Part 14

9.6K 473 12
                                    

Tak perlu repot-repot menciptakan alibi. Jangankan menentang, mempertimbangkan hubungan mereka yang terlalu tiba-tiba itu saja tidak.

Seperti ucapan Ken. Kabar pernikahan itu tidak membuat Ed lantas kena serangan jantung, namun lebih kepada serangan bahagia.

"Terima kasih anakku.." Ia memeluk dan mencium kening Naya. Naya membalas pelukan itu dengan termenung.

Kejutan tampaknya justru menyerangnya. Hari itu ntah sudah berapa kali ucapan terima kasih bergulir dari mulut Ed.

Hubungan Ken dan Naya terlalu mendadak. Mengapa ayahnya tidak tampak terkejut atau curiga. Mengapa seolah ia sudah tahu hal ini akan terjadi.

Naya bahkan tidak menunjukkan antusiasme.

Apa ayahnya tidak mempertimbangkan kebahagiaannya sama sekali?

Apa ayahnya tidak menyadari bahwa Ken ingin menyakitinya?

Atau mungkin sebenarnya tahu namun memilih bungkam?

Begitu besarkah cintanya terhadap darah dagingnya hingga mengabaikan perasaan Naya sendiri?

Air mata kecewa merebak ketika memikirkan hal itu keesokan hari.

Naya berguling dari tempat tidur lalu terhuyung-huyung menuju kamar mandi. Banyak menangis tak hanya membuat matanya terlihat bengkak tapi juga menyebabkan kepalanya pusing.

Pernikahan itu akan segera di gelar dalam dua bulan kedepan.

Sebelum menikah Naya sudah harus bisa mendapatkan gelar sarjana. Ia tak akan berani datang ke kampus ketika statusnya bukan lagi wanita lajang. Seisi kampus mungkin akan geger. Apalagi beberapa anak kampusnya satu SMA dengan Naya. Memang begitu kuliah Naya bagaikan sesuatu yang tak terlihat di mata mereka. Namun tak menutup kemungkinan, mereka akan kembali bertingkah dengan berita Naya menikahi Ken, anak wanita yang suaminya direbut oleh ibunya sendiri.  

Naya mengenakan kacamata untuk menyamarkan bengkak dimatanya. Ia berangkat ke perpustakan kampus untuk mengumpulkan bukti-bukti referensi. Setelah berkutat dengan tumpukan buku-buku disana selama tiga hari berturut-turut Naya pun menghadap sang dosen untuk pengajuan tugas akhir. Untuk mengebutnya, Naya terpaksa meminta cuti kerja. Alfa dengan senang hati mengizinkan.

Tatkala menunggu sang dosen tiba di ruangannya, Naya merenungi nasib pernikahaannya. Nasib hubungannya dengan Alfa yang sudah pasti akan berakhir. Laki-laki itu belum mengetahui segala hal yang tengah terjadi sebab Naya tak sampai hati menyampaikannya. Disisi lain ia juga tidak siap kehilangan. Naya ingin hubungan mereka berjalan baik seolah tak ada masalah apapun.

Mr. Redison selaku dosen pembimbing baru tiba satu jam lebih kemudian, membuat Naya hampir mati bosan. Beliau mempersilakan Naya masuk ke ruangan. Wajahnya tampak sumringah ketika Naya mengajukan tumpukan folio sebagai bahan skripsi.

Mr.Redison mendorong laporan itu. "Tidak perlu revisi. Sudah bisa dijilid dan diarsipkan di bagian perpustakaan."

Naya mengernyit bingung. Mr. Redison bahkan belum membuka laporannya. Bagaimana bisa beliau begitu yakin tidak perlu adanya perbaikan.

"Nilaimu bahkan sudah keluar. Tidak perlu ada sidang. Calon suamimu sudah mengurusnya."

Lagi-lagi Ken bertindak sesuka hati. Menguji kesabaran Naya untuk kesekian kali. Fikiran Naya yang kalut membuatnya nekad mendatangi kantor Ken.

Gedung pencakar langit dengan gubahan Eltcorp pada puncaknya sudah sangat familier. Naya sudah terbiasa keluar masuk darisana semenjak ia kecil. Ia dan ibunya terbiasa menyambangi Ed untuk sekedar menghabiskan waktu makan bersama. Para pegawai di kantor pun begitu ramah dan mengenal Naya dengan baik. Semakin dewasa, tempat itu menjadi asing baginya.

KANAYAWhere stories live. Discover now