januariz membenarkan hal itu. Bahkan kalau benar CCTV dicabut dengan alasan Septria yang diperkosa, bukankah itu berarti bahwa pihak sekolah menutupi kasusnya? Dan mereka tahu dengan jelas siapa yang melakukan hal itu.

Sementara itu, jauh dalam pikiran April, ia berkelana. Berusaha mencerna tentang asumsi yang dibuat oleh Januariz, karena sesungguhnya itu sedikit masuk akal jika pihak sekolah menutup kasus kematian Septria. Ucapan bela sungkawa yang April muat dalam website JIPS bahkan dihapus oleh pihak sekolah, serta, Bu Pundrama yang tahu kalau Juli mengalami trauma atas kematian Septria. Semua itu tampak berhubungan. 

Hal terakhir yang ada dalam ingatan April adalah saat di mana ia melihat video yang samar dalam monitor ponsel Juli yang jatuh beberapa pekan yang lalu. Sekilas, April mengernyit, menghubungkan pengelanaan waktu dalam memorinya yang benar-benar saling berhubungan.

🐾🐾🐾

Sepulang dari sekolah, April berdiri di depan pintu rumah bercat maroon, menekan bel selama dua kali dan mendengar langkah kaki seseorang dari dalam rumah membukakan pintu. Hanya butuh waktu selama lima menit menunggu, pintu dibuka oleh seorang wanita berusia tiga puluhan tahun bersanggul yang tersenyum lebar.

Setelah memikirkan banyak hal, April pun memilih langkah selanjutnya untuk mengunjungi rumah mendiang sahabatnya—Septria Hanum. Alasan utama kenapa ia ingin mengunjungi rumah Septria, April ingin tahu, apa Septria menulis diary, catatan yang mungkin berisi banyak rahasia atau sebagainya? Dan juga, mungkin ia bisa mendapatkan secuil infomasi dari keluarga Septria mengenai putri mereka yang telah bunuh diri.

Namun, semua ekspetasi April surut perlahahan ketika melihat wanita yang dikenal April sebagai ibu dari Septria Hanum memudarkan senyum lebarnya dan berganti menjadi sorot mata tajam yang mengintimidasi.

"Permisi, tante," sahut April dengan sopan.

"Mau apa kamu ke sini, April?" tanya wanita itu, sinis. Bahkan tak sedikit pun memberi tempat untuk April masuk ke dalam rumahnya.

Seamless (TERBIT)Where stories live. Discover now