Bab VI. Memperbaiki Bumandhala 2.A

276 16 0
                                    

Pantai Selatan

"Apakah semua makanan dari istana seenak ini guru?" Khamsu bersandar pada sebuah pohon setelah selesai menyantap bekal dari istana Basukaiswaran.

"Mungkin, makanan istana Kastaranegara juga enak. Apa kamu sudah pernah merasakannya." Dalik menjawab sambil menyantap suapan terakhir.

"Jangankan makan makanan istana, melihat istananya saja saya belum pernah. Hehehe." Ujar Khamsu.

"Belum pernah? Istana kerajaan belum pernah lihat?" Dalik lalu berdiri dan berjalan menuju sebuah sungai kecil dibelakangnya untuk membasuh tangannya sambil jongkok.

"Belum pernah guru, dusun saya jaraknya sangat jauh dari kotaraja." Khamsu melakukan hal yang sama dengan Dalik.

"Selamat malam tuan Dalik." Baru saja Dalik dan Khamsu berdiri, dibelakang mereka terdengar suara seseorang memberi salam. Segera mereka membalikkan badan karena suara tersebut. Sesosok orang berpakain serba hitam sudah berada ditempat itu, dan Dalik langsung mengenali siapa yang datang.

"Ada kabar apa dari Talika." Ucap Dalik. Sosok berbaju hitam tidak segera berkata tetapi melirik kearah Khamsu. "Ah tidak mengapa, silahkan beri laporan." Ujar Dalik setelah ia melihat isyarat lirikan mata.

"Ada kabar para Tamisra sudah bergerak pagi hari tadi. Eyang Badraranaya berpesan supaya perjalanan anda lebih dipercepat karena segera terjadi peperangan."

"Peperangan!?" Dalik terkejut mendengar berita dari Talika.

"Benar, Tamisra ingin menghancurkan Sandya dan membunuh Eyang Badranaya."

"Hmm kondisi yang gawat. Baiklah akan saya usahakan secepat mungkin misi ini selesai. Apakah markas Sandya sudah siaga?"

"Seluruh anggota Sandya sudah bersiaga, mereka menuju dataran Kureta tempat untuk berperang." Jawab si baju hitam.

"Dataran Kureta? Ada kabar lainnya?"

"Tidak ada, laporan saya sudah selesai. Saya mohon pamit." Sosok berbaju hitam membungkuk kearah Dalik. "Silahkan." Jawab Dalik lalu sibaju hitam berbalik arah dan membuka pintu gaib dan memasukinya. Pintu gaib lalu tertutup.

"Ayo Kham, waktu kita tidak banyak." Segera Dalik mengeluarkan Tumpakkan dan membuka pintu gaib. Keduanya bergegas memasuki alam gaib dengan tunggangan masing – masing.

* * *

Pasukan Tamisra dibawah pimpinan Abire mulai memasuki wilayah dataran Kureta. Sesuai perkiraan dari Talika, bagian telik sandi milik Sandya, mereka datang dari arah barat saat gelap tiba. Obor sebagai penerangan yang mereka bawa terlihat memanjang sesuai barisan. Bagaikan ular api yang berjalan pelan.

Melihat kedatangan pasukan musuh yang berjumlah berkali lipat mulai mendekat, pasukan petinggi Sandya segera bersiaga. Satera, eyang Naman, Kritnov dan beberapa Mancaran berdiri paling depan.

"Saya akan mencoba menyampaikan pesan eyang Badranaya, semoga mereka mau mendengar usulan yang saya sampaikan." Satera berbicara agak keras agar terdengar oleh pasukannya.

"Obor." Ia mengangkat tangan kanannya dengan pandangan tetap kedepan. Seseorang dibelakangnya mendekat dan memberikan sebuah obor kepada Satera. Dikeluarkannya Tumpakkan berupa harimau putih dengan belang hitam. Satera segera melompat menaikinya dan menghentak supaya berlari menuju kearah pasukan musuh.

Setelah merasa jarak sudah cukup, Satera menghentikan Tumpakkan dan mengayun – ayunkan obornya kekanan dan kiri. Dengan melakukan itu Satera berharap mencuri perhatian pasukan lawan yang baru tiba.

BUMANDHALA : MENJAGA BUMI (TAMAT)Where stories live. Discover now