b a g i a n d u a p u l u h s e m b i l a n

79 18 51
                                    

Aku memangku kepalaku pada lengan kananku. Menatap laptop tanpa minat, berharap makalah ini sudah benar-benar cukup sempurna untuk diserahkan nantinya.

"San.."

Aku menoleh, mendapati Senja yang menyodorkan flashdisknya, aku yakin pasti benda itu berisikan file power point yang menjadi bagiannya untuk tugas kelompok kami.

"Udah beres semua ini Ja?"

"Udah, tapi kalau ada yang kurang pas, rapihin aja."

Aku mengangguk, memberikan senyum simpul.

"Sip, makasih ya."

Senja membalasku dengan senyumnya, senyum yang mampu menyedot perhatian para lelaki yang meliriknya, senyum yang mungkin berhasil menyita perhatian orang itu. Setelahnya, Senja berlalu, kembali ke bangkunya.

Aku menghela napas, sesak itu kembali datang, ingatan dua hari lalu kembali menyergapku, seperti menarik oksigen yang coba kuhirup. Perasaanku masih sekacau ini bahkan setelah mencoba menenangkan diri dan tidak berinteraksi dengan Leo dua hari kebelakang. Kurasa kewarasanku benar-benar sudah hilang ditelan perasaan.

Aku menggenggam erat flashdisk miliknya, berusaha tidak terlihat memikirkan sesuatu ditengah hiruk piruknya suasana kelas.

Beruntung hari ini Leo tengah mendapat dispensasi untuk mempersiapkan diri karena pertandingan semi finalnya akan diadakan nanti sore. Kalau tidak, aku tidak yakin mampu melihatnya... dengan Senja. Entahlah..

Aku memutuskan melangkah ke luar kelas, ingin menyambangi kantin dan membeli minuman dingin untuk menenangkan diri. Aku sudah berbelok ke kiri, menuju tangga yang paling dekat dengan kelasku. Tapi, belum juga menginjakkan kaki di anak tangga teratas, aku terpaksa harus kembali menahannya. Aku terpaku. Menatap perempuan yang tengah duduk di anak tangga kedua, bersandar pada pegangan tangga, tengah menghadapkan layar ponsel ke atas, yang dapat kulihat dengan jelas.

Itu Senja entah sejak kapan ia sudah duduk di sana, layar ponselnya menunjukkan ia tengah berada dipanggilan bersama seseorang. Aku bahkan dapat melihat nama kontaknya dengan jelas.

Le000><

Aku menahan napas. Langsung membalikkan badan dan memilih menggunakan tangga yang berada di ujung sebelah kanan. 

Pikiranku kalut, perasaanku semakin kacau, aku tidak tahu cara membenahinya, tidak tahu juga apa alasan ini terjadi. Semua pikiran datang menyergapku secara tiba-tiba

Lagi dikabarin ya? Mereka sudah berapa lama ya dekat? Senja sudah tahu Leo sebanyak apa ya? Ah pasti lebih banyak dariku.. Mereka sudah pacaran belum ya? Mungkin sudah ya. Apa Senja suka tawa Leo juga? Ah, apasih aku?!

Aku mengerjap, baru sadar sudah sampai di pintu kantin karena terlalu lama melamun. Aku menepuk pipiku pelan, mencoba mengembalikan kesadaran diriku.

"San Hai."

Aku kembali menarik kaki kananku yang ingin melangkah. Aku menenangkan diriku, memasang ekspresi sebaik mungkin. Ya, harusnya tidak bertemu dia dulu dalam waktu dekat.

Aku menoleh, membalas sapaannya dengan senyuman.

"Tumben sendiri," Katanya.

"Biasanya juga sendiri kok," balasku, mencoba tidak canggung.

Dia melangkah, mempersempit jarak kami. Tapi, aku segera melangkah mundur sehingga jarak kembali tercipta. Dia mengerutkan kening.

AWAS JATUH, SAN! (√)Where stories live. Discover now