4. Secret Affair

508 44 10
                                    

Paginya, aku masuk kantor dalam suasana hati kesal. Bagaimana tidak kesal, setelah hampir seharian aku menonaktifkan handphone demi menghindari gangguan Freddy, dia malah menelepon telepon rumah dan mau tidak mau harus aku angkat agar orangtuaku tidak curiga kami bertengkar setelah kemarin kami baru saja bertunangan.

 Bagaimana tidak kesal, setelah hampir seharian aku menonaktifkan handphone demi menghindari gangguan Freddy, dia malah menelepon telepon rumah dan mau tidak mau harus aku angkat agar orangtuaku tidak curiga kami bertengkar setelah kemarin kami ba...

Ops! Esta imagem não segue as nossas directrizes de conteúdo. Para continuares a publicar, por favor, remova-a ou carrega uma imagem diferente.

"Pagi, Kin. Kenapa tuh muka, suram amat. Lagi kesel sama calon suami ya..." ledek Siska, resepsionis di kantor tempat aku bekerja, sesaat setelah aku masuk dan menutup pintu kantor.

Siska, salah satu teman dekatku di kantor. Dia juga teman yang akan ikut tur keliling Indonesia bersamaku.

Karena kepo tingkat tinggi, dia mengekoriku sampai ke kubikel tempat kerjaku.

"Eh, eh, serius deh, lo kenapa?" tanyanya penasaran.

Aku meliriknya sekilas, lalu menghela napas berat. "Terancam batal nih rencana jalan-jalan kita."

Siska terkejut, matanya membulat sempurna. "Jangan bercanda deh lo. Nggak lucu."

"Gue nggak bercanda. Emang lo lihat tampang gue lagi bercanda." kataku kesal.

"Terus kenapa lo ngomong rencana kita terancam batal?"

"Kemarin Freddy..." belum sempat aku bicara, Riri masuk dan langsung memotong ucapanku.

"Kagak ada alesan. Rencana jalan-jalan kita harus jadi, titik!" katanya terlihat kesal. Sepertinya Riri mendengar ucapanku saat dia berada di depan pintu.

Kalau Riri sudah bilang titik ya aku bisa ngomong apa lagi. Dia yang akan bicara dengan Freddy. Rasanya aku bisa membayangkan bagaimana Riri akan memaksa Freddy untuk menyetujui tur kami. Tiba-tiba aku merasa geli sendiri.

"Napa lu senyum-senyum, kayak orang gila," ketus Riri yang melihatku tersenyum sendiri.

"Kenapa lagi sih, tuh Freddy, pake acara ngelarang-larang. Kesel gw! Waktu acara tunangan bukannya dia udah Ok, kenapa jadi berubah lagi," ucap Riri sambil membanting tasnya di atas meja kerja yang berseberangan dengan kubikelku.

"Dia nggak ngelarang sih sebenernya... Cuma mau diubah aja, dari yang sebelum nikah jadi setelah nikah gitu..." kataku mencoba menetralisir kekesalannya.

"Bukan jalan-jalan lajang dong kalau lu udah nikah, gimana sih tuh orang. Lu juga sih, ngasih info ke dia kurang clear, jadi dia nangkepnya setengah-setengah, kesannya jadi kayak lu mau bersenang-senang tanpa dia."

"Ya terus gue musti ngomong gimana coba? Kan emang kita mau bersenang-senang tanpa dia, wong jalan-jalan kali ini perempuan semua. Gue udah ngomong di acara tunangan, terus pas kemarin dia nelepon juga gue jelasin, tetep aja dia nggak mau ngerti."

Riri menghela napas kasar. "Ntar siang, gue telepon tuh cunguk nyebelin."

Aku hanya bisa nyengir mendengar ucapan Riri.

Saat layar laptopku menyala dan menampilkan barisan email-email baru, entah email kerjaan ataupun penawaran-penawaran iklan, email dari juara.indonesiatrip@gmail.com sukses menyedot perhatianku.

Finding My RingOnde as histórias ganham vida. Descobre agora