2. Babu

1.3K 79 5
                                    

"What!!" pekik Naya membuat Vela kaget akibat teriakannya yang keras. Bahkan siswa yang berada di kelas langsung menengok kearahnya dengan tatapan bingung, ada juga yang menatapnya tidak suka karena mengganggu mereka yang sedang menyalin PR.

Febby yang berada disamping Naya pun langsung membekap mulut cewek itu yang mirip seperti Toa tukang perabot.

"Lo serius Vel?" tanya Febby dengan nada pelan agar percakapannya tidak didengar orang.

"Lo berdua tenang aja kali, dia ga mungkin serius. Dia cuma ngancem doang kok" kata Vela,  lebih seperti menenangkan dirinya sendiri.

"Heh, ngaco ya lo? Lo kaya nggak tau sifat Revan aja. Dia ga pernah bercanda sama ucapannya" kata Febby menggebu-gebu.

Vela semakin dibuat cemas dengan kenyataan yang ia sendiri ketahui mengenai Revan, si pembuat onar.

"Terus gue kudu ottoke?" tanya Vela prustasi.

"Lagian si lo, udah tau itu Revan, kenapa lo bentak? Yang ada ntar lo yang di apa-apain sama dia. Lo tau kan Revan orangnya gimana?" ucap Naya dengan nada yang tidak seperti sebelumnya, ia memelankan suaranya karena ia tidak mau mulutnya dibekap oleh Febby untuk yang kedua kalinya.

"Gue tadi kelepasan, udah emosi soalnya" aku Vela sambil menatap kedua sahabatnya sayu. 

Vela, Febby dan Naya sekarang berada dikelasnya, yaitu XII IPA1. Setelah Vela menceritakan kejadian yang menimpanya tadi pagi, kedua sahabatnya itu tidak berhenti mengoceh dan bertanya-tanya, hal itu membuat kepala Vela pusing.

Vela memilih untuk  merebahkan kepala diatas meja dengan bertumpu pada kedua lengannya.

Saat ini semua kelas free, karena semua guru sedang ada rapat dadakan. Hal itu menjadi kesempatan semua siswa untuk bersantai. Ada yang  ngegibahin orang di pojokan kelas, bermain boomerang, sampai ada yang tidur di kelas.

Brak!

Pintu kelas terbuka lebar dengan mengeluarkan bunyi keras akibat ditendang dari luar. Semua penghuni kelas terbelalak kaget, begitu juga dengan Vela.

Tiga cowok masuk ke kelas XII IPA1. Betapa terkejutnya semua orang ketika mendapati ketiga cowok keren berada dikelasnya.

Lain dengan Vela yang matanya kini seperti ingin keluar.

"Mati gue" batin Vela menjerit.

Revan, Samudra dan Aldo. Cogan sekaligus orang yang disegani disekolahnya datang dikelas ini. Kedatangan mereka membuat seisi kelas bingung dan saling berbisik, orang yang tadinya tertidur pun mendadak bangun karena keadaan kelas mendadak ricuh. Ada juga cewek yang tersenyum centil karena para cogan masuk kekelas mereka. Kapan lagi melihat artis sekolahan dikelas sendiri?

Vela yang melihat kedatangan ketiga cowok itu kaget dan mukannya mendadak pucat. Vela masih teringat pada kejadian tadi pagi dan ancaman yang di bisikan Revan. Febby dan Naya pun sama kagetnya dengan Vela.

"Lo ikut gue" ucap Revan tegas sambil menunjuk ke arah Vela dengan telunjuknya. Sekarang  Revan berada didepan kelas yang jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat duduk Vela.

Vela yang merasa dirinya terpanggil pun langsung kaku seperti kayu.

Suasana kelas pun mendadak hening.

"Lo ikut gue!" ulang Revan sekali lagi dengan membentak, karena Vela hanya diam dan tidak menanggapinya.

Vela kaget ketika tiba tiba tangannya ditarik paksa oleh Revan untuk ikut dengannya.

"Lepasin" ucap Vela sambil berusaha melepaskan tagannya dari genggaman Revan.

Revan tidak mendengarkan dan tetap menarik tangan Vela dengan paksa.

Revan dan ketiga temannya sudah pergi dari kelas, dengan membawa Vela. Seisi kelas membicarakan tentang mereka dan bertanya tanya kenapa Revan membawa Vela untuk ikut dengannya.

"Vela gimana? Dia mau diapain sama si Revan?" tanya Febby panik. Ia berpikir untuk bisa membantu Vela, tapi ia tak yakin akan berhasil.

"Mau dibawa ke dukun kali, mau disantet." sahut Naya bergurau.

"Pea lo, Nay. Jangan bercanda dulu bego!"

"Atau jangan jangan–" Naya menjeda pada kalimatnya yang membuat Febby penasaran sekaligus panik.

"Vela mau diajak ke pelaminan" sahut Naya dengan tawa menggelegar.

Febby langsung menjitak kepala sahabatnya yang sedikit gila itu. Yang dijitak pun langsung mengeluh sakit dan diam.

"Oke-oke gue serius" kata Naya. Lalu keduanya kembali serius.

Febby dan Naya panik memikirkan sahabatnya yang dibawa oleh Revan. Mereka takut kalau nanti terjadi apa apa dengan Vela.

Di lain tempat..

Revan dan Vela sekarang berada di lapangan basket indoor yang terlihat sepi. Karena pada jam seperti sekarang tidak ada yang bermain basket dilapangan ini. Para siswa lebih memilih ke kantin atau memilih untuk tidur dikelas, karena tidak ada guru yang masuk untuk mengajar.

"Tadi lo berani bentak gue, kenapa sekarang diem?" ucap Revan meremehkan.

Vela hanya menunduk, tidak berani melihat mata  Revan.

Revan mengangkat dagu Vela untuk mau menatap kearahnya.

Setelah mata mereka bertemu Vela melihat mata Revan yang indah tetapi tajam. Ia bisa melihat wajah Revan dari dekat, wajahnya yang tampan serta hidungnya yang mancung dapat memikat hati cewek manapun. Vela sempat tidak berkedip melihat ketampanan Revan.

"Woy!" bentak Revan sembari menyentil dahi Vela, karena ia tidak menjawab pertanyaannya. Vela kaget dan kembali merunduk.

"Sekarang mau lo apa?" tanya Vela sok tegar, namun dalam hati ia gugup setengah mati.

Keadaan hening sejenak, Revan berpikir untuk memberi hukuman yang pas untuk cewek ini. Lalu Revan kembali berkata,

"Mulai sekarang, lo harus jadi babu gue selama seminggu!" ucap Revan enteng. Membuat Vela yang mendengar itu pun melotot. Apa-apaan menjadi babu cowok songong ini?

"Gue nggak mau" kata Vela menolak.

"Harus mau! Kalo lo nggak mau, lo harus terima hukuman yang lain. Dan yang pasti lebih berat dari ini" ancam Revan dengan menampilkan smirk yang mampu membuat Vela merinding.

"Ngeselin banget ya lo" umpat Vela kesal.

"Semuanya terserah lo" ujar Revan dengan tatapan meremehkan.

Demi apapun Vela tidak tau harus menjawab apa saat ini.

Setelah berpikir,  akhirnya Vela  pasrah dan mengangguk pelan sebagai jawaban. "Oke, gue mau. Inget cuma seminggu!" kata Vela menegaskan.

Sebenarnya Vela tidak sudi untuk menjadi babu Revan, tapi mau gimana lagi?, daripada nanti masalahnya tambah panjang, lebih baik ia sanggupi saja kemauan cowok itu.

Revan tertawa penuh kemenangan. Setelah mendengar jawaban Vela, Revan pergi keluar lapangan basket dan menemui kedua temannya di luar. Sam dan Aldo disuruh Revan untuk menjaga diluar supaya tidak ada guru yang masuk atau murid lainnya.

Vela yang ditinggal seorang diri pun mendengus kesal, namun tak dipungkiri jika ia lega karena Revan sudah pergi. Tapi haruskah dia menjadi babunya?

[✔] My Only One Where stories live. Discover now