BAB VIII Bala Bantuan 3

238 18 0
                                    

Brukk. Gallam jatuh tersungkur mencium tanah didepan Abire. Ia tunggang langgang menyelamatkan diri dari gempuran jurus – jurus mematikan.

"Pengecut kau Gallam!" Bentak Abire

"Ampun tuan, jurus Badraniya dan perempuan itu sangat ampuh. Selain itu, saya terluka dalam." Gallam berusaha duduk.

"Goblok! Ribuan tahun bebas berkeliaran tidak ada peningkatan ilmu mu hah!"

"Ampun tuan saya tidak berani bergerak terang – terangan."

"Cuih. Dasar lemah." Abire melayang melesat kearah eyang Badranaya.

*

Bleng. Bleng.

Byurrrr..

Serangan bola api dan ombak besar silih berganti mencari sasaran. Makhluk – makhluk Tamisra bertahan sekuat tenaga mempertahankan diri. Meskipun mempunyai kesaktian tinggi, menghadapi eyang Badraniya merupakan usaha yang sangat berat.

"Awas kakang Badra!" Ratu laut selatan atau nyai Kirana memberi peringatan.

Wuttt. Pukulan telak melayang kearah kepala eyang Badranaya. Untung peringatan ratu laut selatan tepat waktu. Dengan gesit, eyang Badraniya salto kebelakang menghindari serangan. Burung raksasa berputar mengikuti tuannya. Jengkel serangannya gagal, Abire merubah taktik. Asap hitam disemprotkan dengan sangat cepat kearah ratu pantai selatan melalui telapak tangan kirinya.

Aaaahk. Karena lengah, serangan Abire mengenai sasaran dengan telak. Ratu pantai selatan terpelanting dan jatuh ketanah diam tak bergerak.

"Menggangu saja." Geram Abire.

"Ratuu!" Prajurit laut selatan yang melihat segera menghambur ke arah ratunya. Segera diangkatnya, lalu melesat kegaris belakang.

"Keparat. Main belakang kau pengecut." Eyang Bdranaya geram. "Ayo aku lawanmu."

"Banyak omong." Abire melesat kearah lawannya dengan sangat cepat. Eyang Badranaya yang sudah bersiap, melompat dari punggung Tumpakkannya. Serangan Abire langsung dihadapi. Pertarungan jarak pendek terjadi dengan sengit. Pukulan dan tendangan berisikan tenaga dalam tinggi ssaling dilancarkan. Meskipun berbadan sangat gemuk, eyang Badranaya terlihat gesit mengimbangi serangan Abire. Brrukkk. Demm. Pukulan saling beradu menimbulkan percikan tenaga yang besar.

Keduanya salto kebelakang melayang turun ketanah dan mengatur kuda – kuda. Para prajurit segera menjauh dari pertarungan dua peminmpin yang saling berlawanan. Pancaran tenaga keduanya sungguh menakutkan.

Tumpakkan burung api kembali masuk kedalam cincin.

"Astradipta." Tiga buah sinar berbentuk tombak siap dilontarkan.

"Pragalba Detya." Abire mengacungkan telunjuk bawah. Dengan cepat lobang gaib muncul dari arah yang ditunjuk. Tiba – tiba sesosok makhluk hitam berwujud mengerikan melayang keluar dari dalam lobang gaib. Semakin lama semakin tinggi dan membesar. Hingga setinggi lima meter, lobang gaib menutup. Raksasa itu memegang tameng ditangan kiri, sedang tangan kanannya menggenggam golok besar.

"Serang!" Perintah Abire

Huarrrhg. Diawali teriakan keras, raksasa Pragalbadetya berlari kearah sasarannya. Langkahnya yang lebar menambah kecepatan.

"Haa!!" Hentakkan tenaga dari eyang Badranaya melontarkan Astradipta. Ketiganya melesat kearah raksasa. Bleng. Bleng. Bleng. Tiga serangan Astradipta dengan mudah dipatahkan oleh si raksasa. Dua dihadang dengan tameng yang satu dihajar menggunakan golok besar.

Langkah raksasa terus berlanjut, serangan baru saja serasa bukan halangan. Wuusss. Golok besar diayunkan ke arah wajah eyang Badranaya. Dengan tenang eyang Badranaya mengangkat tangan dengan jari telunjuk diacungkan kearah datangnya golok. Jari dan golok raksasa saling beradu. Darr. Raksasa Pragalbadetya hancur lebur tidak bersisa.

"Keparat!!" Abire kembali merapal jurus yang sama. Kali ini tiga raksasa Pragabaldetya muncul dari lobang gaib. Dengan munculnya ketiga raksaa itu, Abire menghembuskan asap hitam pekat kearah raksasa didepannya. Asap hitam diserap oleh ketiganya, seketika tenaga raksasa bertambah secara cepat.

Ggrraaa. Ketiganya berlari kencang kearah eyang Badranaya. Wut. Wut. Wut. Serangan golok besar secara beruntun mengarah kepada kakek gemuk. Serangan yang sangat cepat dan penuh tenaga dihindari secara hati – hati.

Pada satu kesempatan, eyang Badranaya melompat tinggi keatas para raksasa. Dua bola sinar merah dilesatkan berbarengan melalui kedua telapak tangannya.

Bum. Bum. Dua raksasa terkena hantaman di bagian kepala dan hancur tanpa bekas. Setelah melayangkan serangan, Eyang Badranaya langsung bersalto kearah raksasa yang tersisa. Tangan kanannya yang diselubungi sinar merah meluncur deras kearah musuh. Duar. Serangan dengan telak meledakkan kepala raksasa. Raksasa itu pun hancur jadi asap dan hilang tidak berbekas.

"Hiyaaa!!!" Melihat serangannya gagal Abire meningkatkan tenaganya. Asap hitam tipis mengepul dari seluruh tubuhnya. Pancaran tenaganya terasa meluap – luap.

"PAWANA RAJATA." Abire mengucap mantra. Seketika angin puting beliung berwarna hitam muncul berputar – putar didepannya. Semakin lama angin semakin membesar.

"Menjauh dari disini" Lengkingan suara eyang Badranaya terdengar ke seantero dataran Kureta. Parajurit Sandya dan para petinggi segera menjauh dari pusat pertarungan hingga ke garis belakang. Begitu pula pihak Tamisra.

"Letakkan ditempat ini." Sanggala memerintah anak buahnya yang menggotong Dalik. Diatas panggung kayu, Dalik dibaringkan untuk menjalani pengobatan lanjutan. Anak buah Sanggala segera turun dari panggung kayu. Khamsu segera menghampiri gurunya yang masih tidak sadarkan diri. Sementara itu Satera, Jatinala, eyang Naman dan Kalman serta para mancaran berdiri di tanah depan panggung kayu memperhatikan jalannya pertarungan. Hembusan angin puting beliung masih bisa dirasakan walau sudah menjauh.

Angin puting beliung yang berukuran besar tiba – tiba membelah diri menjadi dua. Dua buah serangan berkekuatan besar mendekat kearah eyang Badranaya. Angin yang berputar – putar itu terasa tajam melebih pedang. Dedaunan yang melayang disekitarnya terpotong – potong menjadi kecil.

Sedikit demi sedikit, eyang Badranaya tersedot kedalam putaran angin puting beliung. Ia pun bertahan dengan tenaga nya agar tidak terbawa. Semakin dekat angin puting beliung, semakin terasa kekuatannya.

Kedua angin bergerak kearah kanan dan kiri eyang Badranaya. Hal ini menyebabkan tubuhnya tertarik dua arah. Jika tidak ditahan, bisa saja tubuhnya terbelah dua tertarik ke arah kanan dan kiri.

Padnumaya pun digenjot ketingkat yang lebih tinggi. Tubuh eyang Badranaya berpendar kekuningan.

Melihat lawanyya bisa bertahan, Abire mengubah serangan. Dua puting beliung bergerak mundur perlahan dan melebur menjadi satu.

krak.krak. Bebatuan yang tersedot puting beliung hancur berkeping – keping ketika masuk kedalam pusaran.

Bergabungnya dua puting beliung menjadi satu menambah daya kekuatannya. Eyang Badranaya kembali tersedot ke pusat pusaran angin. Putaran angin yang tajam berbentrokkan dengan tenaga pelindung eyang Badranaya.

Fuuuhh. Abire meniupkan asap hitam kearah angin puting beliung terus berputar liar. Asap hitam bergulung – gulung menyatu dengan pusaran angin lalu menyebar kesegala arah. Sebaran asap hitam menyebabkan pernapasan eyang Badranaya terganggu. Napasnya terasa berat seperti ada yang menghalangi aliran udara keparu – parunya.

"Lawung Agni." Eyang Badranaya mempersiapkan serangan diantara usahanya mempertahankan diri dari jurus lawan. Kobaran api muncul di belakang punggungnya. Kali ini tidak seukuran tombak, akan tetapi besar dan tingi bagaikan pohon jati yang sudah siap tebang. Tombak raksasa itu berkobar meluap – luap.

"Hiya!" Hentakan tenaga eyang Badranaya melontarkan jurusnya melesat keudara. Melayang tinggi keatas hingga melewati pusaran angin puting beliung. Seketika, jurus Lawung Agni berbalik arah menukik ke arah pusat pusaran angin.

Sras. Sras. Sras. Pergerakkan tombak api di dalam pusaran angin menimbulkan bunyi – bunyi terbakar. Sinar merah api menyala – nyala di sela pusaran angin berwarna hitam pekat.

BUMANDHALA : MENJAGA BUMI (TAMAT)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt