14. Where is My Ring?

338 42 8
                                    

Aku terbangun begitu pagi. Ini belum pagi, azan Subuh bahkan belum terdengar. Mungkin karena efek kelelahan, ditambah perasaan seperti ada yang kurang kemarin, tidurku jadi tidak nyenyak. Dan alasan aku terbangun saat ini karena tiba-tiba aku teringat kalau cincin tunangan dari Freddy tidak kupakai.

Aku segera bangun dan mengeluarkan semua isi tas yang kubawa ke atas kasur. Kuteliti baik-baik setiap kantong dan sudut terpencil dari tasku, tapi nihil, cincinnya tidak ada.

Sial! Di mana cincinnya? Terakhir kali kuingat rasanya masih kupakai di jari waktu mendaki gunung di Bromo, lalu di mana sekarang? Apa jangan-jangan terjatuh saat turun gunung? Atau saat penerbangan ke Lombok? Ya Tuhan, jangan bilang cincinya hilang.

Aku panik, benar-benar panik. Apa yang harus kulakukan sekarang? Pikir Kinan, ayo berpikir. Temukan cincinnya sebelum acara pernikahan berlangsung. Tidak. Temukan sebelum itu, sebelum Freddy atau siapa pun bertanya dan menyadari aku sudah tidak mengenakan cincin di jariku.

Lalu, siapa yang bisa kumintai tolong? Aku tidak mungkin bicara pada Siska atau Wanda atau bahkan Riri. Mereka tidak boleh tahu aku kehilangan cincinku.

Aku sibuk berpikir sambil berjalan bolak-balik di samping tempat tidur. Kantukku seratus persen hilang, sekarang pikiranku fokus mengingat-ingat di mana cincin itu berada. Aku ingin menangis, tapi ini bukan waktunya menangis, menangis tidak akan mengembalikan cincinku begitu saja. Aku harus mencarinya secepat mungkin, tapi bagaimana? Kemana? Siapa yang bisa kumintai tolong?

Seketika kulihat selebaran yang pernah diberikan oleh resepsionis Juara Indonesia Trip di atas meja dan pikiranku langsung tertuju pada Ilham, tour leader sekaligus tour guide jalan-jalanku. Sepertinya aku bisa minta tolong padanya, tapi aku harus bilang apa? Kalau dia tidak mau membantuku bagaimana? Masa bodo, dia harus membantuku apapun yang terjadi.

Aku menyambar handphone yang tergeletak di atas kasur dan segera mencari namanya pada daftar nomor telepon. Saat aku ingin menekan nomornya untuk menelepon, aku tersadar oleh suara azan Subuh yang terdengar dari pengeras suara masjid. Kuurungkan meneleponnya, tidak sopan menelepon di waktu seperti ini, aku bisa menunggu beberapa jam lagi.

"Sabar, Kinan, tenang..." sugestiku pada diri sendiri sambil menghirup dan mengembuskan napas perlahan agar lebih rileks.

Aku kembali meletakkan handphone dan membereskan semua kekacauan yang sudah kulakukan di kamarku.

Pukul tujuh aku turun ke ruang makan. Kulihat ayah dan adik laki-lakiku sudah duduk sambil menikmati sarapan, sedangkan bunda masih sibuk mengolesi roti dengan selai yang kutebak adalah roti sarapanku.

"Pagi, Yah, Bun," sapaku sambil menarik kursi untuk duduk. Ayah mengangguk dan bunda menyodorkan roti yang sudah diolesi selai kacang kepadaku.

"Hari ini kamu masuk kerja?" tanya bunda.

"Enggak," jawabku sambil mengunyah. "Hari ini aku masih hitungan cuti sampai Senin depan. Jika bukan karena harus kembali dengan Freddy, saat ini aku sedang dalam penerbangan ke Medan, masih dalam rangka jalan-jalan."

Bunda geleng-geleng mendengar jawabanku. "Jangan gitu, Kin. Freddy juga bukan tanpa alasan kan bawa kamu balik di tengah jalan-jalan."

"Iya, sih."

"Oh iya, kamu janji mau anterin Ayah sama Bunda jengukin Papanya Freddy. Jam berapa kita jalan?" tanya bunda.

Aku menenggak habis teh hijau buatan bunda, lalu menjawab, "Jam besuknya dari jam 10 pagi sampai 12 siang. Kita berangkat jam 9, ya."

Aku mengelap mulutku dengan tisu sambil berdiri. "Aku ke atas dulu ya, Bun, Yah. Thanks untuk sarapannya, Bunda sayang," ucapku sambil mengecup ringan pipi kiri bunda.

Finding My RingHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin