Chapter 23 | Cory's Top Secret

140 5 2
                                    

“If I do feel jealous, what should I do then?”

Rabu.

Hanya hari-hari seperti biasanya. Bertemu dengan Luke di depan lokerku sebelum masuk kelas. Makan siang dengan the boys dan Rory. Bercanda dengan Calvin di koridor dan mengabaikan kedipan mata Jennifer yang selalu sukses membuat bulu di sekujur tubuhku berdiri. Apa gadis itu belum tahu kalau aku sudah berpacaran dengan Luke? Gosh.

Tapi, tunggu. Ada satu hal yang berbeda dari biasanya. Ya, belakangan ini aku sering datang ke sekolah lebih awal. Padahal setiap pagi, selama dua tahun bersekolah disini, aku selalu menjadi orang yang datang paling akhir. Semua orang menyebutku “si ratu telat”, dan bahkan para guru pun nampaknya sudah lelah untuk memperingatkanku. (Aku tidak tahu alasan mereka berhenti untuk memberi peringatan adalah karena aku tidak kunjung berubah, atau karena mereka berpikir aku adalah anak pintar sehingga tidak ada salahnya untuk diberikan sedikit keringanan, entahlah.). Namun semenjak berpacaran dengan Luke, aku menemukan diriku semangat untuk pergi ke sekolah. Aku juga dibuat heran oleh lenyapnya rasa malas saat bangun tidur. Padahal dulunya aku bukanlah orang yang suka bangun pagi. Aku sangat menyukai tidurku dan selalu menikmati ekstra lima menit di pagi hari yang seharusnya dihabiskan untuk mandi dan bersiap-siap. Lihatlah, semua kebiasaan kecil itu telah berubah. Hanya Luke yang bisa melakukannya. Ialah penyebabnya. Aku sendiri juga bingung. Padahal pada dasarnya ia tidak melakukan apa-apa, bukan?

Ajaib.

Love is madness, after all.

***

“Rasanya aku sering sekali melihat gadis itu mengobrol dan bercanda dengan Luke. Bukannya aku ingin memanas-manasimu, tapi aku hanya penasaran saja. Jadi sebelum mereka pergi sebaiknya segera kita lihat!” Rory menarik lenganku, menyeretku, entah akan membawaku kemana. Jam pelajaran sudah berakhir dan Rory bilang saat ia keluar dari kelasnya, ia melihat Luke sedang bercanda dengan seorang gadis dan katanya, cara bercandanya kelihatan seperti mereka bukan sekedar teman. Aku tidak mengerti bercanda yang bagaimana maksudnya, tapi ia benar-benar membuatku jadi penasaran.

“Memangnya seperti apa ciri-cirinya?”

“Rambut pirang lurus sepunggung, matanya hijau, tubuhnya—” Belum selesai Rory menjelaskan, pikiranku langsung menyimpulkan dengan sendirinya. Stacy. Si Barbie. Siapa lagi?

“Nah! Itu dia! Itu dia!” Bisik Rory histeris. Kami bersembunyi di balik sebuah dinding dengan kepala menyembul keluar. Rory di atas dan aku dibawahnya.

Memicingkan mata, aku berusaha menyesuaikan penglihatan untuk melihat sosok di kejauhan dengan jelas. Stacy terlihat sedang berdiri, merangkul Luke yang terduduk di sebelahnya dengan lengan kirinya dan tertawa. Luke ikut tertawa bersamanya. Mereka tidak hanya berduaan, di sana juga ada ketiga sahabat Luke lainnya. Ashton berdiri di sebelah kanan Stacy seraya melipat kedua tangannya di depan dada dan bersender di tembok, menyeringai, tatapannya melihat Stacy dengan tatapan penuh kekaguman yang berusaha di sembunyikan tapi gagal total. Calvin yang duduk di samping kiri Luke tertawa hingga matanya terpejam sambil memegangi perut. Don yang berdiri di sebelah si rambut merah terbahak-bahak sampai membungkukkan badan seraya memukul-mukul pahanya. Mereka saling bertukar candaan dan tawa pun terus berlanjut.

Luke.

Mataku tidak bisa lepas darinya.

Ia tertawa geli hingga matanya terpejam, menertawakan entah apa yang Ashton katakan barusan. Don terlihat mengatakan sesuatu hingga tawa terus berlanjut. Mereka terlihat seru sekali. Aku tidak keberatan melihat mereka bercanda bersama, sekalipun dengan Stacy. Tapi ada satu hal yang menggangguku. Dan sedari tadi batinku tidak bisa berhenti berteriak seperti maniak.

Perfect FamilyWhere stories live. Discover now