b a g i a n t i g a p u l u h s a t u

82 18 53
                                    

"San!"

Mataku membelalak kaget, dengan gerakan refleks aku memutar tubuhku, menghadap Dina yang baru saja meneriakan namaku.

"Aku panggil dari tadi, nggak dengar?"

"Ah, masa?"

Dina menghentakkan kakinya kesal, dia maju selangkah, memegang keningku kemudian mendorongnya kebelakang.

"Ih, mikirin apa sih?!"

"Nggak mikir apa-apa kok," Elakku seraya menjauhkan tangannya dari keningku.

Dina semakin rapat padaku, ia menatapku curiga.

"Leo ya.."

"Nggak."

"Leo ini pasti."

"Nggak, Dina.."

Dina mengerucutkan bibirnya, kesal karena aku tidak mau mengaku. Ia memundurkan langkahnya.

"Aku sudah peringati kamu supaya hati-hati San.."

Aku diam, tidak menjawab perkataan Dina. Aku hanya menatapnya tanpa ekspresi.

"Awas jatuh, San."

"Nggak Dina..."

Dina menghela napas, terdengar tidak percaya dengan yang aku katakan. Ia menepuk pundakku.

"Nanti aku yang bantu kamu bangun."

Dina menatapku serius, ia tersenyum.

"Bilang aku kalau kamu sudah jatuh terlalu dalam ya?"

Aku menggigit pipi bagian dalamku, menahan sesak yang minta dilepaskan. Aku membalas senyumnya, kemudian mengangguk.

Tidak Din, aku tidak jatuh kepadanya, atau mungkin, aku tidak mau mengakui kalau aku sudah jatuh. Karena, aku tahu kalau dia tidak akan menangkapku.

"Habis darimana?" Tanyanya setelah cukup lama kami diam di tengah-tengah koridor.

"Habis panggil guru ke kantor, katanya suruh tunggu sepuluh menit lagi."

"Oh, yaudah aku balik ke kelas dulu ya.."

"Kamu?"

"Aku dari toilet."

Aku mengangguk paham, lalu kami sama-sama melambaikan tangan. Berpisah menuju kelas masing-masing.

Tidak lama setelah aku mendudukkan diri kembali di bangkuku, guru sudah masuk kelas. Aku memutuskan untuk menanggalkan dulu semua isi pikiranku dan mencoba fokus kepadanya.

"Sebenarnya, ibu lagi sibuk ngurus kelas XII," Ucapnya sebagai kalimat pembuka.

Anak-anak di kelasku mendadak hening, sebenarnya mereka hanya menahan luapan bahagia, karena guru ini pasti akan kembali ke kantor sebentar lagi dan membebaskan kami dari pelajarannya hari ini.

"Jadi mungkin ibu tinggal dulu ya untuk hari ini?"

"Baik bu."

Kami bahkan kompak dalam menjawab pertanyaannya.

"Oh ya, bahan untuk makalah kelompok kemarin sudah ibu bagi ya?"

"Iya bu!" Seru kami, masih terdengar kompak.

"Kita hanya tinggal bagi kelompok, jadi.."

Guru tersebut meraih absensi miliknya kemudian mulai membuka tutup pulpen yang sejak tadi ia putar-putar.

Perasaanku mendadak tidak enak setiap pembagian kelompok seperti ini. Tapi, kali ini firasatku lebih buruk dari biasanya. Aku menatap guru itu cemas, berharap firasatku tidak menandakan apapun kali ini.

AWAS JATUH, SAN! (√)Kde žijí příběhy. Začni objevovat