30. Cemburu? (2)

430 59 6
                                    

If you like and enjoy this story, please appreciate this story by giving vote and some comment.

Thank you.

*****

"Jadi, mau Caca lukis atau Caca kasih nomornya ke Bang Aldi?" tawar Caca pada Senja yang kembali menggigiti cokelatnya.

"Siapa yang mengajarkan kamu mengancam?" Senja bersuara tanpa menoleh.

"Ish, Kak Senja. Ini bukan mengancam, tapi Caca kasih penawaran. Kalau Kak Senja enggak mau dilukis, ya berarti Kak Senja juga ada rasa ke Bang Aldi."

Senja menatap tajam sang adik. Sementara Nabastala diam-diam memperhatikan ekspresi gadis itu. "Ck. Dilukis aja," putusnya yang seketika membuat kedua sudut bibir Nabastala tertarik ke atas.

*****

Langit telah menggelap. Bintang-bintang bertaburan dan purnama sedang bersinar terang. Seorang pemuda tampak berdiri di depan lemari pakaian. Sesekali menyemprotkan parfum sambil memperhatikan penampilan dari pantulan cermin. Ia tampak sempurna dengan jeans hitam, kaus putih, dan jaket abu-abu sebagai luaran. Sementara kakinya dilapisi sneaker putih.

Seulas senyum terlukis di bibirnya. Kemudian bergegas menggendong tas gitar dan mengambil kunci motor di meja belajar, lalu keluar kamar. Ia sudah tidak sabar segera bertemu dengan gadis yang akhir-akhir ini menghantui pikirannya sebelum terlelap. Gadis yang dengan sikap dingin pun dapat membuatnya merasakan ketenangan.

"Jadi keluar, Bas?" tanya sang nenek yang sedang menonton televisi.

"Jadi, Oma. Nabas pamit dulu, ya. Takut terlambat." Nabastala mendekat, lalu menunduk dan mencium punggung tangan sang nenek.

Atma tersenyum penuh arti. "Mau ke mana cucu Oma? Wangi sekali."

"Ke rumah Senja."

Dahi Atma berkerut. "Senja?" tanyanya yang langsung dijawab Nabastala dengan anggukan kecil dan senyum tipis.

Atma tersenyum penuh arti. "Cucu Oma terlihat seperti pemuda yang sedang kasmaran. Apa benar begitu, hm? Apa gadis itu yang akhir-akhir ini membuat cucu kesayangan Oma tersenyum-senyum sendiri sambil bermain gitar?"

Nabastala menyembunyikan rasa panas yang menjalari pipinya dengan memalingkan wajah ke arah lain. Ia berdecak pelan sambil menahan kekehan. Kemudian kembali menatap sang nenek dengan raut tenang. Namun, tawanya hampir menyembur saat melihat senyum menggoda wanita tua itu.

"Udah, ah, Oma. Nabas pamit dulu."

Atma tertawa renyah. "Aduh, cucu Oma salah tingkah. Sampai mencium tangan Oma lagi. Padahal, tadi sudah, loh," godanya sambil mengusap bahu kokoh Nabastala saat pemuda itu kembali membungkukkan badan dan mencium punggung tangannya.

Nabastala sontak menegakkan badan dan menggaruk tengkuk. "Oma, please."

"Iya, iya. Oma jadi penasaran seperti apa gadis bernama Senja itu. Lain kali ajak dia ke sini, ya."

Nabastala mengangguk sambil menyunggingkan senyum tipis. Ada kebahagiaan yang meletup kecil dalam dadanya. Kemudian kakinya melangkah pasti keluar rumah. Motor besar yang sore tadi dicucinya sendiri, sudah siap membawanya ke rumah Senja.

*****

Nabastala menatap datar pada orang-orang yang sedang duduk di ruang tamu. Kemudian tatapannya berubah tajam saat melihat Aldi duduk mendekat pada Senja di sofa. Sambil mengembuskan napas berat, Nabastala menghampiri mereka dan duduk di samping kanan Senja sambil membenarkan letak gendongan gitarnya.

Sontak Senja menoleh dengan tatapan datar seperti biasa. Sementara Nabastala menyunggingkan senyum manis. Tatapannya teduh dan hangat. Namun, ada kilatan amarah yang sedang ditahan pemuda itu. Sebelah tangannya terangkat untuk mengusap puncak kepala Senja.

Nabastala Senja (END)Where stories live. Discover now