Kilas Balik

266 15 0
                                    

10 Tahun yang Lalu

Darmala sudah berada di dalam sebuah ruangan yang kecil. Di depannya sebuah dipan kayu dengan seorang bocah laki - laki yang sedang tidur diatasnya. Ia meletakkan kotak kayu disamping bocah yang tidur. Sedangkan, anak yang ia panggul dibaringkan ke tanah dengan hati – hati, kondisinya masih belum sadar. Dengan cepat ia membuat Kacapuri seluas kamar tersebut. Ia ingin segera menyelesaikan pekerjaan sebelum para makhluk hitam mengetahui keberadaannya.

"Ahk." Perutnya terasa sakit. Luka dalam akibat serangan lawan berdenyut dikarenakan mengeluarkan tenaga untuk membuat Kacapuri.

Setelah dirasa cukup, Darmala mendekatkan telapak tangan kanannya kedada anak yang tidur di atas dipan. Sebuah lobang gaib terbuka secara tiba – tiba diantara telapak tangan Darmala dan dada si bocah. Dengan sigap, Darmala segera mengambil keris pusaka yang berada di dalam kotak kayu. Pancaran tenaganya menyebar keseluruh kamar. Namun tidak sampai keluar lebih luas karena sudah terhalang oleh Kacapuri.

"Uhuk." Darmala terbatuk, seketika darah kembali mengalir dari mulutnya. Segera ia mengelap dengan lengan bajunya. Ia tidak ingin membuat kecurigaan tuan rumah dengan bekas darah yang berceceran. Setelah selesai dengan darahnya, ia menengadahkan telapak tangan kanan, keris pusaka diletakkan di atasnya. Dengan sedikit hentakkan, keris melayang pelan menuju lobang gaib dan disambut oleh sinar berwarna keemasan yang muncul dari dalam. Segera, Darmala menutup lobang gaib setelah benda pusaka itu sudah tidak terlihat. Bersamaan dengan itu, pancaran keris pusaka menghilang sama sekali. Tidak dapat dirasakan lagi.

"Ah selesai, sementara benda itu aman." Darmala merasa lega. Segera Kacapuri di hilangkan. Dengan sisa tenaga ia kembali memanggul anak yang pingsan dan membuat pintu gaib untuk pergi dari tempat itu. Tidak lupa kotak kayu di tentengnya. Sementara si bocah masih saja tidur dengan lelapnya.

* * *

"Keparat!! Kemana perginya si bangsat itu!" Makhluk hitam kepala anjing terlihat gusar. Ia kehilangan benda buruannya bersamaan dengan Darmala yang sudah melarikan diri. Disekitarnya puluhan prajurit Prari tewas tergeletak ditanah demi menjaga kerajaan dan rajanya. Sikuping lancip tidak kalah gusar dengan pandangan yang beredar ketiap sudut. Apalagi pancaran tenaga buruannya pun sudah tidak terasa lagi ditempat itu.

* * *

"Hueek." Darmala muntah darah segar hingga mengotori bajunya. Dalam posisi duduk bersila ia berusaha memulihkan kondisi. Tenaga dalam ia salurkan keseluruh tubuh. Sedangkan anak yang pingsan di rebahkan satu meter didepannya. "Gawat, luka dalamku sangat parah. Aku harus mencari pertolongan." Gumamnya dalam hati. Ia lalu meneruskan meditasi usaha penyembuhan diri dengan sisa – sisa tenaga.

Tiba – tiba, "Huaaahhh!!" Sebuah teriakan keras membuat konsentrasi Darmala buyar. Ia segera membuka kedua mata mencari tahu asal suara. Teranya teriakan itu berasal dari anak yang sedari tadi pingsan. Anak itu sudah dalam posisi berdiri dengan mata melotot. Tubuhnya menegang dengan sisik – sisik ular muncul disekujur badannya. "Huaaa....Haaaaaa." Teriakan kesakitan memecah keheningan hutan.

Wuut. Tanda diduga, anak yang kesakitan melesat kearah Darmala dengan sangat cepat. Plaakk! Sebuah tendangan mendarat diwajah Darmala dari sebelah kanan. Gerakan yang sangat cepat dan tiba – tiba membuat Darmala tidak mampu menghindar, ditambah kondisi tubuhnya yang lemah. Darmala terguling kesamping kiri. Entah kenapa kaki kecil itu memiliki tenaga yang sangat besar.

"Hyaaaaa!" Anak itu kembali melesat kearah Darmala yang masih terkapar. Melihat bahaya datang, Darmala mengarahkan telapak tangan kanannya kearah penyerang. Wuss....sinar hijau menjalar cepat kearah saasaran. Seketika sinar hijau membelit tubuh anak yang sedang kalap sehingga serangannya terhenti. Anak itu berusaha melepaskan ikatan tubuhnya sambil terus berteriak.

Perlahan Darmalabangkit dan berjalan mendekati anak yang terikat oleh jurusnya. Diperhatikandengan seksama kondisinya. Ia kemudian mengambil sebuah batu berwarna hijaudari kantong bajunya. Diraihnya tangan kanan anak tersebut, batu diletakanditelapak tangannya kemudian di bantu menggenggam batu tersebut. Batu bersinarterang. Beberapa saaat kemudian, teriakan mulai melemah seiring denganmenghilangnya sisik – sisik di tubuh anak tersebut. Darmala ambruk ke tanah,disusul oleh anak yang ada didepannya. Keduanya tergeletak diam tidak bergerak.


BUMANDHALA : MENJAGA BUMI (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang