25. Meaning of The Ring

Mulai dari awal
                                    

Ilham menarik napas dan mengembuskannya, lalu melanjutkan. "Tapi, tidak kusangka melihatmu lagi di lobi dengan wajah frustasi dan tergesa-gesa berlari ke lift setelah mendapatkan kunci kamar. Tanpa pikir panjang, aku mengejarmu dan meninggalkan seorang wanita menunggu di bawah, sementara aku memastikanmu tidak apa-apa di sini."

Mendengar penjelasan panjang lebar dari Ilham sungguh membuatku tersentuh. Seketika hatiku menghangat. Namun, di bagian kata 'seorang wanita' sedang menunggunya, membuatku terusik. Tiba-tiba sudut hatiku berdenyut nyeri. Ada apa denganku? Padahal, bisa jadi saat ini aku sedang mengacaukan acara kencan Ilham. Akan tetapi, bagian hatiku yang lain merasa girang karena Ilham lebih mementingkanku dibandingkan wanita-tidak-tahu-siapa itu.

Ya Tuhan, Kinan! Ada apa denganmu?! Aku segera mengenyahkan perasaan girang yang aneh itu dari pikiranku.

"Sepertinya aku sudah mengacaukan acaramu," kataku hati-hati seraya melirik perlahan ke arah Ilham.

Kupikir akan melihat wajah kesal atau tidak suka Ilham, tapi dia justru tersenyum. "Aku malah ingin berterima kasih karena teralihkan dari acara perkenalan itu."

"Hah?! Apa?!" kataku dengan kepala terangkat cepat, tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar.

"Terima kasih karena menyelamatkanku dari acara perkenalan yang tidak kuinginkan itu." Ilham mengatakannya sambil tersenyum memamerkan deretan gigi depannya yang rapi.

Mendengar kejujurannya, wajahku menghangat. Apa ini artinya Ilham tidak menyukai wanita itu dan lebih memilihku? Oh, Tuhan, Kinan! Berhentilah berpikir yang tidak-tidak! Ilham bersikap baik karena dia kasihan padamu yang kebingungan mencari cincin yang sampai saat ini belum kamu ketahui keberadaannya, ucap bagian diriku yang masih waras.

Aku kembali teringat cincin tunanganku yang hilang. Seketika foto cincin yang kulihat di album saat di apartemen tadi kembali terbayang. Di mana lagi aku harus mencari cincin itu?

Kenapa ini begitu rumit? Di saat aku kebingungan mencari cincin, Freddy dengan mudahnya mengkhianatiku dengan wanita lain. Atau barangkali selama ini aku yang tidak sadar kalau dia sudah berkhianat?

Melihatku diam termenung, Ilham bertanya khawatir. "Ada yang kamu pikirkan?"

"Aku berpikir ingin menemukan cincin itu secepatnya dan mengembalikan pada pemiliknya."

"Pada pemiliknya? Bukannya cincin itu milikmu? Cincin tunanganmu?" Ilham kembali bertanya karena bingung dengan jawabanku.

Seketika mataku berkaca-kaca. Susah payah aku menahan untuk tidak menangis, tapi gagal. Air mata itu jatuh juga.

Ilham terkesiap, terkejut melihat responsku atas pertanyaannya. "Ma—af, maaf. Apa aku menyinggung perasaanmu?"

Aku tidak kuasa menjawab. Isakan kembali menguasaiku. Air mataku turun tak terelakkan. Pundakku bergetar menahan rasa sakit dan putus asa.

Melihatku begitu menyedihkan, Ilham kembali menarikku dalam dekapannya dan berkata dengan lembut. "Tidak apa-apa. Tidak perlu menjawab. Tidak ada yang akan memaksamu. Tidak aku, tidak juga siapa pun."

Sungguh, ingin sekali kuungkapkan segala hal pada Ilham. Aku tahu perhatiannya tulus untukku, tetapi aku tidak siap. Sebagian diriku masih ingin berharap hubunganku dengan Freddy baik-baik saja. Aku hanya kehilangan cincinku dan akan menemukannya kembali, lalu melanjutkan pertunangan dengan Freddy dan hidup bahagia dengannya. Namun, melihat kenyataan yang bertubi-tubi muncul, membuatku berpikir ulang, hubungan seperti apa yang sebenarnya sedang kujalani dengan Freddy? Lalu, apa arti cincin itu baginya dan juga bagiku?

Aku melepaskan pelukan Ilham dan berusaha tersenyum padanya. "Aku ingin sendiri, bisa tinggalkan aku? Aku janji nggak akan melakukan hal bodoh apa pun. Aku hanya ingin sendirian sekarang."

Ilham diam sebentar seraya menatapku dengan iba, lalu mengembuskan napas. "Baiklah. Aku akan keluar dari kamarmu, tapi tidak dari hotel ini. Setelah baikan, kamu bisa menemukanku di lobi. Aku tidak akan ke mana-mana."

"Terima kasih." Hanya itu yang bisa kukatakan untuk semua perhatiannya saat ini.

Ilham keluar dari kamarku dan menutup pintunya dengan pelan. Sementara aku menenggelamkan wajah di atas bantal dan kembali menangis, berharap ini akan menjadi air mata terakhir sebelum aku benar-benar memutuskan untuk mengakhiri hubunganku dengan Freddy.

^o^

Terima kasih untuk kalian yang sudah setia mengingatkan saya untuk melanjutkan cerita ini. Jangan bosan ingetin saya yak, apalagi sekarang ada naskah baru yang lagi saya kerjakan bareng partner di event KarMa 4. Siapa tahu kalian tertarik baca cerita tentang keluarga, silakan mampir di cerita Rumah Warisan yang ada di work saya dan juga partner saya, Kak Andini.

Ok, deh. Selamat menikmati part ini. Salam sayang selalu untuk kalian semua. 😘😘😘

Finding My RingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang