b a g i a n t i g a

246 65 31
                                    

Selesai mengerjakan tugas untuk besok aku menghampiri Sanjaya di ruang tamu. Anak itu sedang menonton kartun rupanya. Aku mengendap-endap, kemudian..

"AWWWW!!! Huhuu buuu!!"

Aku tertawa, berlari ke dapur untuk menyembunyikan diri dan mengambil camilan, tujuan utamaku keluar dari kamar. Sanjaya itu cengeng, aku yakin sekarang dia sudah menangis, dan hanya tinggal menunggu waktunya aku dipanggil ayahku karena berhasil membuat mata Sanjaya yang sudah sipit itu semakin tidak terlihat, lucu sekali.

Aku mengambil dua toples camilan dulu sebelum memutuskan kembali ke ruang tamu daripada menunggu dipanggil karena ketahuan, ada baiknya menyerahkan diri dan membuat Sanjaya yang cengeng itu berhenti menangis.

"Sanjayaa, lihat kaka bawa apa.." Aku menghampirinya dan mencium pipinya gemas.

"Ngg...ggaakkk.. Hiks.."

Aku menahan tawaku, ayahku menggaruk dahinya, seperti sudah kehabisan cara menghentikan sifat jahilku kepada Sanjaya. Tidak lama, ibu kembali dari luar, beliau habis merawat anak ketiganya pasti, yakni tanaman-tanaman hijau dan beberapa bunga berwarna warni di halaman rumah.

"Kenapa dek?" Ibu bertanya ketika mendengar Sanjaya semakin merengek

Padahal Sanjaya yang ditanya, tapi ayahku yang mengarahkan telunjuknya kepadaku, loh..loh.. Ayah ini senang sekali mengadu, menyebalkan.

"Kebiasaan deh! Jahil banget sama adeknya, kakak apain emang?"

"Dicubit doang pipinya, abisnya gumusss, tembam!"

Ibuku sepertinya memang memiliki itikad balas dendam, jadi beliaupun menggantikan Sanjaya untuk mencubit kedua pipiku. Tidak begitu kencang sih, tapi tetap saja aku harus berteriak, nanti pipiku melar, aku tidak bisa membiarkan itu terjadi, jadi aku memutuskan kabur ke kamar dan memilih tidur lebih awal.

^°^

Pagi-pagi sudah harus berpapasan dengan Saka, kenapa juga sih? Padahal aku tidak berniat bertemu dengannya loh, ini sebuah ketidaksengajaan, karena tadinya aku ingin pergi ke toilet, tapi dari arah gerbang datang Saka yang ternyata terlambat hari ini, tidak dia memang suka terlambat setiap hari, aku tidak heran sih, rumahnya memang sangat jauh dari sekolah. Tidak ada yang terjadi saat aku berpapasan dengannya. Ya memangnya apa yang harus terjadi,toh ini bukan drama-drama di televisi atau kisah telenovela. Saka hanya melemparkan senyumnya seperti biasa dan aku balas dengan anggukan.

^°^

Aku menyandarkan tanganku pada pagar pembatas. Jam kosong lagi, aku juga bingung ingin melakukan apa, beberapa teman sekelasku juga memutuskan untuk duduk-duduk di luar kelas atau melakukan hal yang sama denganku, melamun.

Aku tidak tahu sudah berapa lama aku menatap ke arah lapangan seperti ini, namun kali ini tidak ada Saka yang tengah menggiring bola, lapangan kosong saat ini, tapi aku bisa melihat kelas Dina dari atas sini, nampaknya mereka tengah ulangan harian, terlihat kondusif sekali suasananya. Berbeda sengan kelasku yang semakin berisik dan berantakan.

Ponselku bergetar membuatku yang sedang melamun jadi kaget, duh kenapa aku kagetan gini sih jadinya. Aku segera membuka notifikasi yang masuk, kukira dari siapa. Ternyata dari Leo yang menanyakan apakah di kelas sudah ada guru atau belum sepertinya dia di kantin sekarang,  segera kubalas dan ku taruh kembali ponselku di saku.

Baru saja ingin melanjutkan acara melamunku, salah satu teman sekelasku, Wanda, menepuk bahuku, aku menoleh dan tersenyum membalas lambaian tangannya, dia memang terkenal supel dan pintar, sangat. Spesies yang diincar banyak lelaki ya?

AWAS JATUH, SAN! (√)Where stories live. Discover now