Part 12

10K 527 13
                                    

Hari-hari terik di bulan september akan berakhir. Masa-masa transisi dari musim kemarau ke musim hujan menjadi tanda pergantian bulan sudah dekat. Naya tak sabar menantinya tiba setelah meluangkan waktu setiap malam menyelesaikan sebuah rajutan yang akan menghangatkan Alfa nanti. Ingin lekas-lekas ia menyampaikan kejutan kecil itu di pergantian musim.

Hubungan Naya dan Alfa semakin erat. Ada ketakutan dari sisa trauma dahulu yang berhasil membentuk sebuah pikiran bawah sadar—bahwa orang-orang yang berhasil menarik perhatian lah yang nantinya menerima hukuman berbentuk kekerasan verbal. Memang tidak melukai fisik, tetapi kata-kata justru senjata paling berbahaya. Karena itu Naya selalu ingin main petak umpet disaat Alfa tak berniat menutup-nutupinya.

Sikap bertolak belakang itu yang malah memicu orang-orang di lingkungan kerja menyadari ada sesuatu diantara mereka. Namun yang Naya takutkan tidak terjadi. Ia membayangkan orang-orang akan mengintimidasi seperti yang dihadapinya dulu. Apalagi jumlah penggemar Alfa cukup banyak. Tapi mereka justru memberikan selamat untuk hubungan Naya. Ia dilabeli 'gadis beruntung' dari gadis-gadis lainnya. Para gadis khususnya di bagian penata rias dan busana, tidak pernah menduga sosok Naya yang berhasil memikat hati sang produser, ketika merasa penampilan mereka jauh lebih bergaya dan menarik. Naya tak memungkiri, Alfa memang membuatnya merasa sungguh beruntung.

Alfa sendiri berusaha memberi dorongan agar Naya mau menunjukkan dirinya. Ia tidak ingin hanya Naya seorang yang dianggap beruntung ketika dirinya lah yang sesungguhnya merasa jauh lebih beruntung mendapatkan perempuan itu. Menumbuhkan sikap optimis dalam diri Naya terbilang sulit. Ia mengaku tidak nyaman dengan perubahan.

Naya kembali dengan pakaian-pakaian rajut yang membuatnya terlihat seperti wanita kuno. Padahal Alfa begitu merindukan penampilannya seperti saat malam perayaan ulang tahun Viena. Saat itu ia menyita perhatian semua orang. Sekali saja, ingin Alfa mengulang pertunjukan sulap itu lagi dihadapan para pekerjanya. 'kalian lihat bukan? Aku lah yang sangat beruntung.' Ia ingin menyombongkan diri seperti itu.

Kini setiap pulang bekerja Alfa yang mengantar pulang Naya. Diwaktu menjemput, Alfa selalu menyempatkan singgah untuk menyapa Ed. Memang pada mulanya Ed terkesan dingin seolah tak merestui hubungan mereka. Namun lambat laun kebekuan hatinya seolah mencair.

Sementara dari sisi Ken, kedekatan Naya dan Alfa adalah sebuah ancaman.

Siang kemaren Julius mengirim laporan bahwa Ed mulai menyinggung keseriusan hubungan Naya dan Alfa. Mengharapkan keduanya menyegerakan pernikahan secepat mungkin. Ken teringat hari dimana ayahnya mendadak mengunjungi kantor dan membuatnya marah. Ia marah disaat Ed menyampaikah harapannya untuk melihat dirinya dan Naya menikah. Semenjak itu pula Ed tak lagi mengungkit harapan itu. Hari itu menjadi yang pertama sekaligus terakhir. Merenungkannya sekarang, Ken sadar harapan sang ayah telah berubah. Ntah mengapa kini Ken menyesali penolakannya saat itu. Ia bertambah gusar setiap harinya memikirkan Naya yang mungkin akan menikah.

Menggunakan saat kosongnya di kantor, Ken mengevaluasi situasinya, yang sebagian besar sudah jelas. Bila saja Naya dinikahi seorang pria, rencana Ken selama ini hanya menjadi sebuah omong kosong. Segala hal yang ia rancang hanya akan menjadi pembalasan yang Sia-sia.

Ketidakstabilan emosi tubuh manusia benar-benar mencengangkan. Memikirkan Naya dan Alfa mendorong Ken hilang akal. Tak berfikir panjang dirinya langsung memacu mobil menuju kampus Naya dengan kecepatan penuh. Jarum speedometer melaporkan bahwa kendaraannya telah melampaui batas kecepatan.

Naya ditarik paksa masuk ke dalam mobil begitu sosoknya ditemukan.

Perempuan itu tak berani berkomentar apapun didalam sana. Ia merasakan getar ketakutan menjalar ke tulang belakangnya ketika Ken menghentikan mobil di dalam gedung parkir sebuah apartemen. Kemudian Ken mengitari mobil untuk membukakan pintu. Bukan dengan impresi yang romantis.

"Turun."Seperti robot, Naya menjulurkan kakinya keluar. Bergerak mengikuti Ken.

Mereka berdua masuk ke sebuah unit kondo mewah. Ruangannya di desain artistik. Tapi Naya tak punya waktu mengagumi hal-hal itu.

"Kau tahu mengapa aku membawamu kesini?" Perempuan itu menggeleng, berusaha tampak releks.

"Ada hal penting yang perlu kita diskusikan." Pria itu melonggarkan dasinya sambil mempersilahkan Naya menempati sofa yang kosong. Namun Naya enggan duduk didekatnya dan memilih berdiri.

"Kau sudah dengar mengenai pembagian warisan?" Naya tidak menjawab. "Ada namamu disana." Sontak Naya memahami alasan Ken membawanya kesini. Laki-laki itu selalu menuduhnya mengincar harta Ed. Naya sudah sangat bersyukur mendapatkan ayah tiri sebaik Ed. Dia tak pernah meminta lebih.

"Aku bersumpah tidak mengharapkan sepeserpun harta ayahmu." Aku Naya.

"Sumpahmu tidak akan membuktikan segalanya."

"Bila memang ayah menuliskan namaku disana, aku bersedia mengalihkan seluruhnya untukmu. Kau bisa memanggil pengacara. Aku akan membuktikan diriku benar-benar tidak berminat untuk hal itu."

"Pengacaraku memang dalam perjalanan kesini. Tapi rencananya tidak akan berjalan seperti itu." Tukas Ken menghidupkan pemantik api. ia menerangkan sambil menikmati sebatang rokok. "Kita akan menikah. Tidak lama, hanya setahun. Setelah itu kau bebas mau bagaimana."

Ada ketidaksudian terpancar diwajah Naya yang terkejut. Dan ntah mengapa itu membuat Ken tersinggung.

"Apa menurutmu aku menginginkan ini?!" Suara Ken meninggi. "Aku juga tidak ingin! Tapi penurunan harta waris itu akan berlaku dengan pernikahan. Ayah membuat sebuah prasyarat menurunkan harta waris ketika anak-anaknya menikah."

"Kalau begitu caranya aku akan menikahi laki-laki yang kucintai. Aku akan mengurus dan menyerahkan pelimpahan harta yang kau inginkan. Kita bisa mengurus perjanjian dengan cara itu."

Ken menggeleng tak setuju.

"Kau takut aku kabur?" Air mata Naya mulai tidak terkontrol, Mengalir tanpa dapat dicegah dirinya sendiri. "Aku tidak mungkin bisa kemana-mana. Kau pasti akan mudah menemukanku. Aku akan menyerahkan semuanya. Aku tidak akan meminta sepeserpun. Kumohon..."

"Terlalu beresiko. Suamimu tidak akan tinggal diam ketika menyadari kau pemilik saham sebuah coorporation besar. Dia akan campur tangan. Selain itu bukan hanya kau yang perlu menikah, aku juga. Aku membutuhkanmu sebagai seorang istri. Perceraian akan melibatkan urusan harta gono-gini. Berurusan dengan wanita lain akan merepotkan. Jadi, Aku butuh dirimu."

"Aku tidak mau bermain-main dengan pernikahan."

"apa menurutmu kau punya pilihan? tidak,nay. Bagaimanapun aku harus mendapatkan hak waris."

"Manusia selalu punya pilihan."

"Oh, jadi kau suka memilih." Ken mengangguk, menyunggingkan senyuman berbahaya. "Kalau begitu kuberi dua pilihan. Kita menikah atau ayahmu mati."

KANAYAWhere stories live. Discover now