7 - Pencerahan

10K 1.3K 31
                                    

----------

Pernah nggak ngerasa capeeeeeekkk banget, padahal nggak ngelakuin apa-apa. Ya itu yang lagi dialami Jeno. Jeno emang nggak ngelakuin apa-apa tapi dia banyak pikiran.

Kalau kalian nebak Jeno lagi mikirin cewek, jawabannya salah.

Jeno lagi mikirin dirinya sendiri. Dia masih bingung dengan tawaran dari  kadepnya untuk jadi koordinator ospek di fakultas.

Walaupun tadi pagi Jeje udah ngasih saran, tapi tetap saja membuat dia bingung. Materi presentasi dari dosennya pun sama sekali tidak masuk ke dalam otaknya.

Jadi koordinator ospek itu harus bisa tanggungjawab, sabar, dan punya public speaking yang baik. Salah berbicara sedikit, dia bisa dikritik baik dari mahasiswa, mahasiswa baru, pun dengan dosen.

Jeno tidak mau salah mengambil keputusan. Pertanggungjawaban berat. Di dunia dan di akhirat.

Jeno beberapa kali menghela napas dan mengusak rambut pelan. Renjun yang duduk disampingnya merasa risih dengan kelakuan temannya.

"Kenapa sih?"

Jeno menoleh pada Renjun yang baru saja berbisik.

"Banyak pikiran."

Renjun mengangguk paham dan kembali memusatkan perhatiannya ke dosen.

Udah gitu aja?

Jeno pikir Renjun akan bertanya banyak hal.

Oh Jeno lupa, itu bukan gaya Renjun. Renjun tidak sekepo itu pada urusan orang lain.

Jeno akhirnya memilih kembali mencatat meskipun dia tidak paham apa yang ia tulis. Pikirnya dia bisa mempelajari ketika di rumah.

Ketika kelas dibubarkan, Jeno dan teman-teman lainnya segera membereskan alat tulis mereka. Keluar kelas entah ke kantin, perpus atau tempat lainnya untuk menunggu jam kuliah berikutnya.

Jeno berhenti berjalan ketika ranselnya ditarik dari belakang. Oh Renjun.

"Ke kantin ayo."

Tanpa bertanya, Jeno mengikuti langkah Renjun menuju kantin. Laki-laki yang sedikit lebih kecil dari dirinya itu benar-benar penuh kejutan. Tiba-tiba mengajaknya ke kantin. Oh ayolah, mereka tidak sedekat itu. Renjun memang tidak sependiam dirinya, tapi mereka jarang berinteraksi.

Renjun memesankan makanan dan minuman ke salah satu outlet di kantin. Duduk secara berhadapan tanpa ada yang berbicara.

"Gue tebak." kata Renjun membuka percakapan diantara mereka. Jeno langsung memusatkan perhatiannya ke Renjun, ingin tahu tebakan temannya itu. "Lo lagi pusing mikirin tawaran calon koordinator ospek bukan?"

Jeno dibuat terkejut dengan tebakan Renjun. Apa jangan-jangan Renjun bisa baca pikirannya?

"Gue cuma nebak sih, kalau lo berpikiran gue bisa baca pikiran lo, itu salah."

Kan.

Siapa yang tidak akan berpikiran seperti Jeno kalau Renjun kembali menjawab pertanyaan yang ada di kepala Jeno.

Renjun terkekeh, "Sorry, gue tahu dari Kak Dahyun kalau lo di kasih tawaran buat nyalonin diri jadi koordinator ospek."

Jeno bisa bernafas lega. Ternyata Renjun tidak benar-benar bisa membaca pikirannya. Bisa gawat kalau Renjun tahu bahwa dirinya terkadang membatin sikap dan tingkah Renjun.

"Iya gue lagi mikirin itu."

"Lo kenapa bisa mikir berat banget? Padahal kan lo udah memenuhi semua persyaratan. Gue denger-denger, lo juga punya jiwa kepemimpinan."

"Ya gue masih ragu aja, sama diri gue sendiri."

"Nanti lo nggak sendiri kok, ada teman-teman panitia yang bakal bantu lo. Sukses tidaknya ospek inikan juga hasil kerja bersama bukan cuma koordinatornya doang."

"Pemikiran lo bagus, kenapa lo nggak nyalonin diri?"

Renjun tertawa, "Gue daftar kok. Ditawarin sama Kak Dahyun."

Mata Jeno membulat. Jadi bukan dirinya saja yang ditawari. Teman savage-nya ini juga.

"Hyunjin, juga udah daftar. Atas kemauannya sendiri. Dia emang ambis banget pengen jadi koordinator." Renjun membantu ibu kantin menurunkan makanan mereka. Tidak lupa juga mereka menucap terima kasih. "Tapi kata Kak Dahyun, Hyunjin terlalu bahaya kalau jadi koordinator."

"Kenapa?"

"Dia banyak ditunggangi orang-orang kiri."

Jeno mengangguk paham. Orang-orang kiri yang dimaksud Renjun itu adalah kakak tingkat mereka yang biasanya bikin onar, bikin keributan, dan sering membawa kepentingan pribadi.

Hal tersebut sangat dihindari oleh beberapa orang yang nggak sepaham sama orang-orang kiri.

"Makanya Kak Dahyun,  Kak Jungwoo dan yang lainnya ngajak orang seperti kita ini supaya mencalonkan diri."

Jeno terkekeh. Dia paham. Setahu Jeno, Renjun orangnya rasionalis, netral dan dia punya track record yang bagus. Wajar kalau dia ditarik dalam pencalonan koordinator ospek.

Mungkin dirinya juga sama seperti Renjun? Mungkin..

"Kak Dahyun bilang, kalau bisa diantara kita—lo sama gue—ada yang menang salah satunya. Terus yang kalah, bakal ikut andil di PHPI nya. Ya misal, lo yang menang, gue tetap ikut jadi panitia misi koordinator sie acara gitu."

Jeno mengangguk lagi. Dia jadi memikirkan Hyunjin. Laki-laki itu memang memiliki circle pertemanan yang terlalu ekstrim menurutnya. Hyunjin juga selalu ikut andil dalam hal demo atau aksi.

Ahhh... Sepertinya berat melawan Hyunjin. Dia punya banyak kenalan dan pendukung. Sementara dirinya, sama sekali tidak banyak kenalan.

---------


Renjun

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Renjun..
Jeno's friend

[1] Keluarga Papa SehunWhere stories live. Discover now