Chapter 4 : Sedih dan Bahagia

4.6K 321 2
                                    

Hana berlari menyusul langkah gurunya dengan kecepatan maksimal, lututnya memang masih sakit tetapi itu bukan jadi alasan untuk bermalas-malasan. Hana ingin bertanya satu hal mengapa wali kelasnya itu seakan menjauh, menghindarinya.

Sebelum Hilmy masuk ke dalam ruang guru, Hana berhasil mencekal lengannya. Sekarang mereka jadi bahan tontonan.

"Lepas, Hana. Kamu ngapain?" Hilmy melirik sekitarnya, berusaha tetap terlihat nyaman walaupun kenyataannya tidak.

Ada banyak yang dipikirkan Hana sekarang, semua itu harus dijawab sekarang sebelum dia melakukan sesuatu yang gila. Masa bodoh dengan tatapan orang, Hana sama sekali tidak peduli. Yang terpenting adalah menenangkan hatinya yang gundah.

Kali ini Hana sedikit menuntut. Meski dia tidak boleh seperti itu pada gurunya sendiri. Tapi apa boleh buat? Hana juga tidak bisa mengontrol baik emosinya.

"Mas kenapa, sih? Keknya benci banget sama saya."

"Saya nggak benci, tapi saya itu berpikir rasional. Kamu itu cuma murid saya, nggak lebih dari itu."

Hana menunduk. Sakit rasanya jika hanya dianggap sebatas murid.

"Kamu juga sudah punya pacar, nggak baik kalau kamu terus nempel sama saya...."

Hana mendongak. "Saya kan nggak punya pacar, Mas...."

"Jangan bohong, Hana. Saya tahu itu."

"Tapi saya beneran nggak punya pacar. Kalaupun saya punya, saya nggak akan godain, Mas. Mending saya godain pacar saya, sayangnya saya nggak punya."

Hilmy menatap saksama, mencari celah kebohongan dari kedua mata itu. Hilmy sudah menduganya dari beberapa hari yang lalu, Hana tidak mungkin sejenis dengan cewek lainnya. Hanya saja Hilmy tidak terlalu yakin, sisi hatinya mengatakan sesuatu yang nista.

"Arya bilang sama saya. Katanya dia pacar kamu."

"Mas tahu Arya darimana?"

"Kamu lupa? Saya itu guru di sini, saya nggak cuma ngajar kelas satu, tapi ngajar anak kelas tiga juga."

"Jadi, Arya bilang gitu sama, Mas? Bilang kalau saya itu pacarnya?"

Hilmy mengangguk. Terasa seperti dia sedang mengadu. Diam-diam dia merasa geli akan tingkahnya.

"Dia juga bilang kalau kamu pernah nyium dia." Hilmy berucap datar. Sama sekali tidak menyadari jika sifatnya mulai kekanakan.

"Saya nggak pernah gitu, Mas! Dia bohong! Saya bukan pacarnya! Tapi mantannya."

Hilmy menaikkan satu alisnya. "Mantan?"

Bahkan untuk posisi mantan saja ada yang bergemuruh di hatinya. Apa yang terjadi?

"Mas, saya nggak suka lagi sama dia, beneran! Saya udah cukup sabar sama kelakuannya."

"Itu ... bukan urusan saya, sih." Hilmy memalingkan wajahnya, memperkuat alibinya jika dia tidak tertarik sama sekali.

"Tapi Mas nggak bisa hindarin saya karena termakan hasutan Arya. Saya murni cinta sama, Mas."

"Kamu kenapa cinta sama saya? Kamu lihat apa dari saya? Di sini banyak cowok ganteng dan tentunya seusia sama kamu."

Hana nyengir. Selama ini dia belum pernah memberikan penjelasan mengapa hatinya bisa mentok kepada seorang Hilmy Sadewa.

"Mas...."

"Jangan panggil saya begitu."

"Tapi kan udah kebiasaan, Mas."

"Kamu kan pernah janji buat nggak panggil saya kayak gitu."

Oh... Teacher! [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang