BAB VIII Bala Bantuan 2

249 18 0
                                    

"Huahaha, terus. Keluarkan semua kemampuanmu." Blajag kegirangan dengan apa yang dilakukan lawannya. Ia sedikit meremehkan, hingga membuat dirinya lengah.

Plaakk. Blajag terkena tendangan di pelipis kirinya. Kecepatan Dalik yang meningkat pesat tidak terbaca olehnya hingga tidak mampu menghindar. Blajag jatuh terguling – guling.

"Hmmm siapa lawan Blajag. Sepertinya lumayan juga." Abire memperhatikan pertarungan yang dilakukan oleh Blajag di luar medan peperangan. "Kalau seperti ini, pasukanku akan semakin terdesak. Cuih! Gallam tidak bisa diandalkan."

"Dawuya, Iputini. Saatnya kalian unjuk kebolehan setelah ribuan tahun menahan diri."

"Heheheh siap tuan. Saatnya melenturkan otot – otot yang kaku." Dawuya melesat berlari kencang menggunakan kaki dan kedua tangannya seperti kera.

"Akhirnya...." Ipituni melompat keatas. Seketika bagian perut kebawah berubah menjadi asap hitam. Lalu ia terbang melesat dengan cepat.

Dibagian tanah, Dawuya mengobrak – abrik lawannya. Cakaran dan gigitannya yang bergerak cepat sulit sekali untuk dihindari.

Sedangkan dari udara, Iputini menghujani sasarannya dengan pasak panjang yang terbuat dari asap hitam pekat.

Aaaaa. Huaaakk. Jeritan prajuirt Sandya terdengar berurutan. Jeritan kesakitan dan jeritan menjelang ajal.

"Rupanya dedengkot Tamisra sudah mulai turun tangan. Semoga saja bisa dihadapi." Eyang Badranaya bergumam pelan.

"Kesaktian mereka benar – benar nyata. Selama ini aku hanya mendengar saja." Sang Ratu yang mendengar ucapan Eyang Badranaya ikut menimpali.

Sedangkan Khamsu, berdiri menjauh di pojokan panggung tidak mau mendekat ke arah Ratu laut selatan.

Bleng. Bleng. Bleng. Tiga bola sinar hitam besar menghantam Dalik yang sudah terlindungi Catratyanta berbarengan.

"Uaahkk..." Dalik terpental kebelakang dan terguling.

"Sial. Kekuatannya jauh berbeda dari si banteng." Dalik mengatur jalan napas untuk memulihkan tenaganya. Beruntung ia sudah menaikkan kekuatan Padnumayanya.

"Wah wah wah.... Hebat juga kemampuanmu." Blajag mengacungkan jempol kanannya kearah Dalik. "Jarang sekali ada yang dapat menahan serangan ku ini, hebat...hebat..."

Dalik lalu berdiri tegak, kedua tangan terkepal saling tinju didepan dadanya. "Astradipta. Haaa!" Kedua tangan dihentakkan kedepan, lima buah sinar putih dengan ujung runcing sepanjang satu meter melesat bersamaan. Kelimanya mengarah ke badan Blajag.

Blemmm. Kelima sinar beradu dengan Dumayasora milik Blajag.

Blajag terdorong lima puluh senti kebelakang akibat benturan tenaga yang besar.

"Bajingan. Serangannya kuat sekali." Blajag merasa gusar.

Tidak mau berlama–lama, Blajag bersiap dengan serangan berikutnya. "Haaa." Dengan sekali hentak, dua sosok Blajag muncul disamping kanan dan kirinya. Sekarang, sosok Blajag menjadi kembar tiga. "Kali ini nyawamu akan terlepas." Tiga sosok Blajag berbicara bersamaan. Masing–masing sosok tersebut meniup tangannya yang terkepal lalu berucap "Lodrakalana."

Tiga sosok raksasa merah muncul di samping kanan tiap sosok Blajag.

"Hmmm sepertinya ini serangan yang sangat kuat." Gumam Dalik. Ia pun meningkatkan Padnumayanya lebih tingi lagi. "Hiaaaaaa...." Pancaran tenaga Dalik terasa meluap – luap di sekitarnya hingga dirasakan oleh Blajag. "Astradipta. Haaaaa." Satu buah sinar putih sepanjang dua meter berujung tiga mata tombak muncul diatas kepala Dalik. Astradipta bentuk baru ini dikelilingi oleh percikan – percikan kilat yang menyambar - nyambar udara kosong.

BUMANDHALA : MENJAGA BUMI (TAMAT)Where stories live. Discover now