22. His Attention - 3

351 36 11
                                    

"Sudah lebih baik?" Ilham bertanya saat kami berdua duduk di bawah pohon kelapa.

Aku menoleh padanya, menunjukkan senyum yang tak bisa kusembunyikan, tanpa menjawab pertanyaannya. Ilham ikut tersenyum melihatku, dia tahu perasaanku sudah jauh lebih baik dari pada kemarin.

"Syukurlah," katanya sambil menatap ke arah pantai lagi.

Kami duduk bersisian, memandang hamparan pasir berwarna pink yang berkali-kali disapu ombak. Lama terdiam, kami seperti tersihir keadaan. Ilham kembali menoleh padaku, aku pun ikut menoleh padanya. Tidak tahu siapa yang memulai, bibir kami saling menyentuh. Sensasi gelitik yang muncul di perutku kian menggila, selaras dengan pagutan Ilham yang semakin dalam dan sentuhan tangannya di pipiku.

Entah bagaimana, tiba-tiba bayangan perselingkuhan Freddy muncul di benakku, membuatku tersadar. Refleks kudorong tubuh Ilham menjauh. Memutus interaksi intim yang terjadi sepersekian detik. Wajahku pucat, aku syok, juga bingung dengan apa yang baru saja terjadi.

Menyadari kesalahannya, Ilham buru-buru berkata, "Maaf. Maafkan aku."

Mendengar permintaan maaf Ilham, hatiku sedikit teremas, kenapa rasanya nyeri? Aku tahu ini salah, tetapi sebagian diriku menginginkannya. Perasaan stres dan tertekan yang kurasakan sejak aku mendapat kiriman foto mirip Freddy dengan wanita lain, ditambah kehilangan cincin, dan terakhir melihat sendiri perselingkuhannya, membuatku berada pada titik paling rendah. Dan perhatian Ilham saat inilah yang menjadi obat penenang kegundahan hatiku. Aku tidak ingin menerima permintaan maaf Ilham. Tidak. Karena jika begitu, aku mengakui kalau dirinya salah, sedangkan di sini, aku pun salah, bukan hanya dia.

Aku berdiri, lalu berlari ke pinggir pantai tanpa mengindahkan panggilan Ilham dan kembali bermain dengan ombak. Ilham yang sepertinya salah paham karena aku tidak merespon permintaan maafnya, ikut berlari di belakangku. Dia menarik lenganku, memintaku memberikan perhatian padanya.

"Aku minta maaf. Sungguh, aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya ... hanya ingin menghiburmu." Suara Ilham mengecil di akhir kalimat.

Kusentuh tangannya yang memegang lenganku, dan kulepaskan pegangannya dengan lembut. "Aku nggak marah dan itu bukan sepenuhnya salahmu. Jadi, kamu nggak perlu minta maaf. Aku ngerti, Ok."

Lalu, aku berbalik dan berjalan menjauh dari Ilham. Aku bingung dengan perasaanku saat ini. Semuanya seperti tidak nyata. Pertunangan, cincin hilang, perselingkuhan, dan perasaan aneh yang kurasakan saat ini.

*

Perjalanan kembali ke hotel kami lalui dalam diam. Aku dan Ilham sibuk dengan pikiran masing-masing. Bahkan, sesampainya di hotel, kami masih tidak saling bicara. Kejadian tadi terulang-ulang kembali di pikiranku bersama dengan perasaan aneh yang tidak kumengerti.

Pikiranku teralihkan oleh sebuah pesan yang masuk ke gawaiku.

Freddy: Hai, Beib. Lagi ngapain? Hari ini kamu pulang dari Surabaya, kan?

Kulihat pesannya di notifikasi tanpa membuka aplikasi. Buat apa dia bertanya kapan aku pulang? Biar dia bisa jalan-jalan dan bermesraan dengan wanita kemarin tanpa ketahuan?!

Tidak lama, pesan dari Freddy masuk lagi.

Freddy: Gimana pesta teman kamu? Kamu pasti lagi reunian sama teman-temanmu yang lain.

Freddy: Jangan lupa mengundang mereka di pernikahan kita nanti, dan sampaikan salamku untuk mereka, ya.

Deg! Jantungku berdetak cepat. Pernikahanku akan tetap berjalan sesuai rencana. Sementara kemarin aku melihat Freddy bermesraan dengan wanita lain, dan aku sendiri baru saja berciuman dengan laki-laki lain. Ya Tuhan, apa yang sudah kulakukan?!

Finding My RingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang