Chapter 2 : Saya Sayang, Mas!

6.2K 349 11
                                    

Hilmy tidak menyangka untuk menjadi seorang wali kelas sangat merepotkan. Dulunya dia tidak mempunyai tanggung jawab seperti itu. Iya, ketika dia masih honor. Mungkin bebannya tidak akan seberat ini jika saja murid ajaibnya itu bisa sedikit tenang. Setiap hari ada saja kelakuan Hana yang berhasil menarik urat. Semua guru gemas sekali dengannya.

Sama seperti sekarang ini. Telinga Hana dijewer oleh Pak Naim—guru BK. Membawanya ke ruang guru, menempatkannya di tengah-tengah. Semua guru yang menatap menghela napas, menggelengkan kepala melihat murid itu berulah lagi.

“Telinga saya sakit, Pak….” Hana mengelus telinganya yang sudah memerah.

“Kamu itu kenapa, sih? Bandel banget!” Pak Naim menggebu, ingin mencubit tetapi tidak tega juga. Wajah Hana selalu meruntuhkan emosi, apalagi ketika dia tersenyum.

Hilmy yang baru saja sampai hampir terkena serangan jantung, matanya melotot memperhatikan riasan Hana.

“Ini, Pak! Muridnya tolong dibimbing.” Pak Naim menyerahkan Hana kepada sang wali kelas. Dia tidak sanggup berhadapan dengan Hana.

Hilmy mengajak Hana untuk duduk di tempatnya—berada di bagian paling pojok. Hilmy tidak tahu harus memberikan nasehat yang bagaimana lagi, semuanya tidak mempan. Hana juga pernah diskors sebagai hukuman karena telah memecahkan jendela kantor, setelahnya dia berulah lagi karena mematahkan kursi. Hana murid ternakal.

“Hana….”

“Iya, Pak?”

“Kamu kenapa bikin Pak Naim marah-marah?”

“Oh, jadi cuma Pak Naim yang marah, ya? Pak Hilmy nggak marah?”

Hilmy sepertinya salah ucap. Hana malah nyengir tanpa merasa bersalah.

“Bukan cuman Pak Naim! Tapi semua guru jengkel sama kamu!” Hilmy menegaskan kalimatnya.

Hana menggaruk tengkuknya, mengambil cermin kecil yang selalu disimpannya di saku seragam. Hana mematut dirinya bangga. Tatapannya beralih pada Hilmy lalu bergaya layaknya seorang model.

“Kamu sekarang ngapain?”

“Saya udah cocok jadi model nggak, Pak? Udah mirip kayak Clara?”

“Kamu pengen kayak dia?”

Hana mengangguk. “Bukannya Clara itu pacarnya Pak Hilmy?”

“Terus?”

“Saya mau coba kek dia, biar Bapak suka sama saya….”

Hilmy terusik sekali. Ada yang mengganjal di hatinya. Hilmy tidak mau jika muridnya itu berubah haluan seperti kekasihnya. Hilmy lebih suka melihat wajah Hana yang polos tanpa polesan make up. Keduanya juga berbeda.

Hilmy menarik kepala Hana, memperhatikan wajah itu saksama. “Kamu tahu satu hal? Alis kamu itu udah kayak logo N*ke! Tebel banget! Lipstiknya juga kenapa merah kek gini? Kamu mau ke kondangan atau mau ke sekolah?”

“Saya pengen cantik buat Pak Hilmy….”

“Tapi saya nggak suka sama dandanan kamu! Nggak cocok!”

Hana mengerjap. “Nggak suka, Mas?”

Hilmy mengepalkan tangannya. Melirik sekitar. Jangan sampai ada yang mendengar panggilan tadi.

“Jangan panggil kek gitu….” Hilmy berbisik dengan intonasi yang berat. wajahnya terlihat mengancam.

Bukannya takut, Hana malah tergelak geli. Kepalanya manggut-manggut. Hilmy melongo.

“Iya, Pak. Saya nggak akan panggil kek gitu lagi. Tapi….”

“Apaan lagi?”

“Saya beneran nggak cocok sama make up kayak gini? Tapi kenapa?”

Oh... Teacher! [✓]Where stories live. Discover now