Sampai ia tak sadar terlalu menalikannya dengan kencang.

"Hehe maap," cengirnya.
Setelah membalutnya, "dah selesai kak!"

Aydan tersenyum, "makasih ya, teman  hidup masa depan."

"Iya, tapi gak gratis."
"Kakak harus ngebalas sesuatu!"

***

Disebuah ruangan 2 orang pria paruh baya itu memijit keningnya, pergerakan musuh semakin banyak.
Mereka harus menjaga para pemain, untuk kali ini ada lebih dari 50 orang yang dinyatakan meninggal dunia dengan bekas luka tembak disebagian badan.

"Bagaimana ini?" Baret bertanya sambil terus menatap layar besar dihadapan mereka.

"Sudah ku bilang ini karena penghianat, bisa saja mereka masuk kandang singa dengan tak sengaja, termasuk putrimu," jawab Black, matanya pun tak lepas dari layar besar itu.

Ting!

"Silahkan masuk," ucap Baret ketika mendengar bunyi dari keamanan ruangannya.

"Permisi ketua, untuk saat ini tak ada polisi dari pihak pemerintah yang mencari keberadaan kita, saya sudah memalsukan semua data, saya sudah mengatakan kebohongan tentang hal ini," ucap lelaki itu dengan seragam polisinya.

"Baiklah terimakasih Davit, kau memang pintar," sanjung Baret, misi ke2 sukses! Gumam Davit.

"Saya ingin tahu bagaimana bisa kamu tidak ketahuan, sedangkan polisi itu hebat-hebat," tanya Black, Davit tersenyum, "itu mudah, maap saya ada urusan lain, permisi" ucapnya dan mulai berjalan keluar ruangan.

"Kau tidak akan menang, Davit," batin Black.

***

Memakai jaket tebal adalah tindakan yang tepat agar tidak terpanah dinginnya hutan.

Rayya duduk bersila di samping rumah Kakek Kai, Kakek-kakek yang menurutnya misterius, bagaimana tidak setiap hari warna bajunya itu itu saja, hitam.

Matanya fokus melihat ke depan, sebuah pohon menjulang tinggi, ia tak tahu pohon apa itu, ia juga tak ingin tahu.

Sekilas ia mendengar langkah suara dibelakang nya, namun ia tak meng hiraukan mungkin saja itu teman temannya, maybe.

"Pohon kapan matinya ya?" Tanya nya pelan.

"Hanya Allah yang tahu, tapi bisa saja tumbuhan mati karena ulah manusia."

Sontak Rayya menoleh kebelakang, "Derril?" Gumamnya.

"Disini dingin, masuklah lagi pula disini sangat berbahaya, bisa saja kau korban selanjutnya," titah Derril, Rayya malah meledeknya dengan mengikuti perkataan Aydan.

"Peduli apa lu?" Tanya Rayya dengan tatapan sinis.

Diam, Derril tak menjawab ia malah terus berjalan tanpa memperdulikan Rayya yang terus meledeknya.

"Sotoy."
"So tahu."
Dan.. bla bla bla.

Setelah masuk kerumah, Derril mendudukan dirinya dilantai sambil bersender ke dinding, "ayahnya baik dan pengertian, tapi anak nya? Bikin gila! Ck!" Ia terus melamun.

Scandal Tomboyish Girl || a Game [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang