Chapter 12 : Bahagia itu Sederhana

3.7K 275 3
                                    

Hana diantar ke sekolah oleh Pamannya, naik motor. Hana yang meminta begitu karena dia suka angin menerpa kulitnya, walaupun cuaca sedang tidak sedang bersahabat. Hari ini langit cukup mendung, berangin juga. Mungkin sebentar lagi akan turun hujan.

Di depan gerbang Hilmy sudah menunggu. Agak gugup, dia merasa aneh kepada dirinya sendiri karena menuruti kemauan Hana. Padahal dia seharunya menjauh agar Hana tidak berharap banyak padanya. Namun Hilmy tidak tenang. Hatinya berkata lain.

“Mas! Mas!” Hana memanggil cepat, berlari kecil menghampiri gurunya.

Beberapa siswa menoleh kepada Hana karena panggilan itu, mereka semua berbisik-bisik, ada juga yang mengorek telinganya karena takut salah dengar.

“Panggilnya jangan kencang-kencang.” Hilmy menegur dengan suara yang lirih, melototkan mata.

“Maaf….”

“Kamu udah janji nggak panggil begitu kalau ada banyak orang.”

“Abis saya senang, Mas. Saya ditungguin beneran…..”

“Nanti kamu neror saya kalau nggak diturutin.”

“Nggak, kok. Saya mana mungkin begitu, palingan saya cuma ganggu Mas terus bilang cinta.”

Hilmy bergidik ngeri. Perkataan Hana tidak pernah main-main. Walaupun begitu Hilmy cukup senang karena Hana mewarnai hari-harinya. Ketika dia suntuk Hana bisa membuatnya tertawa, meski tak jarang dia harus menahan emosi.

Tepat di saat yang sama Arya datang, cowok itu naik motor. Sebelum masuk ke area sekolah, pemandangan Hana dan Hilmy menarik perhatiannya. Arya menepi, turun dari motornya.

“Kalian ngapain ngobrol di sini?”

Entah mengapa Hilmy jadi sangat terganggu, dia tidak suka jika Arya mengatakan hal mengenai Hana. Bagaimana kisah cinta mereka dulu, apa yang mereka perbuat saat masih menjalin kasih. Hilmy muak akan itu. Masa lalu tetaplah masa lalu!

“Kok kamu kepo?” ucap Hana.

“Kamu kan mantan aku, dan aku masih suka sama kamu.” Arya mengucapkan kalimat itu santai.

“Tapi kamu nggak berhak tahu kehidupan aku!” Hana mulai emosi. Semakin lama sifat Arya memuakkan. Padahal dulunya dia tidak begitu. Saat Hana membutuhkan perhatian, Arya malah cuek padanya.

“Arya, jangan ganggu Hana terus.”

Arya menghadapkan tubuhnya pada Hilmy, alisnya menajam. “Bapak kenapa suka banget ikut campur?”

“Karena Hana terusik sama kamu.”

“Itu saya lakuin karena cinta sama dia, Pak. Sama kayak Hana yang terus godain Bapak, saya juga berhak ngejar cinta saya kembali.”

“Tapi Hana udah nggak cinta sama kamu!”

“Saya akan berusaha, Pak!”

“Nggak akan berhasil!”

“Kenapa? Dulu kami saling mencintai. Kami saling merengkuh satu sama lain. Saling menyayangi. Bapak nggak tahu itu, kan? Dulunya kami nggak bisa dipisahin!”

Hilmy bungkam. Bukan karena dia tidak bisa membalas ucapan Arya, melainkan ada sesuatu yang memberontak di dalam tubuhnya. Semua fakta itu seakan menenggelamkannya.

“Bapak nggak usah ikut campur!” Arya menunjuk wajah Hilmy penuh emosi. Menghiraukan statusnya sebagai murid.

“Arya….” Hana memanggil lirih, perdebatan antara keduanya membuatnya jenuh.

Oh... Teacher! [✓]Where stories live. Discover now