#78 Putus

3.5K 389 301
                                    

Setelah mendapatkan target segera memasuki halaman parkir, Thom segera pergi membawa  informasi kembali Ke Bastian.

Hening seketika.

Bahkan detik di jam tangan melompat terdengar berisik di setiap telinga. Terasa suram, karena wajah pemimpin kelompok kali ini, gelap seperti langit yang ingin menerbitkan petir.

Hitungan tiga puluh detik mundur,
Lima..tiga..dua... satu!

Sepasang mata biru terlihat berawan mendung, dengan alis pedang mengeryitkan ujungnya saling menombak bertemu, ketika pandangan jatuh pada Arissa dan seorang pria yang tengah keluar melewati pintu.

Tik..tik..!
Detik jam makin berisik. Bastian hanya diam mengamati secara detail dan keseluruhan adegan.

Arissa tengah memutar kepalanya kadang ke kiri, kadang ke kanan. Namun tidak pernah menghadapkan kepalanya ke depan. Bagi Arissa, dalam drama selalu saja ada adegan-adegan dimana sang tokoh utama pria melewati wanitanya begitu saja tanpa sengaja mereka udah kelewatan. Jangan sampai Bastian melewatinya.

Sedikitpun ia tidak  menyadari sosok tinggi tegap yang tengah duduk di atas kap mobil naas yang telah menabrak There.

Arissa menarik nafasnya, makin berat. Kenapa Bastian nampak tidak ada di manapun. Bukankah ia disini ? Pikiran buruk masuk membisik Arissa,

jangan-jangan dia lagi kencan! hiks ..

Tangannya tanpa sengaja mengerat melingkar di lengan Dion. Mata Dion lurus menatap sosok yang terlihat panas. Sangat panas. Tanpa sadar Arissa tengah meniup api menjadi lebih besar.

"Arissa !"

Deg!

Mendengar satu suara yang terdengar garang dan sangat familiar.  Arissa langsung mengenal suara ini. Mendongakan kepalanya ke depan, menatap lurus hampir menangis.Mengapa pria bermata biru ini terlihat melebihi batas marah. Tepatnya ia tengah murka.

Bastian.

Api besar terlihat jelas. Asap hitam membuat Arissa segera sesak nafas. Ini rasanya jika ketahuan berselingkuh?tidak, Arissa hanya berpura-pura.  Arissa berpikir bagaimana memadamkan api, ia melepaskan tangannya dari lenga Dion.
Hitungan detik, ia terlihat salah tingkah dan bodoh.
Tapi, Dion bersikap sebaliknya, mengambil percaya diri merasa wajahnya tidak kalah tampan, ia malah merangku Arissa ketat. Tepat tangan Dion melingkar di pinggang Arissa, ujung pinggangnya bahkan terlihat merucut ke dalam.

Arissa memasang wajah meringis. Dion mengipas api lebih besar, Bastian sedari tadi hanya diam. Diam yang terlihat  sangat suram.

Diam itu emas. Bukan. Makin selow, makin keji.

Arissa takut setengah mati, Dion meniup-niup rambut Arissa,  sambil berjalan ke arah mobil yang telah di lingkari.  Bastian masih duduk menumpuk kaki, mata birunya memang sangat memukau, tapi sorot matanya, terlihat lebih keji dari biasanya.

Satu demi satu orang-orang Bastian keluar dari dalam mobilnya, mengeluarkan pemukul dan tongkat, yang kemudian di ketuk-ketuk menyentuh lantai, satu ketukan dengan irama seragam, untuk menakuti mangsanya.

Tuk...tuuuuk!!!

Dion picik menyindir dalam hatinya,

mengepung saya, lebih baik menangis!

"Kamu kenal?" Dion melempar skenario pada Arissa ketika mereka berdiri berpasangan, menghadap Bastian.

Arissa bingung sebentar, ingin lari ke Bastian, tapi Bastian terlihat menakutkan, ia  meringis dengan wajah menunduk menatap ujung sepatu pria bermata biru, "dia mantan."

Gadis Arisan (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang