55. Awalan

359 51 2
                                    

If you like and enjoy this story, please appreciate this story by giving vote and some comment.

Thank you.

*****

Dahi Wira berkerut dalam dengan mata yang fokus pada layar di meja ruang CCTV. Sesekali ia meminta sang pengawas yang menggerakkan mouse supaya pelan-pelan memutar hasil rekaman kamera pemantau di koridor khusus loker siswi. Ia benar-benar tidak ingin ada satu hal janggal pun yang terlewat.

Sementara Ilham yang berdiri di samping Wira tampak lebih tenang. Meskipun begitu, fokusnya tidak berkurang sedikit pun. Sebelum kemudian sebuah gambar dalam monitor membuatnya refleks menepuk bahu pria yang duduk di depan komputer.

"Eh, maaf, Pak. Saya kelepasan. Tolong mundur ke jam sembilan lewat berapa menit tadi."

Wira yang belum menyadari apa yang ditangkap oleh Ilham, hanya mengangguk. Membiarkan pria yang duduk di depannya menggerakkan mouse ke arah kiri. Kemudian mulai memicingkan mata saat mendapati apa yang ia curigai.

Pada monitor itu terlihat seorang siswi sengaja menyelipkan sobekan kertas ke loker milik Senja. Gerakan gadis dalam monitor itu tampak tergesa-gesa dan mencurigakan. Bahkan, terlihat sesekali memperhatikan kanan-kiri. Seolah sedang memastikan bahwa dirinya aman dan luput dari penglihatan orang sekitar.

"Fix, itu bukan Senja," celetuk Ilham dengan yakin. "Gue tau sepatu yang dipakai cewek itu bukan sepatunya Senja. Senja cuma pernah pakai dua sepatu ke sekolah, hitam sama abu-abu. Sementara cewek di rekaman itu pakai sepatu maroon."

Wira mengangguk-angguk, percaya terhadap pemikiran Ilham yang notabene teman sekelas Senja. Namun, pemuda itu juga memiliki pemikiran lain yang membuat kecurigaannya meruncing pada satu nama.

"Kami boleh minta rekamannya? Tadi saya sengaja bawa flashdisk ke sini, siapa tau Bapak mau kasih rekamannya. Biar kami enggak nuduh tanpa bukti." Wira mengulurkan sebuah benda kecil berbentuk batang yang langsung diterima oleh pria pengawas ruang CCTV.

Keluar dari ruang pemantau, Wira bergegas mengajak Ilham menemui seseorang. Tentunya orang itu tidak lain adalah terduga tersangka. Ia sudah tidak sabar membuat gadis dalam rekaman kamera pemantau tadi untuk mengakui perbuatannya sebagai penyebar fitnah untuk Senja. Sekaligus ingin melanjutkan misi Nabastala yang pada akhirnya harus ia eksekusi sendiri.

"Kelas lo? Enggak salah, nih?" Ilham menggaruk-garuk kepala sambil menatap penuh tanya. Namun, Wira hanya membalas dengan senyuman miring.

Wira melambaikan tangan ke arah seorang gadis yang sedang sibuk dengan ponsel. "Sini, Nas! Gue mau ngomong."

Nasya yang merasa namanya dipanggil pun mendongak. Kepalanya refleks memutar ke arah ambang pintu di mana ada Wira dan Ilham menatapnya dengan pandangan berbeda. Kemudian gadis itu memasukkan ponsel ke saku rok dan menghampiri keduanya.

"Ck. Kenapa, sih? Ganggu aja, tau, enggak. Orang gue lagi nungguin balasan chat dari Nabas, juga."

"Ikut gue sama Ilham ke taman belakang sekolah!"

"Tapi ngapa—"

Ilham menghela napas. "Udah, ikut aja. Lagian, mau lo chat berapa kali pun, enggak akan dibalas. Belajar dari pengalaman."

Mereka bertiga berjalan menuju sebuah pohon rindang yang ada di taman. Kemudian duduk dengan posisi Nasya di tengah. Membuat Nasya merasa akan diinterogasi dan tidak bisa lari.

"Kenapa? Buruan! Kalian, tuh, buang-buang waktu gue."

Wira melirik Ilham sesaat, lalu kembali menatap Nasya. "Kenapa lo nuduh Senja nyuri dan nyobek buku panduan musik?"

Nabastala Senja (END)Where stories live. Discover now