43. Penjelasan

365 54 12
                                    

If you like and enjoy this story, please appreciate this story by giving vote and some comment.

Thank you.

*****

"Iya. Ini Om sudah meminta Pak Karsa ke sana. Tunggu saja."

Nabastala memasukkan kembali ponselnya ke saku celana usai menerima telepon dari Rahardian. Kemudian meraba saku kiri untuk memeriksa benda yang biasa berada di sana. Namun, ia diserang kepanikan saat tidak mendapati benda itu di sana. Beberapa kali ia mengecek ulang saku kanan dan kiri. Bahkan, sampai merogoh dua saku jaket basah miliknya yang digeletakkan Senja di kursi tunggu lobi. Namun, nihil.

"Mencari ini?" tanya Senja sambil menunjukkan sebuah dompet hitam.

Sontak, Nabastala menoleh dan terkejut sesaat. "Kok ada sama kamu?"

Senja menghela napas. Tadi setelah memapah Nabastala ke mobil bersama Adijaya, sang bunda menunjukkan dompet itu padanya. Sang bunda yang menemukan benda itu terjatuh di bawah kaki Nabastala saat dipapah menuju mobil. Karena itulah, sang bunda yakin bahwa itu adalah milik Nabastala.

"Atau mencari ini?" tanya Senja lagi setelah mengeluarkan sebuah foto polaroid dari dalam dompet itu.

"Senja, aku—"

Senja kembali memasukkan foto polaroid itu ke dompet. Kemudian menyodorkan dompet itu ke Nabastala. "Ingin menjelaskan sesuatu?"

Nabastala menelan ludah. Kalimat yang sudah ia susun dari rumah mendadak buyar saat melihat sorot kekecewaan di mata Senja. Padahal, ia sudah membulatkan tekad untuk mengakui semuanya. Namun, ia kehilangan kata-kata dan bingung akan menjelaskan dari mana.

"Den Nabas!" panggil Karsa dari dalam mobil.

"Aku butuh penjelasan," kata Senja, lalu bergegas masuk mobil yang dikemudikan Karsa. Sebelum kedua orang tuanya meninggalkan rumah sakit, gadis itu memang sudah meminta izin untuk pulang bersama Nabastala.

Nabastala yang tercenung beberapa saat, akhirnya menyusul masuk. Pemuda itu duduk di samping kanan Senja dengan gugup. Ingin sekali ia menjelaskan segalanya saat ini juga. Namun, sikap dingin Senja membuatnya mengurungkan niat. Apalagi, saat ini mereka sedang bertiga bersama Karsa. Ia hanya ingin berbicara empat mata dengan Senja.

*****

"Ini foto kita saat berusia delapan tahun. Dan ya, yang memeluk kamu dalam foto ini adalah Papa." Nabastala membuka percakapan saat keduanya sudah duduk di bangku sebuah taman. Ia memang sengaja meminta Karsa pulang setelah mengantarkan ke jalan di mana ia meninggalkan motor. Beruntung, motornya masih berada di sana, meskipun ditinggal beberapa jam.

Senja masih bergeming. Pandangannya lurus ke depan. Namun, netranya berkaca-kaca. Dadanya bergemuruh menunggu kalimat lanjutan Nabastala. Meskipun ia sendiri yang meminta penjelasan, tapi kini ia merasa takut seandainya apa yang keluar dari bibir Nabastala justru memperburuk keadaan.

"Kamu adalah sahabat masa kecilku yang kutinggalkan tanpa kabar enam tahun yang lalu," lanjut Nabastala setelah memasukkan foto tadi ke dompet. Kemudian mengantonginya.

"Maaf untuk hal itu. Aku akui, aku salah." Nabastala menunduk.

"Kenapa? Kenapa kamu pergi di saat aku menemukan apa yang kucari? Kenapa kamu membiarkan aku sendirian lagi, Bas? Kenapa?!" cerca Senja sambil menoleh cepat ke arah Nabastala. Kedua tangannya memukul kesal paha pemuda itu.

Nabastala menggenggam tangan Senja, hingga pukulan gadis itu melemah. "Maafkan aku, Sa."

"Kamu jahat," lirih Senja. Air matanya mengalir tanpa bisa dicegah.

Nabastala Senja (END)Where stories live. Discover now