09. Malaikat Penolong

ابدأ من البداية
                                    

Samuel membuang muka ke arah kaca jendela besar di sampingnya. "Rugi tahu nggak, ngasih wajah ganteng gue buat lo jadiin samsak gratis, kalo pada akhirnya lo tetep nggak bisa berpikir jernih, Lang."

"Gue harus berpikir jernih gimana lagi, hah?" tanya Gilang penuh tekanan.

Samuel beralih menatap Gilang yang masih berdiri di ambang pintu. "Lo sadar, nggak, sih? Sekarang isi pikiran lo itu cuman balas dendam?! Sementara lo nggak mikirin dia." Kini tatapan keduanya beradu. Entah mata siapa yang akan melemah duluan. Sepertinya benteng pertahanan mereka sama kuat.

"Dia siapa?! Gue nggak bisa mikirin siapa-siapa sekarang, Sam. Yang ada di pikiran gue sekarang cuma Netta, gue fokus sama kesehatan dia. Gue udah nutup pikiran gue buat yang lain."

"Justru itu, man. Lo harus mikirin gimana Netta. Gimana kalo Netta sadar dan nggak ada lo? Meskipun gue, Farrel sama Lintang ada di sini, tapi keberadaan kita bertiga nggak ada apa-apanya dibanding keberadaan lo sisi dia," jelas Samuel. "Gue harap lo ngerti sampai di sini."

Gilang membawa kedua indra penglihatannya menuju ke arah Netta. Gadis itu tidak bereaksi, masih terbaring lemah di atas ranjang. Pikiran Gilang kembali berkelana pada situasi dimana Netta histeris, berontak, dan terus meronta. Gadis itu sama sekali tidak mengenalinya, bahkan dia dicap sebagai seorang penjahat. Tidak menutup kemungkinan Netta akan berlaku sama pada ketiga laki-laki di hadapannya itu.

"Sebaiknya lo tetap di sini, Lang," ucap Samuel, sedikit memelas.

"Iya, Lang. Kita bertiga juga nggak akan tinggal diam, kita akan bantu lo buat cari orangnya." Farrel berusaha meyakinkan.

Lintang mengangguk. "Kali ini percaya sama kita bertiga."

Gilang menatap ketiga sahabatnya secara bergantian. "Makasih, Nta, Sam, Rel. Kalian udah ngingetin gue, kalian selalu support gue. Gue salut sama kalian bertiga," ucap Gilang tulus.

"Yoii, man!" seru Samuel, Lintang dan Farrel serentak. Disertai senyum sumringah dari ketiganya.

"Eits, jangan lupain gue!" celetuk Aldo diikuti nyengir tak berdosa darinya. Cowok itu tiba-tiba muncul di balik pintu, sontak membuat Gilang, Farrel, Lintang dan Samuel menatapnya bingung.

"Dia siapa, man? Kalian ada yang kenal?" tanya Samuel sok dramatis.

Lintang, Gilang dan Farrel menggeleng. "Enggak," ucap ketiganya kompak. Membuat Aldo segera masuk dan menempeleng kepala Samuel.

Aldo mendesah berat. "Gimana, sih, lo pada? Jangan bercanda bego!"

"Dari mana aja lo?" tanya Gilang pada sahabatnya itu.

"Hobi ngilang ya, sekarang," ledek Samuel.

"Namanya juga ada kesibukan lain, bro," ungkap Farrel mewakili Aldo.

"Seratus buat Farrel!" seru Aldo menggebu-gebu.

"Mana duitnya?" tanya Farrel tiba-tiba serius.

"Duit apaan?!"

"Loh, katanya seratus buat gue. Gimana sih, lo?!"

"Bangke' lo! Emang gue bilang duit? Enggak, kan?!"

"Iya, sih. Tapi tetep aja, siniin buruan! Lumayan buat nge-date dua kali," cengir Farrel dengan tampang tak berdosanya.

"Enggak modal banget lu jadi cowok," ledek Lintang. Wajahnya memerah berusaha menahan tawa agar tidak pecah.

"Bukannya nggak modal, harus irit mulai dari sekarang. Biar nanti kalo udah berumah tangga, nggak hidup susah." Aldo berbicara seolah-olah dia akan segera melewati masa itu.

NETTA [END]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن