Right

1.6K 256 4
                                    

At Three


"Apa? Kami tidak pacaran, eon!" ucap Chaeyoung ketus saat Jennie dan Jisoo bertanya apakah dia berpacaran dengan Jimin. Sebenarnya hanya Jennie yang bertanya, sedangkan Jisoo hanya diam menyimak pembicaraan kedua sahabat baiknya itu.

"Jangan berbohong padaku, Chae!" jawab Jennie tak kalah sengit. Chaeyoung memijat pelipis nya seraya mengambil nafas panjang. Percuma saja berbohong kepada gadis bermata kucing itu. Gadis yang lebih tua darinya 1 tahun itu seperti memiliki sensor untuk mendeteksi kebohongan.

Jika saja Jennie mendaftar ke organisasi kepolisian, mungkin saja gadis itu bisa diterima sebagai seorang detektif. Setidaknya itu sedikit memberi keuntungan daripada membuang waktu dengan alibi menghabiskan hari dengan albino sejenis Min Yoongi, kekasihnya.

"Arraseo aku akan cerita!" ucap Chaeyoung pasrah. Jennie pun terlihat sumringah dan mulai mendekatkan dirinya ke Chaeyoung dengan rasa penasaran yang tersirat di wajahnya.

"Jadi, kemarin aku tidak sengaja merobohkan motor milik Jimin waktu aku bertemu dengan nya di taman kota. Dia bilang dia tidak akan marah kalau aku melakukan syarat yang dia ajukan. Dan syarat nya adalah aku harus melakukan apapun yang ia inginkan tanpa harus protes, atau lebih tepatnya mengiyakan semua yang dia katakan padaku," jelas gadis itu panjang. Jennie manggut-manggut.

Bagi Jennie, tidak asing seorang Park Chaeyoung ceroboh seperti sekadar menjatuhkan atau bahkan menghancurkan sebuah benda. Sekitar sebelas dua belas dengan Kim Namjoon, teman Taehyung. Jennie mengenalnya? Ouh tentu saja. Min Yoongi selalu membicarakan namja yang memiliki lesung pipi itu.

"Jadi, kenapa kau tidak menolaknya saja eoh? Bukan kah dompet Chanyeol Oppa-mu itu tebal?" tanya Jennie sambil menaik-turunkan kedua alisnya teratur.

"Kau bercanda? Maksudku, Apa kau menyuruhku untuk meminta kepada si pelit Chanyeol itu? Hah, jangan kan selembar won, dia tidak akan pernah memberiku sepeser pun. Jadi lupakan, lupakan soal memohon agar isi dompet Chanyeol keluar dengan membawa titik terang." Chaeyoung mendengus setelah mengatakan hal yang menurutnya emang patut untuk dibicarakan.

Maksudku, tidak semua tentang hal bahwa memiliki seorang kakak laki-laki itu menyenangkan. Seperti sebuah fakta bahwa mereka selalu melindungi kita, atau merelakan isi dompet mereka untuk malam minggu dan sebuah boneka. Bagi seorang Park Chaeyoung, hal itu akan menjadi angan-angan saja. Tak terhitung berapa kali terjadi baku hantam antara kedua adik kakak itu. Dasarnya adalah, hanya karena hal sepele seperti remote Tv, cemilan, atau hal biasa lainnya.

Ngomong-ngomong soal hal biasa, sedari tadi Kim Jisoo hanya memasang wajah nya seperti biasa, datar dan dingin. Mungkin saja jika ponsel nya tidak berbunyi, gadis itu akan tetap nyaman dengan bola mata yang kesana-kesini menatap Chaeyoung dan Jennie bergantian sesuai dengan dialog mereka.

"Hah? Apa? Coba katakan sekali lagi." Jennie dan Chaeyoung kompak menoleh ketika nada bicara Jisoo meninggi saat mengangkat panggilan telepon dari seseorang.

Bohong rasanya kalau mereka tidak penasaran. Karena mereka ikut bangkit ketika Jisoo juga berdiri dari duduknya, memasang wajah sumringah yang tidak bisa diartikan kedua gadis itu. Lalu mendekati gadis bermanik biru tersebut hanya berniat untuk menguping meski tidak terdengar terlalu jelas.

BIP.

"Dengar! Seok Jin mengabari ku kalau Taehyung sudah siuman, aku harus ke rumah sakit sekarang," ucap Jisoo sambil buru-buru menenteng ransel nya.

"Eon! Kami ikut!" seru Jennie sembari menggandeng tangan Chaeyoung menyusul Jisoo yang tak begitu jauh dari tempat mereka berdiri.

***

Disisi lain, Seok Jin tengah menunggu kedatangan Jisoo sembari duduk di samping Taehyung yang telah siuman beberapa menit yang lalu. Sebenarnya namja itu tidak berniat menyuruh Jisoo agar bolos atau izin untuk menemui Taehyung di jam kampus, tapi dasar dia tidak bisa tahan saat melihat benda persegi itu tergeletak di atas meja sejak beberapa jam yang lalu, akhirnya beberapa digit nomor Kim Jisoo berhasil ia hubungi.

Beberapa kali manik coklat Seok Jin melirik ke arah pintu coklat itu agar terbuka dan seorang gadis keluar dari dalam sana. Sedangkan Kim Taehyung, namja itu dalam masa bodo dengan kelakuan hyung-nya dan memilih untuk diam.

Sejak pertanyaan terakhir Seok Jin beberapa menit yang lalu, tidak ada lagi yang memulai pembicaraan. Taehyung juga terlalu lemah ditambah rasa malas yang menyerbu dirinya hanya untuk bertanya apa yang ditunggu oleh namja itu.

"Hyung menunggu siapa sih?" merasa gatal untuk bertanya, akhirnya satu pertanyaan lolos dari mulut Taehyung. Kepalanya mendongak, atensi beralih kepada pintu yang terbuka secara kasar, menampakkan seorang gadis berparas cantik yang membuat mata Taehyung membulat sempurna.

"Kau sudah siuman!"

Kim Jisoo berlari kecil lalu disusul Jennie Kim dan Park Chaeyoung di belakangnya, kemudian gadis itu berdiri disamping Seok Jin. Taehyung menatap Jisoo dengan alis yang hampir menyatu sempurna. Mata nya mengerjap beberapa kali sebelum tangan itu memegang kepala nya kuat.

Well, hal itu tentu membuat Jisoo panik dan secara reflek menyentuh cepat sebuah tombol untuk memanggil dokter dan perawat, "Tae! Apa kau baik-baik saja?" tanya Jisoo begitu Taehyung kembali menatap nya tetap dengan tangan yang masih menempel sempurna di kepala.

"Kau? Siapa?"

"A-apa?"

:::At Three:::
:::::::::::::::
'
'
'
'
'

Terimakasih untuk takdir yang  mempermainkan Kim Jisoo sekali lagi. Fakta nya adalah, melupakan itu sesuatu yang sangat mudah dilakukan. Oh iya, terimakasih juga untuk Kim Taehyung yang dengan senang hati mengangkat Jisoo tinggi-tinggi lalu membanting nya kuat ke bawah. Sakit? Tentu saja.

Jika Tuhan mengijinkan Jisoo untuk membunuh Taehyung, mungkin sekarang juga dia akan membunuh manusia itu. Membuangnya dan membiarkan nya dimakan rayap atau burung pemakan bangkai sekalipun. Tapi sayangnya, gadis itu masih waras untuk melakukan hal itu.

Mungkin kah ini akhir? Oh, jika iya gadis itu tidak segan-segan untuk mengeluarkan jiwa psikopat nya dan menjadi mafia. Atau seorang hacker? Itu lebih baik daripada memulai semua dari awal. Tersenyum, menyapa, berteman, mencintai, lalu? Ditinggalkan. Hebat. Ingin sekali gadis itu menaiki gedung tertinggi di Seoul dan memuji Kim Taehyung, berteriak kepada satu dunia betapa hebat nya namja itu dalam urusan cinta.

Manik biru itu teralih kan ke seonggok manusia yang kini mengambil tempat duduk disamping nya, menepuk pundak gadis itu dengan tatapan yang menyiratkan rasa kasihan. Jisoo tersenyum, mengelus pelan tangan yang bertengger di pundaknya. Lihatlah, betapa malangnya dia?

Takdir memperlakukannya dengan tidak adil, right?

[]

✩°-αƭ ƭɦ૨εε-°✩ [VSOO] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang