20. His Attention - 1

473 43 4
                                    

Setelah menyelesaikan prosedur administrasi rumah sakit dan memastikan aku baik-baik saja, Ilham mengajakku ke hotel tempat kami akan menginap. Hotel yang kami datangi sama dengan hotel yang sebelumnya kami tempati waktu jalan-jalan kemarin. Rencananya sekalian mencari cincin, sama seperti saat di penginapan Malang. Tapi sungguh, saat ini aku tidak berselera, bahkan rasanya ingin kubiarkan saja cincin itu hilang.

Saat menginjakkan kaki di lobi hotel, aku kembali teringat pada pengkhianatan Freddy. Air mataku pun mengancam ingin keluar. Tidak ingin terlihat menangis di dekat Ilham, aku meminta izin ke kamar mandi. Sementara itu, lagi-lagi dia yang mengurus proses check in kamar.

Segera setelah aku mengunci pintu kamar mandi, air mataku mengalir deras. Ingin rasanya aku menangis dengan suara kencang, tapi semua kutahan dan semakin menyebabkan sesak. Kututup mulutku untuk mencegah isakan, kuremas baju di bagian dada, berharap rasa sesaknya berkurang. Tapi sayangnya, semua yang kulakukan tidak membuatku merasa lebih baik.

Lama aku terdiam sambil duduk di atas kloset yang tertutup. Setelah rasanya sudah kukuras habis air mataku, aku beranjak keluar dan melihat pantulan diriku pada kaca besar. Mata bengkak, hidung merah dan wajah lesu merupakan tanda kesedihanku.

Kubasuh wajahku dengan air dingin, berharap sisa-sisa air mata dapat terkikis, tapi sekali lagi aku menangis. Kenapa aku cengeng sekali? Padahal sebelumnya aku merasa hubungan kami biasa saja, kami memang akan menikah, tapi itu tidak membuat semua lebih spesial. Kuakui, aku menyayanginya, walau sering kesal pada sifat tukang atur dan otoriternya. Dan sekarang, melihat dia mengkhianatiku, hatiku rasanya sakit.

Kutengadahkan kepala, menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Kuseka wajahku dengan tisu dan kembali mengamati penampilanku di kaca. Sedikit lebih baik, walaupun bengkak karena menangis masih terlihat jelas.

Saat keluar dari kamar mandi, aku terkejut dengan kemunculan Ilham yang tiba-tiba. Mungkin dia sudah menungguku sejak tadi, hanya aku saja yang tidak sadar. Kulihat dia tersenyum, jenis senyuman yang dimaksud untuk memberikan semangat. Cukup berhasil, karena melihatnya tersenyum, aku ikut tersenyum. Walau setelah itu, wajahku datar kembali.

"Ini kunci kamarmu. Kopermu sudah diantarkan ke kamar," kata Ilham sambil menyodorkan kartu akses untuk pintu kamar.

Kami berjalan menuju lift. Ilham menekan tombol angka tiga dan lift bergerak menuju lantai tiga. Bunyi 'ting' menandakan kami telah sampai di lantai yang kami tuju. Ilham mengantarkanku sampai di depan pintu kamar. Ternyata kamar kami berhadapan. Sebelum masuk ke dalam kamar, sekali lagi Ilham menepuk dan mengelus lembut kepalaku. Perhatiannya kali ini malah membuatku pengin nangis lagi.

"Te—terima kasih," ucapku bergetar, lalu berbalik dan masuk ke dalam kamar.

Aku berlari menuju ranjang, membanting tubuhku ke atasnya, lalu membenamkan wajahku di bantal. Sekali lagi, aku menangis sendirian.

Setelah lelah menangis, kucoba untuk tidur, mengistirahatkan tubuh dan hatiku yang letih. Jika tertidur, paling tidak aku bisa beristirahat dari memikirkan Freddy. Sialnya, sedikit pun mataku tidak mau terpejam. Aku lelah lahir batin, tapi entah kenapa, kesadaran masih enggan meninggalkanku. Pikiranku malah semakin tidak karuan.

Dalam kegalauan, aku bangun dan memutuskan turun mencari udara segar dan pengalihan pikiran. Aku tidak mau diam di kamar dan menjadi gila. Aku harus keluar. Tempat pertama yang muncul di benakku adalah pub hotel.

Hotel tempatku menginap memiliki pub untuk tamu yang menginap juga terbuka untuk umum. Pubnya tidak terlalu besar, tapi kelihatannya bisa menjadi tempat untukku mengalihkan pikiran. Semoga.

Aku duduk pada salah satu meja sendirian, dengan sebelumnya memesan segelas jus jeruk pada pramusaji.

Aku duduk pada salah satu meja sendirian, dengan sebelumnya memesan segelas jus jeruk pada pramusaji

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Finding My RingWhere stories live. Discover now