45. Gangguan dan Hal Manis

377 54 2
                                    

If you like and enjoy this story, please appreciate this story by giving vote and some comment.

Thank you.

*****

Sejak bel istirahat pertama, Nabastala dan Senja menjadi perhatian hampir seisi kelas. Keduanya tampak begitu dekat dan seolah memiliki ikatan. Hal itu mengundang rasa penasaran Roy dan Rere yang saling lirik dengan raut menyiratkan tanya.

Roy yang kini duduk di depan dua sejoli itu kembali melirik Rere. Kemudian menyeruput es jeruknya hingga tandas. Namun, mata pemuda itu masih tidak lepas dari interaksi antara Nabastala dan Senja. Ia benar-benar merasa heran sekaligus bingung. Pasalnya, wajah ramah dan senyuman yang menghiasi bibir Senja baru pertama kali ia lihat bisa selepas itu.

Bukan hanya Roy ataupun Rere yang sejak tadi memperhatikan Nabastala dan Senja. Para pengagum Nabastala yang berkumpul di kantin pun sangat ingin tahu mengenai hubungan pemuda itu dengan Senja. Pasalnya, Nabastala tidak pernah terlihat dekat dengan gadis mana pun saat bersekolah di sana. Bahkan, jika pemuda itu bukanlah ketua OSIS dan ketua ekstrakurikuler musik, akan banyak siswa yang melabelinya sebagai sosok angkuh.

Aldi yang baru saja bergabung usai menjalani hukuman hormat di depan tiang bendera lantaran terlambat, mengernyit heran. Dipandanginya Senja yang duduk di samping Nabastala. Gadis yang sampai saat ini masih berusaha ia dekati itu justru terlihat akrab dengan Nabastala. Bahkan, ia yang pernah secara terang-terangan mengungkapkan perasaan pun tidak pernah memiliki kesempatan untuk berbincang sehangat itu.

“Jangan terlalu banyak sambalnya, Sa,” tegur Nabastala sambil menahan tangan Senja yang akan mengambil sesendok sambal lagi untuk dituang ke mangkok bakso gadis itu.

Senja menghela napas. Gadis itu menurut saja dan mulai menikmati makanannya. Sesekali ia saling pandang dengan Nabastala. Kemudian tersenyum kecil. Sesuatu yang langka dapat dilihat oleh sahabat-sahabat Nabastala.

“Udah, deh, Bas, Ja. Jangan suguhi gue dengan keuwuan kalian itu.” Roy bersuara. Ia merasa jiwa playboy-nya diragukan. Sebab, pemuda itu memiliki banyak mantan, tapi belum pernah seperhatian itu dengan gadis mana pun. Hanya saat awal-awal mendekati saja, ia menggunakan jurus manis dan membuat para gadis masuk pesonanya.

Sementara itu, seorang gadis yang berada tidak jauh dari tempat Nabastala dan Senja, menahan kekesalan. Rasa cemburunya kian berkobar. Apalagi saat melihat Nabastala yang kini mengusap lembut puncak kepala Senja. Ingin rasanya ia berada di posisi Senja. Namun, itu tidak mungkin. Ia terlalu pandai dalam menyembunyikan kebencian. Pun terlampau naif untuk mengakui kekalahannya dalam hal mendapatkan hati Nabastala.

Mungkin, dapatin lo emang enggak gampang, Bas. Tapi mengusik Senja juga enggak sulit. Gue bakal buat dia enggak betah di sini batin gadis itu.

“Kenapa, Wir?” tanya Gea yang sejak tadi memperhatikan Wira hanya mengaduk nasi goreng, tapi belum memakan sesuap pun.

Wira menoleh, lalu mengulas senyum tipis. “Bokap sama nyokap gue marah. Terus mulai sekarang, mereka larang gue buat manggung.”

Ilham yang duduk di depan Wira, mendongak. Menghentikan kegiatan makannya. “Ketahuan, Wir?” tanyanya yang jelas tidak memerlukan jawaban selain iya.

Aldi menaikkan sebelah alis. “Padahal lumayan, tuh, duitnya. Bisa buat tambahan. Kalau gue ada bakat selain balapan liar, juga mau.”

Wira mendengkus. “Gue cuma nyari kepuasan batin, bukan materi, Di. Kalau soal materi, gue udah merasa beruntung. Tapi kebahagiaan seseorang enggak bisa dinilai dari berapa banyak harta yang dipunyai. Karena ukurannya bukan dari situ, tapi rasa syukur di hati. Sebanyak apa pun, kalau enggak bersyukur, akan merasa kurang.”

Nabastala Senja (END)Where stories live. Discover now