Part 7

14.2K 496 7
                                    

Dua hari berselang setelah pertemuan di klub, firasat Julius terbukti. Ed mengunjungi Ken di kantornya. Padahal pria tua itu sudah jarang mengunjungi perusahaan setelah Ken akhirnya sudah duduk dibalik meja direktur utama. Posisi itu berhasil Ken raih setelah menebas deretan posisi atas dengan waktu yang terbilang ringkas.

Cukup banyak jumlah eksekutif masih belia namun berjaya. Ed merasa Ken sudah pantas memimpin setelah membuktikan rentetan prestasinya. Ia bahkan membuat pemasukan perusahaan meningkat lima belas persen.

"Hai Dad." Ken menyapa tanpa beranjak dari kursinya. Pandangannya bahkan masih tertuju pada berkas-berkas diatas meja.

Ed membuat kunjungan ke setiap sudut ruang Ken. Meneliti bahwa ruangan miliknya dulu tidak terlalu banyak berubah. Tata letak dan perabotannya belum bergeser. Namun warna ruangan itu berganti menjadi nuansa gelap, abu-abu. Sebelumnya ruangan ini dipenuhi lukisan, tapi Ken hanya menyisakan satu buah lukisan. Lukisan bergambar asbtrak yang tidak cukup istimewa dari banyaknya pilihan lukisan lain.

"Kurasa ini sudah masuk waktu makan siang." Ed memastikan arlojinya.

Untuk sesaat Ken mengangkat wajah untuk menatap sang ayah, menekan tombol telefon yang langsung tersambung ke Nora yang notabene adalah sekertarisnya. Ia meminta Nora menyiapkan makan siang yang langsung diprotes Ed karena kedengarannya Ken tidak akan bergabung.

"Kita makan siang bersama. " ujar Ed menuntut. "Perusahaan tidak akan jatuh,Ken. Kau tidak perlu sejauh ini hingga lupa waktu makan."

"Dad, sejujurnya aku sudah sarapan. Ini masih terlalu dini untuk makan siangku." Namun setelah mengucapkannya, Ken teringat omongan Julius. Mungkin membiarkan sang ayah menyita waktunya sesaat adalah keputusan yang bijak.

"Baiklah. Kau juga bukannya mengunjungiku setiap hari. Mari habiskan waktu makan siang bersama."

Ken sedikit kesal karena Nora membuatnya menunggu terlalu lama. Wanita itu terlalu antusias mendengar Ed menyambangi kantor. Lebih dari setengah jam usai telefon, ia baru masuk ke ruangan Ken dengan nafas putus-putus. Ed melirik Ken ketika melihat perempuan itu menyajikan hidangan kepiting asam manis, mutton biriyani, dan bulgogi diatas meja. Masing-masing khas dari tiga negara. Ken seolah mengerti maksud ayahnya, menu mereka terlalu berlebihan untuk sebuah makan siang.

"apa sekertarismu selalu menyiapkan menu seperti ini?" Nora sudah meninggalkan ruangan ketika Ed menanyakan hal tersebut. "Apa hubunganmu dengannya Ken?"

"Jangan salah paham, Dad. Dia melakukan ini karena tahu kau disini. She's lesbian anyway."

"What?" Ed memuntahkan sebagian daging kepiting yang belum terkunyah, dirinya nyaris tersedak. "What did you say?"

"She is lesbian."

"What?"

"Stop it,dad. You heard me."

"Why?"

"Apa yang salah dengan memperkerjakan seorang lesbian?" bela Ken dengan tenang ditengah santapannya.

"Tapi kenapa? Kau bisa memperkerjakan perempuan normal."

Ken menyeka sudut bibir dengan ibu jarinya. Masih dengan nada tenangnya, ia membalas ucapan sang ayah. "Dia hanya seorang sekertaris. Aku tidak masalah dengan orientasi seksualnya yang menyukai seorang gadis selama ia bisa membereskan pekerjaannya."

"Ken... are you..?"

"What?" Kini Ken mulai terdengar sama dengan ayahnya. Ia sudah bisa menebak apa yang ayahnya akan terka. "Are you gay?"

"I'm not gay. Not even Bi. I'm straight." Ujarnya sedikit kesal.

Ed mengelus dada lega. Bisa serangan jantung ia bila Ken menjawab sebaliknya.

KANAYADove le storie prendono vita. Scoprilo ora