b a g i a n t i g a p u l u h t i g a

82 18 63
                                    

Bel pulang sekolah baru saja berbunyi, guru yang mengajar di kelasku pada jam terakhir hari ini juga baru saja pamit undur diri. Teman-temanku sudah bersiap untuk pulang, tas mereka sudah tersampir apik di bahu, beberapa berencana akan melakukan kerja kelompok di rumah salah satu anggota sepulang ini.

Aku merapikan kotak pensilku di atas meja, memasukkannya ke dalam tas bersama dengan buku-buku yang tadi digunakan untuk pelajaran. Aku melirik Senja pada barisan sebelah kanan, sudah selesai merapikan mejanya, sedang duduk bermain ponsel. Berbeda dengan kelompok lain yang memilih menyambangi rumah salah satu anggotanya, kami bertiga-Aku, Senja, dan Leo- memilih untuk mengerjakan makalah kami di kelas.

"San, lo kerja kelompok di sini?"

Aku menoleh, Ratna baru saja bertanya padaku, tangannya masih sibuk mengetikkan sesuatu di ponselnya.

"Iya, lo di rumah siapa?"

"Gue ngerjain sendiri," Ucapnya terdengar begitu kesal.

Aku menaikkan sebelah alisku, Ratna sudah menyampirkan tas kepundaknya.

"Lo kan tahu kelompok gue siapa aja, susah ngegerakin mereka tuh, mending gue kerjain sendiri lah."

"Semangat Ratna!"

"Makasih San, duluan ya," Pamitnya.

Aku mengangguk, membiarkannya berlalu ke luar kelas.

Anak kelasku perlahan mulai meninggalkan kelas satu persatu, membuat kelas menjadi lengang, menyisakan Aku, Senja, dan Leo.

"Mau langsung?" Tanyaku, tidak menoleh kepada siapapun, pura-pura fokus dengan ponselku.

"Tiga puluh menit San, Senja mau ada urusan dulu bentar."

Aku menoleh ke arah Senja mengangguk mengiyakan.

"Gue juga mau cari makan dulu deh kalau gitu," Kataku, bersiap meninggalkan kelas bersama Senja.

"Gue juga, mau nemuin pelatih basket dulu, abis UAS kan mau final."

Aku tidak menanggapinya, membiarkan Senja menjawab, aku melangkah meninggalkan kelas lebih dulu. Sejak semalam, aku sudah mencoba baik-baik saja, mencoba tidak terpengaruh apapun, karena memang seharusnya seperti itu.

Aku melangkah keluar Trijaya, disuguhkan parkiran yang mulai sepi karena sebagian besar penghuninya sudah pulang.

Aku menoleh kanan kiri, bersiap untuk menyebrang ke minimarket, tapi pandanganku justru bertumbukan dengan manik milik seseorang. Napasku tercekat, aku buru-buru berbalik dan bersiap memasuki Trijaya lagi, namun sebuah tangan sudah mencekal pergelangan tanganku dari belakang dengan dramatisnya.

"San."

Aku menghempaskan pegangan tangannya padaku, tidak menoleh sedikitpun. Bisa-bisanya aku melakukan hal mirip sinetron begini di depan sekolah.

"Gue udah bilang untuk jangan ganggu setelah malam itu."

"Gue mau minta maaf soal malam itu San."

Aku memejamkan mataku, menahan gejolak amarah yang menguasai diriku.

"Lo udah terlalu banyak minta maaf Kak."

"Terakhir San, gue nggak akan minta aneh-aneh, gue cuma butuh waktu sama lo buat minta maaf."

Aku menggeleng, menolaknya tanpa kata. Tangannya mendarat dibahuku, menahanku yang akan kembali melangkah.

"Gue janji, gue cuma mau selesain semua ini dengan benar."

Aku tertegun, melepaskan napas perlahan, aku mulai berbalik, menatapnya mencoba tenang.

"Duduk situ dulu, gue ke minimarket depan bentar, beli minum," Katanya.

AWAS JATUH, SAN! (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang