16. Back to Malang

328 41 4
                                    

Kupikir menjelaskan dan membujuk Ilham untuk membantuku itu mudah, ternyata sangat sulit. Dia keras kepala. Membujuknya sama sulitnya dengan membujuk anak balita makan sayur (ini kata ibu-ibu yang anaknya susah makan sayur). Sepertinya aku harus ganti strategi.

Saat ini kami masih duduk berhadapan di ruangan yang mulai ramai dimasuki orang-orang yang ingin makan siang. Penjelasanku terhenti sementara dia menikmati kopi dan roti bakarnya. Aku meliriknya berulang kali sambil meminum jus jeruk secara perlahan. Entah lirikanku yang ke berapa, Ilham mengangkat kepala dan melihat lurus ke mataku. Kedua alisnya terangkat seperti bertanya 'ada apa?'.

"Kamu mau bantuin aku, kan?" Tatapanku memelas padanya. Aku harap, dia merasa iba dan mau membantuku. Masa sudah sampai sini terus dia berubah pikiran dan aku ditinggal sendiri mencari cincin? Memikirkannya saja aku ingin menangis.

Ilham diam seperti sedang menimbang. Oh, Tuhan, gerakkan hatinya untuk membantuku, aku mohon.

"Tidak," jawabnya singkat, lalu kembali memakan roti bakarnya yang tersisa setengah.

Aku mengerucutkan bibir, kesal. Ilham kepala batu. Haruskah aku mengeluarkan rencana terakhir yang jujur saja tidak kusukai yaitu mengancamnya? Aku tidak punya pilihan.

"Ok, kalau kamu menolak membantuku, tapi ... jangan salahkan aku kalau karirmu sebagai pemandu wisata akan berakhir," ucapku dengan senyum devil yang kubuat untuk meyakinkannya.

Tangan Ilham berhenti pada pegangan cangkir kopi yang ingin diteguknya. Dia diam dan ekspresinya mengeras. Aku menelan saliva, apa aku sudah keterlaluan padanya ya?

"Bagaimana kamu akan melakukannya?" tanyanya dengan suara pelan seraya mengarahkan tatapannya padaku.

"Ehm ... Mungkin, aku akan menghubungi agensi Juara Indonesia Trip dan mengatakan kalau kamu sudah membuat barang berhargaku hilang saat tur dan menolak untuk membantuku mencari barang itu kembali? Atau aku akan sedikit memodifikasi cerita dengan mengatakan bahwa kamu melakukan sedikit, sedikit saja, pelecehan seksual dan menyebabkan cincinku hilang?"

 Mungkin, aku akan menghubungi agensi Juara Indonesia Trip dan mengatakan kalau kamu sudah membuat barang berhargaku hilang saat tur dan menolak untuk membantuku mencari barang itu kembali? Atau aku akan sedikit memodifikasi cerita dengan mengatak...

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Itu jelas fitnah, Kinan," desisnya marah. "Tapi kelihatannya kamu tidak cukup yakin dengan alasan terakhirmu."

Ilham menebak dengan tepat. Aku memang tidak akan menggunakan alasan yang terakhir karena itu kedengaran tidak masuk akal dan berlebihan. "Makanya, kamu harus bantu aku... Kumohon...," rengekku.

"Kenapa saya harus?" tanyanya.

Aku menghela napas berat, lalu menjawab, "Karena selain kamu, tidak ada orang lain yang bisa kumintai tolong." Mungkin saat ini aku seperti orang yang nelangsa. Aku sudah tidak peduli terlihat seperti apa, aku hanya ingin segera menemukan cincin itu di mana pun berada.

Ilham diam lagi sambil mengamatiku. Semoga dia bisa mempertimbangkan kembali untuk membantuku, aku ingin segera mencari cincin itu.

"Baiklah," katanya. Aku menatapnya dengan mata berbinar. "Dengan satu syarat," tambahnya. Alisku mengerut. "Saya hanya akan membantumu tiga hari. Ingat, tiga hari. Setelah tiga hari, ketemu atau tidak, saya akan kembali ke Jakarta karena saya sudah ada jadwal lain." Ilham mengangkat tiga jarinya.

Finding My RingWhere stories live. Discover now