Part 25

5.5K 335 17
                                    

if you read this part, please leave vote and comment <3 !

"Kurasa sikapmu sedikit kelewatan." Dr.Brown membuka manset tensimeter yang membalut bagian siku dalam Naya. Tensimeter digitalnya memperlihatkan angka 70/40. Itu angka yang sangat rendah.

"She is not dead anyway."

"But she could." Ucapan Dr. Brown terdengar datar, tapi cukup menyadarkan Ken bahwa perbuatannya memang sedikit kelewatan. Ken sendiri yang pada akhirnya akan kesusahan bila sampai membuat wanita itu terbunuh. Balas dendam dengan membunuh sangat tidak seru.

Setelah Alfa, kali ini giliran Naya yang menerima hukuman.  Perempuan itu ditemukan sudah tidak sadar di dalam kurungan besi menyerupai sel tahanan. Kurungan berbentuk kubus itu terletak dibelakang halaman rumah—dekat dengan kandang anjing penjaga. Sepintas penampakannya pun sama dengan kandang binatang bertaring itu. Hanya saja Naya ditempatkan dalam kurungan lebih besar. Cukup menampung tujuh orang dewasa sekaligus.

Kerangka besi berbentuk kubus itu tidak beratap, tak pula berdinding. Hanya beralas semen yang terpisah dari bagian jeruji itu sendiri. Siapapun yang tinggal disana akan melepuh sewaktu matahari terik menyengat, menggigil setiap hujan turun—belum lagi kalau cuaca sedang berangin. Tampaknya seekor anjing justru diperhatikan lebih baik dibanding Naya yang notabene seorang manusia, sebab hewan itu punya hunian kecil dibalik jerujinya. Sementara Naya tidak dibekali apapun. Bahkan pakaian yang dikenakan tidak diganti sejak pertama datang ke sel.

Jatah makan datang setiap pukul tiga petang dengan mangkuk stainless, ditambah semangkuk berbeda untuk air minum. Jatah makannya tidak lebih dari sekali. Untuk itu Naya harus berhemat. Menyisakan sedikit untuk dimakan malam. Agak payah untuk menghemat jatah air. Apalagi untuk orang yang gampang merasa haus seperti Naya.

Biasanya Naya tidak pernah suka hujan. Hujan kerap memantik memori berkesan dalam ingatannya. Kenangan bersama ayah ibunya sewaktu Naya kecil, kenangan-kenangan manis bersama Ed ketika dewasa dan juga kenangan bersama Alfa. Sebenarnya seluruh kenangan itu disimpan dalam folder bahagia. Tapi ntahlah, masa-masa bahagia itu justru menyesakkan hati setiap diingat. Mungkin karena orang-orang yang ia bayangkan tidak lagi ada di sisinya. Satu persatu pergi meninggalkan Naya seorang diri.

Saat menyaksikan butiran hujan dari langit turun, Naya membayangkan dibalik bentang langit abu-abu ada ayah ibunya yang mengawasi. Bila memang ada kehidupan begitu kematian, Naya ingin menyusul mereka. Ia pun sempat berencana membiarkan dirinya mati kelaparan. Naya mungkin menghendaki kematiannya, tapi alam bawah sadarnya menampik, meresponnya dengan mengaktifkan insting bertahan hidup. Untuk apa repot-repot  menampung air hujan yang turun demi memenuhi dahaganya bila benar-benar mendambakan kematian. Jauh di dalam lubuk hatinya, Naya masih menyimpan harapan, hidupnya akan membaik.

Semestinya ini hari kelima Naya di dalam sel, tapi ia tumbang hari ini. Hujan turun begitu deras. Gemuruh petir menakutkan terdengar saling bersahutan. Naya duduk bertinggung mendekap lututnya disudut sel. Ujung jari-jarinya tampak keriput, tubuhnya menggigil hebat. Padahal tadi malam ia tidak melewatkan jadwal makan dari sisa makanan sorenya.

Sempat bertahan beberapa menit, lambat laun tubuhnya semakin condong bersandar ke sel. kepalanya berat, mata hingga desah nafasnya pun terdengar demikian. Pandangan Naya berubah hitam, bukan lagi spektrum warna warni yang terlihat disana. Derasnya hujan semakin sayup-sayup terdengar sampai akhirnya tak terdengar sama sekali.

Sekitar satu jam lebih kemudian Julius mendatangi sel, tampak kerepotan dengan lengan kiri yang menyangga baki berisi makanan tatkala tangan kanannya memegang payung. Mendapati keadaan Naya dipojok sel, Julius pun mendekatinya ragu-ragu. Ia lalu menyenggol bahu Naya dengan dengkul.

KANAYAWhere stories live. Discover now