Chapter 6 : Melankolis? It's ok

4.2K 307 7
                                    

Nama Hana Alfathunissa jadi perbincangan. Seantero sekolah bergosip tentangnya, ini soal pengakuannya saat pentas kemarin. Semakin banyak yang bertanya-tanya, apakah Hana itu manusi?

Mereka mengucapkan itu karena Hana itu cewek yang sangat unik. Beda dari yang lainnya. Hana akan menyampaikan isi hatinya secara frontal, gamblang. Karena Hana mempunyai sebuah prinsip. Kalau bisa sekarang, kenapa tidak?

Bukan hanya Hana saja yang menjadi trending topik, Hilmy Sadewa pun begitu. Selain karena dia banyak dikagumi, mereka semua berkasak-kusuk mengenai kehidupan asmara guru mereka. Semua orang tahu jika sang guru memiliki kekasih.

“Gimana tanggapan kamu soal kelakuan Hana?” Arthur menatap penuh selidik. Dia sangat dekat dengan Hilmy, usia mereka pun hampir sama. Arthur lebih tua dua bulan.

“Aku nggak tahu. Dia anaknya emang aneh.” Hilmy menjawab cuek. Sudah ada beberapa orang yang menanyakan hal yang sama. Hidupnya seakan di teror.

Arthur terkekeh. Hilmy terlihat sangat frustasi sekarang. Arthur tentunya sangat terusik, dia ingin mengulik lebih dalam lagi.

“Terus, gimana hubungan kamu sama Clara?” Arthur menarik kertas ulangan yang sedang diperiksa Hilmy.

“Gitu, deh!”

“Gitu gimana?”

“Ya … aku bakalan nikah sama dia.”

“Terus, Hana gimana?”

Hilmy menarik napas dalam-dalam. Masalah ini harus segera diselesaikan, jangan sampai dia menyakiti hati muridnya itu. Hilmy harus tegas dan tidak boleh mengalah lagi. Masalah ini cukup serius.

“Aku nggak tahu mau bilang apa sama dia. Hana itu keras kepala.”

Arthur manggut-manggut, merasakan hal yang sama juga. Dia pernah mengajar di kelas satu saat menggantikan guru yang berhalangan. Arthur kebetulan mengajar di kelas Hana. Di dalam kelas itu Arthur hampir mati terserang jantung, suaranya juga hampir hilang. Mia 2 adalah kelas paling berisik dan susah diatur. Apalagi Arthur adalah guru yang kalem, lembut, tidak suka marah-marah. Arthur salut sekali kepada Hilmy karena bisa mengontrol kelas itu dengan baik.

“Tapi sebenarnya Hana itu baik. Aku pernah lihat dia bantuin Gilang saat dibuli. Mereka dekat banget, aku pernah ngira kalau mereka itu pacaran.”

“Mereka nggak pacaran!” Hilmy berucap sadis. Raut wajahnya seketika berubah.

“Kok marah, sih?”

Hilmy mengerjap. “Siapa yang marah?”

“Itu nada bicaranya nggak nyantai banget.”

“Ah, perasaan kamu aja.”

“Kamu cemburu?”

“Siapa yang cemburu?” Hilmy mengalihkan tatapannya pada lembar jawaban, menyembunyikan rasa gugupnya.

“Beneran?” Arthur mulai menggoda, mencondongkan tubuhnya untuk menerawang wajah sahabatnya.

Hilmy mendorong tubuh Arthur menjauh, pipinya tiba-tiba memanas. Sahabatnya itu memang menyebalkan, tukang kepo. Sialnya lagi Arthur seakan pembaca pikiran, dia tahu betul gerak-gerik seseorang ketika marah, sedih dan seperti sekarang ini. Arthur bisa melihat ada rasa cemburu dari kedua mata Hilmy.

Hilmy keluar dari ruang guru karena keki akan kelakuan Arthur. Sebelum dia bisa bernapas lega seseorang menepuk punggungnya. Pelaku tersangka adalah Hana. Cengengesan seperti biasa lalu mengulurkan sapu tangan.

“Nih, Mas. Sapu tangannya saya balikin. Udah dicuci, kok! Pake pewangi yang paling harum. Wangi bunga lavender.”

“Kamu ambil aja.”

Oh... Teacher! [✓]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant