17. Search in Lombok - 1

351 38 6
                                    

Duduk di gazebo taman penginapan menjadi pilihanku untuk menyendiri. Membiarkan Ilham mengurus kamar yang akan kami tempati masing-masing untuk malam ini, beristirahat sebelum besok Subuh berangkat ke bandara Juanda untuk terbang ke Lombok.

Pikiranku kembali melayang pada hilangnya cincinku. Kenapa aku bisa tidak ingat sama sekali di mana terakhir kali kupakai cincin itu? Rasanya aku tidak pernah melepasnya.

Oh, tunggu! Sepertinya saat kemarin mendarat di Bandar Udara Internasional Zainuddin Abdul Madjid, aku masih memakai cincin, apa cincin itu jatuh waktu kami mampir di tempat beli oleh-oleh?

*

"Ilham, apa kita bisa mampir dulu di toko penjual mutiara sebelum ke hotel?" tanya Riri sesaat setelah mobil jemputan kami melaju meninggalkan terminal kedatangan.

"Silakan saja. Ada toko yang ingin kalian datangi? Atau kalian mau melihat-lihat di toko mutiara yang saya tahu? Kebetulan lokasinya searah dengan hotel." Ilham memberikan opsi.

Riri dan Siska saling pandang. Aku tahu mereka tidak tahu toko mutiara di Lombok, mereka hanya dititip untuk membeli mutiara asli Lombok oleh keluarga atau teman yang ingin oleh-oleh mutiara.

"Ke toko yang kamu tahu saja, Ham. Kami tidak tahu toko mutiara di sini," kata Riri.

Jarak dari bandara ke toko mutiara ternyata lumayan juga. Hampir empat puluh menit perjalanan, akhirnya mobil kami parkir di pelataran toko dengan plang besar bertuliskan 'Pearl Lombok'. Toko ini menjual berbagai perhiasan dan aksesori mutiara asli, baik mutiara air laut atau tawar.

Penjaga toko menjelaskan berbagai jenis mutiara padaku, Riri dan Siska, sementara Ilham bersandar di pojok toko dekat pintu sambil melihat kami yang sedang diprospek untuk membeli. Aku menoleh padanya dan mendapati mata kami saling tatap, hanya sedetik, karena aku buru-buru mengalihkan perhatianku kembali pada penjaga toko.

"Kin, lihat cincin yang ini deh, cocok kayaknya di jari lo, coba pakai." Siska menyodorkan kotak dengan cincin mutiara berwarna abu-abu mengilap padaku.

Aku memandangi cincin itu sejenak, lalu mengambilnya dari kotak dan mencoba di jari manis tangan kananku dengan sebelumnya melepas cincin pertunangan dari Freddy.

*

Ya Tuhan, jangan bilang cincinnya tertinggal di toko mutiara itu? Sudah lewat dua hari, apa mungkin masih ada atau disimpan penjaga toko? Atau malah jangan-jangan sudah dijual? Bagaimanapun itu cincin emas. Karena frustasi, aku mengacak-acak rambutku.

Sentuhan lembut di pundakku menghentikan aksiku mengacak rambut. Aku menoleh pada pemilik tangan itu yang ternyata Ilham. Tatapannya padaku terlihat prihatin.

Dengan senyum lembut dia berkata, "Yakin, kamu pasti bisa menemukan kembali cincinnya."

Aku menurunkan tanganku yang semula berada di kepala, lalu mengangguk sambil mengaminkan perkataan Ilham.

"Kalau boleh tahu, itu cincin apa?" Ilham bertanya seraya duduk di depanku.

"Cincin tunanganku."

Jeda cukup lama membuatku teringat tentang toko mutiara tempat di mana cincinku mungkin saja tertinggal. "Ham, aku ingat! Waktu kita ke Lombok dua hari yang lalu, sebelum ke hotel, kita mampir ke toko mutiara, sepertinya cincinku tertinggal di sana. Seingatku, aku melepaskan cincinku untuk mencoba cincin mutiara yang ditawarkan penjaga toko," kataku dengan wajah berbinar.

Finding My RingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang