Part 42 Ciuman tidur

17.1K 575 43
                                    

Bastian mengelap peluh keringatnya. Namun ia bukan terlihat lelah, mata birunya bahkan  berbinar cerah  karena sudah mencapai pintu apartemennya. Segera dengan kartu ditangannya, ia memindai pintu apartemen.

Deg...

Untuk pertama kalinya, Bastian ikut merasa getar di dadanya, bahkan ketika ia melihat Pintu perlahan bergeser terbuka, terlihat sangat lambat, namun getar di dadanya terpacu dengan sangat cepat.

Sedikit tak yakin, Bastian menyentuh dadanya.

Benar.

Disitu ia merasa ada sesuatu berpacu sangat cepat. Cepat. Cepat.

Ia sedikit ragu, mulai mempertanyakan kesehatanya sendiri. Apa hari ini serangan jantungnya sedang berlangsung begitu lama. Ia menyadari jantungnya  mulai menunjukan kecepatan yang abnormal? Sejak kapan? Sejak gadis itu akan melompat ke bawah, dan itu membuat dirinya meletakan kesombongan tiraninya dan mencengkram frustasi.

Kapan ia pernah seperti ini? Bastian lupa akan hal itu, hanya saja kehilangan Andra hal yang wajar memiliki rasa frustasi yang panjang, kebersamaan dengan dirinya belasan tahun menguap begitu saja. Tapi Arissa, hanyalah gadis yang datang dalam waktu perkenalan yang singkat, namun mampu memberikan rasa frustasi yang sama? Tidak masuk akal.

Bastian menggelengkan kepalanya, menguapkan pikirannya ke udara. Kemudian masuk dengan menenteng beberapa kotak makanan yang masih hangat, karena sebelumnya ia telah meminta Thom  menginjak pedal gas dengan tenaga maksimal, bahkan setelah itu ia memilih berlari menaiki tangga mencapai lantai lima karena ia tak sabar  saat Lift tengah sedang digunakan. Ia tidak bisa menunggu  lebih lama, ia takut makanan ini akan terlalu dingin dan tidak akan enak untuk di makan.

Setelah ia memasuki apartemenya..

Sebaik mungkin menyembunyikan ketegangannya, ruangan terlihat gelap, hanya cahaya telivisi yang menerangi ruang tamu. Ia pun menekan saklar menghidupkan lampu tidur, kini terlihat cahaya remang kuning kini menghiasi ruang tamu

Mata biru Bastian memindai  pertama sosok Arissa tertidur pulas di sofa. Ia mengenakan kemeja putih miliknya, yang tampak longgar dan mencapai lututnya. Kembali batin Bastian mengalami konflik, nafas yang susah payah ia atur , kembali hancur berantakan, pose tidur gadis itu menganggu pikirannya sekali lagi. Ada sesuatu yang menegang, membuat  bibirnya kering seketika, dan muncul dorongan haus.

Ia menolak perasaan haus karena melihat gadis itu. Itu tidak mungkin. Ia haus karena kelelahan berlari menaiki tangga. Ia yakin hal itu, ia hanya haus karena lelah, bukan karena sosok lembut yang tertidur pulas.

Bastian dengan keras menolak perasaan kering, ia  berbalik menguapkan pikirannya segera, biasanya ia adalah orang yang terkendali, tapi kini ia merasakan adanya lubang besar yang membocori pertahanannya sekarang.

Matanya  memindai  meja tamu yang penuh dengan sampah makanan, botol-botol minuman berserakan, piring-piring kotor menumpuk seperti gunung.

Bastian kembali menoleh ke belakang, ia mengamati perut Arissa yang terlihat tak rata. Terlihat lebih bulat dan membuncit ke depan. Ia pun menduga pastilah Arissa sangat kekenyangan saat ini.

Ia mengutuki dirinya sendiri? Mengira gadis ini akan mati kelaparan jika ia datang sedikit terlambat. Kemudian ia menertawakan dirinya, mengapa ia terlalu berusaha hanya untuk sebuah makan malam?

Ia meletakkan makanan di meja kopi,  tiba-tiba saja rasa hausnya masih  terasa di tenggorokannya, ia membuka kulkas dan yang ia dapatkan isi kulkas benar-benar kosong. Ia tak bisa menahan rasa gelinya, membayang Arissa seperti babi rakus yang melahap isi kulkas  dan menghabiskan semua botol air minum seperti seorang yang telah sekian lama tinggal di padang gurun

Ia kembali meniup-niup rasa hausnya ke udara.  Ketika ia berbalik matanya menyapu air botol mineral yang tersisa di atas meja tamu, ia akhirnya duduk di tepi meja di sebelah sisi Arissa. Mengambil botol air tersisa, dan menelannya habis.

Sedetik kemudian ia menyadari, sejak kapan ia meminum botol yang sama dengan orang lain. Namun mengingat bekas botol ini melekat bibir Arissa, ujung kupingnya terlihat memerah. Dahaganya bukan menghilang, kian terasa mengering, ia menjadi gelisah mengingat bibir gadis yang tertidur di sampingnya.

Ia menatap wajah kecil yang terlihat tenang, tidur sangat nyenyak dengan ekspresi polos yang turut menggoda, bahkan bibir Arissa tersebut terlihat  seperti puding bewarna merah dengan tekstur lembut tampak kenyal , dan terlihat enak untuk dimakan.

Godaan makin besar, mata birunya terlihat lebih menggelap, ia bahkan tidak bisa  menyembunyikan perubahan hatinya, bagaikan telah  terdorong iblis yang telah menggodanya, ia mencodongkan tubuhnya ke depan, membungkukan pinggangnya, wajahnya tampan beringsut menunduk kepalanya, menerima aroma sabun yang segar dan menyenangkan.

Arus aneh menggerakan dirinya, mengintruksi dirinya jatuh menyentuh bibir tersebut. Perlahan ia merasakan sensasi lembut, kenyal , dan mati rasa ketika ia melepaskannya begitu saja. Perasaan ini sepertinya tak pernah ia alami. Ia mendadak linglung di tengah ciuman tak berbalas.

Sensasi tubuhnya mendadak terbakar, bayangan di balik kemeja putih pernah ia lihat sebelumnya. Bukankah tak masalah jika ia ingin melihatnya sekali lagi? iapun  tergelitik untuk melihatnya kembali, bukan karena dorongan obat  manapun. Kali ini ia benar-benar terdorong ingin memiliki gadis ini, malam ini juga.

Perlahan ia kembali menunduk dan mencium kembali lebih dalam, merasakan sensasi basah yang masuk ke dalamnya mulutnya, Arissa tergelitik mengira ia sedang bermimpi menikmati makanan yang terasa kenyal dan menggigit, namun makanan itu tak kunjung habis di mulutnya. Dalam mimpinya ia mulai merasakan sesuatu yang berat naik ke atas tubuhnya, dan ketika tekanan  dalam rongga mulutnya makin besar, menarik semua udara dari paru-paru ya, perlahan ia merasa sulit bernafas, dan ketika ia bisa mengambil nafasnya karena makanannya telah hilang, ia kembali merasakan tubuhnya terasa ringan seperti terabgkat dan berpindah ke tempat yang lebih lembut, dan setelah itu ia  kembali menikmati makanannya, kali ini makanannya terasa lebih berair dan basah lebih banyak. Rasa sensasi haus yang tiba-tiba membuat dirinya menampung dan mengelap lebih banyak aroma yang ia makan, dan ketika beban kembali menekan tubuhnya, Arissa tidak melakukan perlawanan, ia bahkan tidak membuka matanya, ia merasa dirinya sedang  beralih ke mimpi yang erotis, yang membuat dirinya terasa nyaman.

Ia takut jika ia membuka matanya maka mimpi itu akan hilang begitu saja.

************

Author note :
Di banguni nggak Arissa?

Gadis Arisan (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang