Part 41

3.9K 281 82
                                    

I need your support ^^ Please leave a vote and comment (its free) <3

**

Sebulan menjadi kurun waktu yang dr. Brown pertaruhkan dalam menunggu kabar onar Ken.

Ternyata dirinya tak perlu menunggu selama itu. Sebab belum genap seminggu, Ken sudah kembali menghubunginya, meminta bala bantuan seperti yang sudah-sudah.

Ken menghubunginya dengan suara penuh kecemasan. Tanpa menanyakan lebih dahulu perihalnya, dr. Brown langsung lepas landas memenuhi panggilan.

Walaupun bukan cenayang, dr. Brown sudah meramalkan, bahwa kejadian hari ini akan terjadi sejak saat ia memulangkan Elsie.

Dalam perjalanannya ia pun menerka-nerka. Hal semacam apa yang menimpa Naya kali ini? Semoga saja keadaan perempuan itu tidak terlalu serius.

Untuk berjaga-jaga , dr. Brown membawa serta perlengkapan. Ia bahkan repot-repot memboyong sebuah tabung oksigen berukuran 1.5 m3—ukuran paling kecil yang bisa ia temukan di area rumah produksinya. 

Dari kejauhan, tampak Ken yang seolah menyusut kecil tengah menunggu di muka rumah sambil hilir mudik penuh gelisah. Pria itu berhenti setelah menyadari kedatangan dr. Brown dengan mobil dieselnya yang bersuara bising.

dr. Brown langsung mengikuti langkah Ken ke dalam rumah, menuju sebuah kamar tidur.

Tampak Naya yang sedang duduk berlunjur di atas tempat tidur. Lega rasanya melihatnya terlihat baik-baik saja. Tadinya dr. Brown mengira akan menemukan wajah itu dalam keadaan babak belur.

Tetapi berikutnya, ia melempar tatapan meradang saat menyadari penampakan kaki Naya yang membengkak karena luka pecut. Ken berlagak tak mendengar umpatan dr. Brown yang ditujukkan kepadanya.

"Bisa kau keluar sebentar?"

dr. Brown tak ingin mengindahkan kode protes yang sedang Ken perlihatkan demikian jelas melalui alisnya yang menjungkit.

"Bisa kau tinggalkan kami berdua?" Ia mengulang kembali pertanyaannya.  Kali ini dengan penekanan yang mantap.

Ken terkesiap. Tak sangka dengan perubahan intonasi dr. Brown yang mendadak terdengar seperti dokter sungguhan.

"Kenapa aku harus meninggalkan kalian berdua? Aku suaminya dan berhak tinggal." rasa kesal telah menodai nada suara Ken.

"Suami? jadi kau benar-benar menganggapnya sebagai istri?"

Ken terlalu gengsi untuk mengakuinya. Lagipun dia tidak bodoh dan cukup jeli dengan pertanyaan jebakan seperti itu, jadi dia lebih memilih pergi ketimbang menghadapi pertanyaan dr. Brown.

"Untuk apa diobati? Biarkan saja. Toh nanti dia akan melukaiku lagi." Naya berusaha menggerakan kaki menjauhi sentuhan dr.Brown.

Untung saja bagian lutut Naya tidak terluka, sehingga dr. Brown bisa mencegahnya bergerak darisana.

Laki-laki itu tak mengubris ucapan Naya dan tetap membersihkan luka-lukanya dengan penuh hati-hati. Naya sendiri berhenti protes setelah dr. Brown menakut-nakutinya dengan cerita amputasi. Mungkin, gadis itu sadar, dia masih sangat memerlukan kedua kakinya untuk lolos dari Ken.

Sesekali Naya meringis menahan perih karena sentuhan tangan dr. Brown yang mengoles salep antibiotik ke permukaan kulitnya.  Rasa perih itu cukup menyengat. Tapi Naya bisa menahannya.

"Bagaimana ini terjadi? Apakah kau melakukan hal yang membuatnya marah?"

"Semua yang kulakukan adalah hal yang membuatnya marah. Termasuk diam dan bernafas." Ucap gadis itu sarkasme, membuat dr. Brown menyesal karena mengajukan pertanyaan seperti itu. Bodoh sekali dia bertanya begitu, padahal dia lah saksi, dan orang yang paling tahu bahwa perbuatan gila Ken terhadap Naya selama ini memang tak pernah ditenggarai alasan jelas.

KANAYAWhere stories live. Discover now