5. Fixed Tour

394 42 0
                                    

Pagi hari, aku terbangun dengan belasan notifikasi missed call dan pesan WhatsApp dari Freddy. Sepertinya, semalam aku tidur bagai orang mati. Biarlah, siapa suruh semalam tidak mengangkat teleponku, malah orang lain yang angkat.

Tunggu! Iya, wanita semalam yang angkat telepon Freddy itu siapa? Aku harus menanyakan langsung pada Freddy.

Setelah selesai dengan rutinitas mandi dan berdandan sebelum berangkat kerja, aku menyempatkan diri membuka pesan WhatsApp Freddy. Kulihat WhatsApp-nya online, jadi kuputuskan untuk meneleponnya via WhatsApp saja.

Tidak butuh waktu lama, Freddy langsung mengangkat teleponku.

"Hai, Beib. Semalam kamu tidur cepat ya?" tanya Freddy, suaranya terdengar riang.

"Hmm..." aku hanya menjawab dengan bergumam malas.

"Kamu sakit gigi ya, kok jawabnya cuma 'hmm' aja?" tanyanya lagi, terasa seperti ingin melucu, bagiku tidak lucu karena saat ini aku ingin sekali mencecarnya dengan berbagai pertanyaan soal siapa wanita yang mengangkat teleponku semalam.

"Aku mau tanya sama kamu," kataku berusaha serius.

"Kenapa? Kok kayaknya kamu lagi marah ya?"

"Aku loh ini yang mau nanya, jangan nanya balik dulu bisa nggak." Kali ini nada suaraku meninggi satu tingkat. Freddy diam di seberang telepon, sepertinya dia mulai sadar aku serius.

"Siapa perempuan yang angkat telepon aku semalam?" tanyaku to the point.

"Perempuan? Perempuan siapa? Semalam aku meeting sama rekan-rekan kerja, bahas hasil negosiasi dengan investor dan nggak ada perempuan di antara kami. Ya, kecuali Raisya sekretaris aku," jawabnya lancar, tidak ada keraguan sedikit pun yang terdengar dari nada suaranya. Kuanggap dia tidak berbohong.

"Kamu ganti sekretaris lagi? Memang sekretaris kamu yang kemarin kenapa?" tanyaku dengan nada biasa agar tidak terkesan menginterogasi.

"Maksud kamu Tina? Kalau iya, dia mengundurkan diri minggu kemarin karena hamil muda, suaminya yang minta dia berhenti kerja."

Aku diam. Alasan Freddy masuk akal. Rasanya berlebihan juga mencurigai Freddy yang selama ini setia. Baru kali ini saja kan teleponnya diangkat oleh perempuan yang ternyata sekretaris barunya dan aku sudah curiga berlebihan.

"Beib, kok diem? Kamu cemburu, ya?" tanya Freddy. Ada nada geli terdengar dari suaranya.

"Idih, geer. Siapa yang cemburu," ucapku sedikit kesal.

"Cemburu juga nggak apa-apa, aku malah senang. Coba deket, udah aku cium kamu," katanya gemas.

"Udah, ah. Aku mau berangkat kerja dulu. Oh iya, minggu depan aku mulai tur keliling Indonesia, ya. Kata Riri kemarin kamu udah, Ok."

"Iya, Ok. Dari dulu kakak sepupu aku itu memang paling jago maksa orang. Untung suaminya sabar sama dia."

Aku sedikit tertawa mendengar kata-kata Freddy. "Jangan gitu. Walaupun suka memaksa, tapi Riri baik loh, kan dia yang kenalin kita dulu sampai akhirnya kita jadian sampai sekarang."

"Iya, sih. Aku berutang sama dia. Berkat dia, aku bisa memenangkan hati kamu. Susah banget dapetin perhatian kamu dulu. Kamu baik ke semua orang dan kurang peka sama perasaan aku, jadi hampir setahun aku coba kejar-kejar kamu sampai akhirnya kamu sadar juga dan mau terima aku."

Mendengar pengakuan Freddy, entah kenapa aku jadi blushing sendiri. Untung ini telepon, coba orangnya ada di depanku, mungkin aku sudah masuk ke kolong meja untuk bersembunyi.

"Ya, udah. Kamu berangkat kerja sana. Aku juga udah di dalam mobil nih, mau jalan ke kantor juga. Nanti siang makan bareng, yuk. Aku ke kantor kamu jam dua belas, ya. Udah lama aku mau makan Soto Betawi yang ada di kantin gedung kantor kamu."

"Ok, aku tunggu," ucapku lalu memutuskan telepon.

Siangnya, seperti janji Freddy, dia datang ke kantorku. Kami makan siang di kantin bawah gedung perkantoran bersama Riri dan juga Siska. Dengan baik hatinya dia mentraktir kami makan karena berhasil mendapatkan investor untuk bisnis barunya di bidang traveling.

"Eh, Ric. Gue denger-denger bisnis baru lu bergerak di bidang wisata, ya? Lu buka agen wisata gitu?" tanya Riri setelah menyeruput kuah sotonya. Riri biasa memanggil Freddy dengan nama depannya yaitu Eric.

Freddy mengangguk mendengar pertanyaan Riri. "Ya sejenis itulah. Cuma, konsep traveling-nya dimodifikasi mengikuti trend kekinian dengan menggunakan aplikasi untuk penentuan lokasi wisata dan lebih fleksibel waktu dan biaya bisa dibayar setelah selesai berwisata."

Riri mengangguk-angguk. "Boleh juga. Tapi aplikasinya belum launching, ya?" tanya Riri lagi, penasaran.

"Belum. Masih tahap pengembangan. Rencananya mau trial error dua bulan dari sekarang. Makanya, aku kejar sebelum trial aplikasi, aku dan Kinan sudah menikah, jadi kami yang akan mencoba aplikasinya berdua untuk honey moon," ucap Freddy sambil menggenggam erat tangan kananku di atas meja. Aku jadi batal mengambil gelas minumanku dan mengalihkannya ke tangan kiri.

Riri dan Siska senyum-senyum menggodaku dan Freddy. Aku berusaha biasa saja, walaupun tidak bisa kupungkiri, Freddy berhasil merayuku di depan mereka, hal yang sangat jarang dilakukannya selama ini.

Selesai makan siang, Freddy langsung kembali ke kantornya. Aku, Riri dan Siska melanjutkan diskusi kami untuk persiapan jalan-jalan minggu depan di kubikelku.

"Jadi gimana? Lu udah konfirmasi ke agen turnya untuk plan rute jalan-jalan kita?" tanya Riri padaku.

"Sudah, dong," jawabku sambil mengacungkan jempol.

"Ngomong-ngomong, wisata kita totalnya berapa hari?" tanya Siska.

"Sepuluh hari. Start dari berangkat sampai kita kembali ke Jakarta," jawabku.

Riri dan Siska diam sebentar.

"Sebenarnya kita dapat jatah outing maksimal seminggu, sisanya kita ambil cuti aja. Toh tim marketing nggak sibuk di pertengahan bulan," kata Riri.

Aku dan Siska mengangguk setuju.

"Eh, udah habis jam istirahat. Balik yuk, dicariin entar kita," ajak Siska. Lalu kami bertiga sama-sama berjalan ke kantor dan kembali sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Saat jam pulang kantor tiba, sebuah pesan WhatsApp masuk dari nomor yang tidak aku kenal.

+6281396365xxxx: Selamat sore. Maaf mengganggu. Saya Ilham dari Juara Indonesia Trip. Hanya ingin menginformasikan untuk berkumpul jam 8 pagi di kantor Juara Indonesia Trip sebelum memulai perjalanan wisata pada hari Minggu ini. Terima kasih.

Selesai membaca pesan itu, hatiku merasa senang. Akhirnya, jadi juga aku jalan-jalan keliling Indonesia. Walau dengan drama Freddy di awal yang cukup membuatku kesal. Semoga perjalanan ini menjadi kenangan tak terlupakan untukku dan teman-teman.

Riri menghampiriku yang terlihat senyum-senyum sendiri sambil memandangi handphoneku.

"Heh! Kesambet lu, senyum-senyum sendiri sambil liatin hape," tegur Riri sambil mendorong bahuku pelan agar aku tersadar.

"Hehehe..." kekehku tidak jelas.

Riri mengangkat alisnya sebelah, merasa aneh dengan tingkahku. Lalu, dia menyentuh dahiku dengan punggung tangannya, mungkin mengecek apakah aku masih waras atau tidak.

"Hmm... Sindrom sebelum jalan-jalan nih kayaknya," ucap Riri sambil menoyor pelan kepalaku.

Aku cemberut. "Kok gue ditoyor, sih."

"Habis lu nggak jelas. Udah yuk, balik. Kantor sebentar lagi mau ditutup. Lu mau bermalam di kantor sendirian? Kalau mau sih, serah lu dah," kata Riri sambil berlalu di depanku dengan santai.

"Eh, tungguin dong..." kataku buru-buru membereskan meja dan memasukkan benda asal ke dalam tas. Lalu bergegas mengikuti Riri yang sudah keluar dari pintu ruangan kami, tanpa menyadari handphoneku yang tertinggal di atas meja dan menampilkan sebuah pesan masuk lain dari nomor tidak dikenal. Pesan yang akan mengubah perasaanku pada Freddy.

^o^

Hayooo... Pesan dari siapa tuh... Penasaran? Minta vote dan komentarnya ya dear 😘😘😘

Finding My RingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang